Jepang Kucurkan Ratusan Triliun Rupiah untuk Lawan Perubahan Iklim

Jepang menggunakan konsep Human Security untuk mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 05 Okt 2023, 20:10 WIB
Gunung Fuji terlihat dari kuil Arakura Fuji Sengen di kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, pada Kamis (22/4/2021). Prefektur Yamanashi terletak di sebelah barat Tokyo yang memiliki spot-spot wisata terkenal, salah satunya gunung tertinggi di Jepang, Gunung Fuji. (Behrouz MEHRI / AFP)

Liputan6.com, Tokyo - Kementerian Luar Negeri Jepang memberikan update mengenai kontribusi Negeri Sakura terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) dan perubahan iklim. Jepang menegaskan fokus mereka pada konsep "human security" (keamanan manusia). 

Keamanan yang dimaksud Jepang adalah memastikan manusia bisa hidup dengan nyaman serta mewujudkan potensinya. 

"Keamanan manusia adalah pendekatan yang berfokus pada semua individu dan mendorong untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dan berkelanjutan melalui perlindungan dan pemberdayaan individu-individu agar melindungi masyarakat dari bermacam ancaman di kehidupan, mata pencaharian, dan martabat mereka, dan agar mewujudkan potensi penuh mereka," ujar Akahori Takeshi, Asisten Duta Besar pada Divisi Kerja Sama Isu Global, dalam press briefing virtual Kamis (5/10/2023).

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida turut membawa isu UNTFHS pada Sidang Majelis Umum PBB 2022. Pihak Jepang ingin agar pendanaan UNTFHS bisa turut memajukan SDGs, serta memperkuat kehadiran Jepang di kancah global.

Pendanaan Ratusan Triliun Rupiah

Terkait aksi iklim, Akahiro mengungkap bantuan Jepang mulai dari bantuan bilateral ke Asia dan Afrika, serta pendanaan tambahan. 

Dalam presentasinya, Akahiro menampilkan bahwa Jepang akan menyediakan pendanaan dari pemerintah dan swasta hingga USD 10 miliar (Rp 156,1 triliun) selain kontribusi 6,5 triliun yen (Rp 681,3 triliun) pada 2021-2025.

Pendanaan itu termasuk kontribusi dari peluncuran Innovative Financial Facility for Climate melalui kerja sama dengan Asian Development Bank dan mitra-mitra pendukung dekarbonisasi di Asia dan luar Asia. 

Jepang juga menggelontorkan hingga USD 3 miliar untuk mendukung Green Climate Fund (GCF) yang berfungsi untuk menolong negara-negara berkembang dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (Greenhouse gases/GHG) dan menangani dampak perubahan iklim. 

Asumsi kurs:

1 dollar AS: Rp 15.622

1 yen: Rp 104


Mikroplastik di Awan dan Perubahan Iklim

Seorang pria mencapai puncak Gunung Fuji, barat Tokyo pada 18 Juli 2021. Mendaki Gunung Fuji bukanlah hal yang mudah, tetapi pemandangan matahari terbit di atas lautan awan adalah hadiah terindah bagi yang mencapai puncak tertinggi di Jepang. (Charly TRIBALLEAU/AFP)

Sebelumnya dilaporkan, para peneliti menemukan beberapa jenis polimer dan karet di dalam air awan yang mengelilingi Gunung Fuji, gunung terbesar di Jepang, dan Gunung Ōyama. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Chemical Letters, semakin mengumpulkan bukti yang menunjukkan bahwa polusi plastik telah menyusup ke sebagian besar ekosistem di Bumi.

Mengutip dari laman Euro News, Sabtu (30/9/2023), fragmen plastik yang lebih kecil dari 5 mm atau kira-kira seukuran biji wijen telah ditemukan di bagian terjauh di planet ini dan di bagian paling intim tubuh manusia, termasuk darah, paru-paru, dan plasenta wanita hamil. "Sepengetahuan kami, penelitian ini adalah yang pertama mendeteksi mikroplastik di udara dalam air awan di troposfer bebas dan lapisan batas atmosfer," tulis para ilmuwan.

Inilah mengapa penemuan ini bukan saja tidak wajar namun juga mengkhawatirkan bagi iklim kita. Lalu bagaimana mikroplastik di awan berkontribusi terhadap perubahan iklim?

