Liputan6.com, Jakarta Ikatan Pedagang Pasar Indonesia mendorong agar pemerintah waspada melihat gejala tren kenaikan harga pangan yang terus naik di minggu ini.
Wasekjend DPP IKAPPI Syahrul Reza Saputra, mengatakan selain beras beberapa komoditas yang potensi naik adalah cabai merah keriting naik Rp 500 menjadi Rp 46.000/kg, cabai rawit merah naik Rp 1.000 menjadi Rp 46.500/kg.
Advertisement
Kemudian, harga cabai merah besar menjadi Rp 54.000/kg, harga bawang putih naik Rp 9.000 dari Rp 40.000/kg menjadi Rp 49.000/kg.
"Ayam juga ada kenaikan Rp 40.000 per kg, telor juga mengalami kenaikan walaupun cuma 200 rupiah," kata Syahrul dalam keterangan resmi, Rabu (4/10/2023).
Pemerintah Harus Antisipasi
Menurutnya beberapa komoditas sudah mengalami kenaikan, oleh karena itu IKAPPI meminta pemerintah untuk mengantisipasi beberapa hal yang berpotensi mendorong kenaikan pangan tersebut.
"Kami juga meminta pemerintah untuk serius melakukan upaya penguatan pangan kita melalui program pangan yang lebih aktif lebih masif," ujarnya.
Jika Pemerintah segera menyelesaikan permasalahan kenaikan harga pangan dengan cepat, maka di dalam kondisi dan situasi global yang terus sulit ini, Indonesia dapat mempertahankan swasembada pangan dan menjadikan pangan sebagai salah satu kekuatan.
Jokowi Sebut 22 Negara Tak Mau Ekspor Pangan Berpotensi Bikin Harga Bahan Pokok Naik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan perang Ukraina-Rusia telah berdampak terhadap kondisi pangan global. Ditambah, 22 negara sudah tidak mau ekspor bahan pangan sehingga berpotensi kerek harga pangan.
Presiden Jokowi mengungkapkan sejumlah faktor yang mengancam pasokan pangan. Pertama, ancaman perubahan iklim sangat terasa nyata dan dirasakan kehidupan sehari-hari. Ini yang ditunjukkan dari kenaikan suhu bumi, kekeringan, kemarau panjang sehingga menyebabkan gagal pangan dan panen.
Jokowi mengatakan, super El Nino yang terjadi di tujuh provinsi di Indonesia mempengaruhi pasokan pangan kepada masyarakat Indonesia. Kedua, geopolitik dunia yang berpengaruh terhadap pasokan pangan dunia. Hal ini seiring perang Ukraina-Rusia membuat distribusi gandum terhambat. Apalagi dua negara ini pemasok gandum terbesar di dunia.
"Gandum kita impor 11 juta ton. Hampir 30 persen dari Ukraina dan Rusia. Karena di sana produsen gandum terbesar di dunia, saat bertemu dengan Presiden Zelenskyy, diceritakan ada stok 77 juta ton (gandum-red) berhenti di Ukraina karena perang. Masuk ke Rusia bertemu Presiden Putin, dia cerita 130 juta ton tak bisa ekspor karena keamanan laut. Artinya dari dua negara itu, tak bisa keluar gandumnya ada 207 juta ton," ujar dia saat Rapat Kerja Nasional PDIP, Jumat (29/9/2023).
Advertisement
Ancaman Kekurangana Gandum
Ia menambahkan, stok gandum yang tertahan itu membuat kekurangan bahan pangan di Afrika, Asia, dan Eropa.
"Kekurangan pangan betul-betul nyata dan terjadi. Harga naik drastis. Baca berita di satu negara maju Eropa, anak sekolah banyak yang sudah tidak sarapan pagi. Sudah tidak sarapan pagi karena kekurangan bahan pangan karena mahalnya bahan pangan," tutur dia.
Faktor ketiga yang menyebabkan kenaikan harga pangan seiring sejumlah negara yang hentikan ekspor bahan pangan. "Ketiga sebabkan pangan semakin naik harganya adalah 19 negara sudah ekspor pangan. Bukan 19 lagi, 22 negara tak mau ekspor bahan pangan termasuk di dalamnya beras," ujar dia.
Jokowi menuturkan, Uganda, India, Rusa, Bangladesh, Pakistan dan Myanmar tak ekspor pangan. Kalau hal itu terus terjadi, Jokowi menuturkan, semua harga bahan pokok akan naik. "Kalau diteruskan semua harga bahan pokok akan naik," ujar dia.