Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Agraria & Hubungan Industrial (Lagrial), Muhammad Akhiri, menilai masih banyak persoalan agraria yang belum diselesaikan dengan baik dan itu bisa menjadi "bom waktu" sebagai Konflik Agraria yang merugikan masyarakat.
Ia mengatakan, konflik Agraria terjadi di seluruh sektor mulai dari perkebunan, kehutanan, pertanian, pertambangan, kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, pembangunan infrastruktur, pengembangan industri serta pengembangan properti. Konflik Agraria, kata dia, merupakan kasus paling banyak diadukan kepada Komnas HAM RI, laporan tersebut banyak karena kebijakan pemerintah dan tata kelola agraria yang buruk.
Advertisement
"Pemerintah belum mampu menyelesaikan konflik agraria di masyarakat dengan baik dan bijak. Hal tersebut bisa tergambarkan dengan beberapa kasus seperti Rempang dan Wadas yang masih menyisakan "luka" di masyarakat sampai saat ini," kata Muhammad Akhiri dalam keterangannya.
Reforma Agraria yang dilakukan pemerintah, kata Akhiri, masih terbatas sertifikasi tanah yang tidak bermasalah yang merupakan kewajiban negara sebagai layanan administrasi biasa, yang memang diperlukan masyarakat tetapi belum menyelesaikan esensi seperti ketimpangan lahan dan keadilan agraria yang di utamakan.
"Salah satu penyebab utama tingginya angka konflik agraria yaitu adanya pemberian izin-izin konsesi skala besar kepada perusahaan-perusahaan swasta maupun Penerbitan dan Perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak transparan hingga berdampak pada gesekan/benturan di masyarakat yang berdampingan wilayah tersebut," tambahnya.
Belum Berikan Keadilan
Menurut Muhammad Akhir, implikasi langsung dari pelaksanaan reforma agraria seharusnya adalah pemerintah dapat menyelesaikan konflik agraria secara langsung di lapangan dan menurunnya letusan konflik yang terjadi hingga tidak menimbulkan "trauma" di masyarakat. Reforma Agraria saat ini belum memberikan keadilan bagi masyarakat kecil seperti masyarakat adat, petani, nelayan yang mengalami konflik agraria.
"Selanjutnya, Pemerintah dalam Reforma Agraria tidak serius untuk melakukan pemenuhan hak masyarakat adat yang telah di amanatkan dalam konstitusi, yang mana sampai saat ini tidak ada langkah konkrit pemerintahan Presiden Jokowi mendorong DPR RI (Legislatif) untuk megesahkan RUU Masyarakat Adat menjadi UU, padahal UU Masyarakat Adat sangatlah penting sebagai wujud kepedulian negara dalam menjaga eksistensi dan perlindungan hukum terhadap hak masyarakat adat," ucapnya.
Advertisement