Liputan6.com, Jakarta - Kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin melalui kopi sianida kembali mencuat. Jessica Kumala Wongso telah diputuskan oleh pengadilan bersalah dan harus menjalani penjara selama 20 tahun.
Kasus kopi sianida ini kembali muncul setelah Netflix menayangkan film dokumenter bertajuk 'Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso'. "Film dokumenter ini memaparkan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang melingkupi persidangan Jessica Wongso.
Advertisement
menengok 7 tahun lalu, penasihat hukum Jessica Kumala Wongso yaitu Yudi Wibowo Sukinto pernah melontarkan kecurigaan, ada pihak yang sengaja mengakhiri hidup Mirna, agar bisa mencairkan dana asuransi jiwa USD 5 juta.
Yudi Wibowo yang juga merupakan sepupu dari Jessica Kumala Wongso ini mengaku mendapat informasi ini di luar negeri.
"Saya curiga ada asuransi jiwa atas nama Wayan Mirna, dengan jumlah besar di luar negeri. Kalau motif dibunuh maka dapat asuransi USD 5 juta," kata dia pada Jumat 4 Maret 2016.
Yudi mengaku heran dengan pola penyidikan polisi, yang sejak awal hanya berkutat ke Jessica. Polisi mestinya mengembangkan analisa ke latar belakang kehidupan Mirna.
Karena, lanjut dia, tidak menutup kemungkinan ada pelaku lain yang memanfaatkan keberadaan Jessica di Kafe Olivier, Grand Indonesia.
"Mengapa yang disangka Jessica terus? Padahal tidak menutup kemungkinan orang lain selain Jessica," ujar dia.
Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso Diangkat Jadi Film Dokumentar di Netflix
Pada 2016, kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Kumala Wongso atau Jessica Wongso melalui kopi bersianida sempat menggemparkan Indonesia. Setelah tujuh tahun berlalu, cerita seputar kasus tersebut akan ditayangkan dalam format film di layanan streaming.
Dilansir dari laman Youthopia dan akun Instagram Netflix Indonesia, Senin, 28 Agustus 2023, kasus pembunuhan tersebut bakal dirangkum dalam film dokumenter bertajuk 'Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso'. "Film dokumenter ini memaparkan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang melingkupi persidangan Jessica Wongso, bertahun-tahun setelah kematian sahabatnya, Mirna Salihin,” tulis Netflix Indonesia.
Kasus pembunuhan dan kemudian persidangan yang menghadirkan Jessica Wongso sebagai terdakwa pada 2016 itu mendapat banyak perhatian dari masyarakat karena disiarkan langsung di televisi. Belum ada detail tanggal penayangan film dokumenter itu. Namun, Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso sudah dijadwalkan tayang pada September 2023 di Netflix.
Sebelum rencana pemutaran film dokumenter tentang kasus kopi sianida yang akan tayang di Netflix tersebut, ada serial yang ceritanya diayakini terinspirasi dari kasus Jessica Wongso. Serial bertajuk Sianida yang tayang pada 2021 itu sempat memunculkan sejumlah kontroversi. Salah satunya menampilkan sepasang penyuka sesama jenis.
Sianida digadang-gadang menjadi serial Indonesia pertama yang secara berani menampilkan LGBT. Serial yang rilis pada 25 Agustus 2021 itu mengusung kasus pembunuhan kopi sianida dengan menampilkan sepasang lesbian yang diperankan oleh Jihane Almira dan Aghniny Haque.
Advertisement
Serial Sianida Jadi Kontroversi
Serial Sianida yang tayang mulai 25 Agustus 2021 di WeTV dan iflix ini memiliki 12 episode yang tiap episodenya rilis setiap Rabu. Sianida berkisah tentang Amelia (Jihane Almira) dan Jenny (Aghniny Haque) merupakan sepasang kekasih yang saling mencintai sejak awal. Serial ini menjadi serial Indonesia pertama yang secara berani menampilkan LGBT, bahkan terdapat adegan ciuman antara keduanya.
Selain itu, alur cerita yang mirip dengan kasus yang menimpa Wayan Mirna Salihin pun diprotes oleh keluarga. Saudara kembar Mirna, Sandy Salihin mengungkapkan kekecewaannya melalui Instagram Stories-nya. Menurut Sandy, tidak semestinya serial itu membuka kembali kisah pilu yang menimpa saudaranya.
Dilansir dari kanal Hot Liputan6.com, 2 September 2021, Sandy Salihin menilai serial tersebut menceritakan kisah keluarganya dan kasus pembunuhan Mirna dengan pelakunya, Jessica Wongso. Ia merasa geram ketika kasus pembunuhan Mirna jadi inspirasi pembuatan serial tersebut. Sandy juga menuding mereka mengeksploitasi kesedihan hidup orang lain.
Kemiripan Cerita Sianida dengan Kasus Jessica Wongso
Sandy mengatakan serial itu membuka cerita pilu bagi keluarganya. "Orang-orang ini membuka luka lama untuk keluarga kami. Mau terinspirasi kek, mau bilang fiksi, semua Indonesia juga tahu ini film tentang keluarga siapa," ujarnya di Instagram stories miliknya.
Di akhir protesnya, Sandy minta agar orang-orang menghormati privasi keluarganya. "Saya hanya ingin mengatakannya dengan lantang, tolong bersikap sopan dan hargai keluarga kami," tulis Sandy.
Dalam jumpa pers peluncuran serial Sianida, produser Raam Pinjabi menyanggah kalau cerita yang diangkat adalah adaptasi dari kasus pembunuhan Mirna yang diracun kopi sianida. Raam juga menegaskan kalau serial Sianida merupakan cerita fiktif.
Jessica Wongso divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 27 Oktober 2016. Jessica dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena dinilai terbukti bersalah membunuh temannya, Wayan Mirna Salihin, menggunakan sianida yang dibubuhkan ke dalam kopi Vietnam.
Advertisement
Upaya Hukum Jessica Wongso
Kubu Jessica keberatan dengan putusan itu. Mereka pun mengajukan upaya banding hingga tahap kasasi atas putusan tersebut. Namun, semua upaya itu ditolak dan justru menguatkan putusan pada pengadilan tingkat pertama.
Pada Desember 2018, upaya hukum luar biasa Jessica Kumala Wongso kembali kandas. Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali atau PK yang diajukan terpidana pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin. Juru Bicara MA, Abdullah, membenarkan bahwa Hakim Agung MA telah memutuskan perkara No. 69 PK/PID/2018.
"Menurut kepaniteraan sudah diputus beberapa hari lalu, tanggalnya saya lupa," kata Abdullah pada tim News Liputan6.con, Selasa, 31 Desember 2018. Sesuai perundangan yang berlaku, ada tiga alasan pengajuan PK atas putusan yang ditetapkan dari pengadilan tingkat pertama.
Alasan pertama adalah adanya alat bukti baru yang belum pernah diajukan di pengadilan tingkat pertama. "Sementara tidak alasan untuk itu (bukti baru)," kata Abdullah.
Syarat berikutnya adalah putusan yang saling bertentangan. Menurut Abdullah, tidak ada putusan yang saling bertentangan dalam putusan yang diketuk hakim di tingkat pertama.Alasan terakhir adalah kehilafan hakim. Abdullah menyebut, hakim tidak menemukan adanya kekhilafan hakim dalam putusan tersebut.