Air awan dikumpulkan di puncak dua gunung Jepang pada ketinggian antara 1.300--3.776 meter. Puncak Gunung Fuji terletak di troposfer bebas, sedangkan Gunung Ōyama memuncak di lapisan batas atmosfer di mana keduanya berada di lapisan terendah atmosfer bumi.

Para ilmuwan kemudian menggunakan teknik pencitraan canggih untuk menentukan ada atau tidaknya mikroplastik. Mereka menemukan sembilan jenis polimer berbeda dan satu jenis karet dalam mikroplastik di udara. 


Kerusakan Lingkungan di Masa Depan

Foto diambil pada 31 Agustus 2023 ini memperlihatkan pengunjung mendaki lereng Gunung Fuji, puncak tertinggi di Jepang dengan ketinggian 3.776 meter. Dengan jutaan pengunjung setiap tahunnya, Gunung Fuji bukan lagi tempat ziarah yang damai seperti dulu. (Mathias CENA/AFP)

Awan tersebut mengandung sebanyak 14 potong plastik per liter air dengan ukuran berkisar antara 7 hingga 95 mikrometer; sedikit di atas rata-rata lebar rambut manusia yaitu 80 mikrometer. Plastik bersifat hidrofobik tetapi menjadi hidrofilik (artinya suka air) setelah terpapar sinar ultraviolet dalam waktu lama, jelas para penulis.

Banyaknya polimer ini di beberapa sampel menunjukkan bahwa mereka mungkin bertindak sebagai “inti kondensasi” awan es dan air. Inti kondensasi adalah partikel kecil tempat uap air mengembun di atmosfer, sehingga penting untuk pembentukan awan.

"Secara keseluruhan, temuan kami menunjukkan bahwa mikroplastik di ketinggian dapat mempengaruhi pembentukan awan dan, pada gilirannya, dapat mengubah iklim," menurut para ilmuwan.

"Mikroplastik di troposfer bebas terangkut dan berkontribusi terhadap polusi global," kata penulis utama penelitian tersebut, Hiroshi Okochi dari Universitas Waseda.

Lebih lanjut peneliti mengungkap, jika isu 'polusi udara plastik' tidak ditangani secara proaktif, risiko perubahan iklim dan ekologi dapat menjadi kenyataan. Hal ini akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius dan tidak dapat diubah di masa depan.


Bagaimana Mikroplastik Bisa Mencapai Awan?

Gunung Fuji terlihat dari pinggiran kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, Jepang, pada Kamis (22/4/021). Gunung Fuji, yang terletak di perbatasan antara Prefektur Yamanashi dan Prefektur Shizuoka, adalah gunung tertinggi di Jepang (3776 meter). (Behrouz MEHRI / AFP)

Bagaimana mikroplastik bisa mencapai awan? Mikroplastik memiliki banyak sumber potensial, mulai dari microbeads dalam kosmetik hingga pupuk dan degradasi benda-benda besar seperti kantong plastik.

Seperti yang ditulis oleh penulis dengan sedikit pernyataan yang meremehkan, plastik telah menjadi sangat populer. Meskipun sudah banyak penelitian mengenai pelepasan fragmen-fragmen kecil ini ke lingkungan laut dan darat, penelitian mengenai mikroplastik di udara masih sangat terbatas.

Ada berbagai cara mereka bisa masuk ke atmosfer. Debu jalan raya, tempat pembuangan sampah, keausan ban, dan rumput buatan merupakan titik masuk potensial dari daratan.

Laut juga dapat mengirimkan mikroplastiknya ke angkasa melalui semprotan air laut dan “proses aerosolisasi” lainnya – di mana partikel-partikelnya dibuat cukup ringan untuk dibawa ke udara. 

"Ini menyiratkan bahwa mikroplastik mungkin telah menjadi komponen penting dari awan, mencemari hampir semua yang kita makan dan minum melalui 'curah hujan plastik',"menurut pernyataan tentang studi dari Universitas Waseda.

Para peneliti menambahkan bahwa, troposfer bebas merupakan jalur penting bagi pengangkutan polutan udara jangka panjang karena kecepatan angin yang kencang. Telah diamati pula bahwa mikroplastik di udara juga terbawa di troposfer bebas dan berkontribusi terhadap polusi global. 

Infografis Jurus Menko Luhut Tangani Polusi Udara di Jabodetabek. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya