80 Rumah Sakit Tolak Jadi Rujukan Bocah Mati Batang Otak di Bekasi, Kemenkes Tanggapi Ini

Tanggapan Kemenkes soal 80 rumah sakit menolak jadi rujukan bocah di Bekasi yang mati batang otak.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 05 Okt 2023, 17:05 WIB
Ilustrasi tanggapan Kemenkes soal 80 rumah sakit menolak jadi rujukan bocah mati batang otak di Bekasi. Photo by jesse orrico on Unsplash

Liputan6.com, Jakarta Pihak RS Kartika Husada Jatiasih, Bekasi sudah berupaya mencari rumah sakit rujukan untuk pasien bocah berinisial BA atau A yang meninggal karena mati batang otak usai operasi amandel. Namun, disebutkan  80 rumah sakit menolak jadi rujukan bocah berusia 7 tahun tersebut.

Terkait pernyataan RS Kartika Husada itu, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Mohammad Syahril menjelaskan dari sisi mekanisme sistem rujukan pasien ke rumah sakit lain.

Hal ini sudah tertuang melalui regulasi yang diterbitkan Kemenkes.

"Kementerian Kesehatan sudah mengatur sistem rujukan pasien itu secara berjenjang melalui SPGDT namanya ya, yaitu Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu," jelas Syahril saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis (5/10/2023).

"Jadi setiap rumah sakit yang akan merujuk ke rumah sakit lain itu harus melalui SPGDT. Dipastikan rumah sakit yang merujuk itu harus berkomunikasi dengan SPGDT rumah sakit yang akan dituju."

Menilai Kondisi Pasien

Selanjutnya, rumah sakit yang akan dituju menilai kondisi pasien dan kebutuhan fasilitas yang diperlukan.

"Nah, rumah sakit yang akan dituju menilai dulu pasien itu ya sesuai kondisi, sesuai fasilitas yang dibutuhkan dan sebagainya. Setelah itu, rumah sakit akan menjawab, begitu mekanismenya," lanjut Syahril.


Penilaian Pasien yang Layak Dirujuk

Mohammad Syahril mencontohkan, apabila pasien yang akan dirujuk membutuhkan ICU dan mesin hemodialisa (cuci darah), tetapi rumah sakit rujukan tidak punya, maka pasien tidak boleh dirujuk.

"Nah, kalau rumah sakit yang dituju untuk pasien ini membutuhkan ICU, sementara (rumah sakit yang dituju) tidak ada (fasilitas ICU), maka pasien tidak boleh dikirim (dirujuk)," katanya.

"Begitupun kalau pasiennya memerlukan hemodialisa, sementara di rumah sakit itu mesin hemodialisa tidak ada atau bermasalah."


Pasien Harus Transportable

Ilustrasi yang paling penting dalam sistem rujukan, terang Mohammad Syahril, kondisi pasien harus dipastikan transportable, yang artinya, layak dan dapat dibawa atau dipindahkan dengan aman. (FOTO: Pexels/stanley).

Paling penting dalam sistem rujukan, terang Mohammad Syahril, kondisi pasien harus dipastikan transportable, yang artinya, layak dan dapat dibawa atau dipindahkan dengan aman.

"Nah, yang paling pokok pertama kali dinilai oleh rumah sakit yang akan merujuk dan rumah sakit yang akan menerima rujukan, menyatakan bahwa pasien itu layak untuk dirujuk, kemudian transportable, artinya, bisa dibawa saat transportasinya dan aman, selamat di jalan. Karena apa?" ucapnya.

"Pasien rujukan itu kan dibawa pakai kendaraan, ambulans mungkin helikopter, ternyata tidak transportable, itu enggak boleh dirujuk. Bahkan rumah sakit yang merujuk disalahkan. Tidak boleh."

Contoh kasus, pasien yang dirujuk malah meninggal saat dalam perjalanan menuju rumah sakit rujukan.

"Contoh dirujuk, terus tidak transportable, tahu-tahu pasiennya belum 10 meter atau 1 kilo sudah meninggal pasiennya, nah itu enggak boleh," sambung Syahril.

Sangat Bahaya bila Pasien Tidak Transportable

Kembali ditegaskan Syahril, sebetulnya rumah sakit tidak boleh menolak rujukan, tetapi rumah sakit harus meyakinkan bahwa pasien yang bersangkutan memang transportable dibawa.

"Jadi istilahnya bukan menolak sih. Kalau pasien tidak transportable, kenapa harus dikirim? Bisa meninggal di jalan. Itu bahaya sekali," tegasnya.


Cari Rujukan ke 80 RS di Jabodetabek

Pada kasus A atau BA beberapa hari setelah operasi amandel, dokter RS Kartika Husada Bekasi menduga bocah itu mengalami mati batang otak. Untuk mengetahui penyebab secara pasti, pihak rumah sakit berusaha merujuk bocah A ke rumah sakit yang memiliki fasilitas pemeriksaan yang lebih memadai.

Dikatakan, pencarian rujukan dilakukan hingga ke 80 rumah sakit di seluruh Jabodetabek.

"Sampai kemarin, kami sudah mencari lebih dari 80 rumah sakit rujukan dengan jaminan umum di seluruh Jabodetabek. Tim medis bersurat ke kolegium masing-masing agar bisa mendatangkan konsultan ke RS Husada agar dapat melakukan pemeriksaan langsung kepada adek BA serta mencari jurnal kesehatan sebagai acuan dalam berdiskusi dengan harapan bisa mendapat second atau third alternatif terapi," terang Nidya Kartika Yolanda, Selasa (3/10/2023).

Tak Ada Satupun Rumah Sakit yang Menerima

Sayang, kondisi bocah 7 tahun ini dinilai cukup kritis untuk dirujuk sehingga membuat tak ada satupun rumah sakit yang mau menerima rujukan tersebut.

"Alasannya, tidak bisa membantu. Mungkin karena kondisi anak yang memang non-transportable, berisiko sekali kalau sampai di sana. Ini kan ada kasus hukum, di mana-mana rumah sakit tidak mau menerima karena takut terbawa-bawa. Di sana kesulitan kami sebenarnya," tandas Nidya.

Infografis 6 Cara Ini Bisa Cegah & Obati Pasien Covid-19? (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya