Intervensi Krisis Iklim, Paus Fransiskus: Dunia Sedang Runtuh Mendekati Titik Puncaknya

Pernyataan Paus Fransiskus muncul melalui "nasihat kepausan" yang diterbitkan oleh Vatikan pada Rabu (4/10) pagi, sebuah seruan yang terutama ditujukan kepada umat Katolik, namun juga dunia.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Okt 2023, 19:40 WIB
Paus Fransiskus berdoa saat merayakan Misa Malam Natal, di Basilika Santo Petrus, di Vatikan, Jumat (24/12/2021). Paus Fransiskus merayakan Misa Malam Natal di hadapan sekitar 1.500 orang di Basilika Santo Petrus. (AP Photo/Alessandra Tarantino)

Liputan6.com, Vatican City - Paus Fransiskus mengatakan bahwa negara-negara kaya harus melakukan perubahan besar untuk mengatasi krisis iklim. Dia membela para pengunjuk rasa iklim dan mendesak pemerintah menjadikan KTT Perubahan Iklim Cop28 yang akan datang sebagai titik balik.

Pemimpin umat Katolik itu menyerukan percepatan transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Namun, Paus Fransiskus memperingatkan agar tidak bergantung pada teknologi baru seperti penangkapan dan penyimpanan karbon.

"Tanpa tindakan tegas, dunia akan menghadapi point of no return," katanya, seperti dilansir The Guardian, Kamis (5/10/2023). "Respons kita belum memadai, sementara dunia yang kita tinggali sedang runtuh dan mungkin mendekati titik puncaknya."

Pernyataan Paus Fransiskus tersebut muncul melalui "nasihat kepausan" yang diterbitkan oleh Vatikan pada Rabu (4/10) pagi, sebuah seruan yang terutama ditujukan kepada umat Katolik, namun juga dunia. Dokumen setebal 10 halaman, yang diberi nama "Laudate Deum" yang artinya "Puji Tuhan" adalah intervensi besar pertamanya terhadap krisis iklim selama delapan tahun.

Ensikliknya yang sebelumnya, "Laudato Si", diterbitkan pada tahun 2015, tidak lama sebelum KTT Perubahan Iklim Cop21 yang bersejarah di mana Perjanjian Paris ditandatangani. Paus Fransiskus sangat menaruh perhatian terhadap iklim, di mana dia telah berulang kali memperingatkan "darurat iklim".

Sang paus menyerukan perubahan besar dalam gaya hidup tidak bertanggung jawab dan membela tindakan kelompok-kelompok yang digambarkan secara negatif sebagai "radikalisasi".

"Pada kenyataannya, mereka mengisi ruang yang dibiarkan kosong oleh masyarakat secara keseluruhan, yang seharusnya memberikan 'tekanan' yang sehat, karena setiap keluarga harus menyadari bahwa masa depan masyarakat anak-anak mereka dipertaruhkan," ujarnya.


Harapan untuk KTT Perubahan Iklim Cop28

Ilustrasi perubahan iklim. (Dok. Pixabay)

Paus Fransiskus berharap agar KTT Cop28, yang akan diadakan di Dubai pada November dan Desember 2023, melampaui mentalitas yang terlihat prihatin tetapi tidak memiliki keberanian yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan besar.

Dia juga menunjuk pada peran kunci dari tuan rumah Cop28, Uni Emirat Arab (UEA), menekankan bahwa negara itu adalah produsen dan eksportir besar minyak, di mana perusahaan-perusahaan minyak dan gas di sana sedang merencanakan proyek baru yang bertujuan lebih meningkatkan produksi.

"Mengatakan bahwa tidak ada harapan sama sekali adalah tindakan bunuh diri karena hal ini berarti membuat seluruh umat manusia, terutama kelompok termiskin, terkena dampak terburuk dari perubahan iklim," sebut Paus Fransiskus.

"Kita tetap berharap bahwa Cop28 akan memungkinkan percepatan transisi energi yang menentukan. Konferensi ini dapat mewakili perubahan arah, menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan sejak tahun 1992 sebenarnya serius dan layak untuk dilakukan, jika tidak maka akan menjadi kekecewaan besar dan membahayakan kebaikan apapun yang telah dicapai sejauh ini."


Paus Fransiskus: Jangan Bergantung pada Hal Teknis

Ilustrasi perubahan iklim. (Dok. Stuart Hampton/Pixabay)

Paus Fransiskus tidak menyerukan penghentian penggunaan bahan bakar fosil seperti yang dilakukan beberapa negara, namun dia menyerukan perluasan energi terbarukan. Dia memuji teknologi yang dapat membantu mengurangi emisi, namun memperingatkan agar tidak terlalu bergantung pada perbaikan teknis.

"Beberapa intervensi dan kemajuan teknologi yang memungkinkan penyerapan atau penangkapan emisi gas terbukti menjanjikan," tulisnya. "Meskipun demikian, kita berisiko terjebak dalam pola pikir menambal retakan, padahal sebenarnya ada kerusakan yang terus terjadi dan hal ini terus kita kontribusikan."

"Menganggap bahwa semua masalah di masa depan dapat diselesaikan dengan intervensi teknis baru adalah sebuah bentuk pragmatisme yang mematikan, seperti mendorong bola salju ke bawah."

 


Direspons Positif

Ilustrasi perubahan iklim (Markus Spiske/Unsplash).

Para pegiat iklim menyambut baik intervensi Paus Fransiskus.

Bill McKibben, juru kampanye iklim dan salah satu pendiri 350.org dan Third Act, mengatakan, "Pekerjaan para pemimpin spiritual di seluruh dunia mungkin merupakan peluang terbaik kita untuk mencapai tujuan tersebut. Ya, para insinyur telah melakukan tugasnya. Ya, para ilmuwan telah melakukan tugasnya. Namun, inilah saat yang tepat bagi hati manusia untuk melakukan tugasnya. Untuk itulah kita membutuhkan kepemimpinan ini."

Christiana Figueres, mantan sekretaris eksekutif UNFCCC yang memimpin proses Perjanjian Paris 2015, mengatakan, "Saya dengan hangat menyambut nasihat baru Bapa Suci. Dia mengingatkan kita untuk menggunakan tiga bahasa manusia ... kepala, hati, dan tangan, untuk melindungi alam dan masyarakat kita yang paling rentan."

Paus Fransiskus memilih untuk menerbitkan nasihat kepausan pada Hari Raya Santo Fransiskus dari Assisi, yang namanya dia pilih untuk masa kepausannya. Santo Fransiskus dari Assisi sendiri dikenal atas kepeduliannya terhadap alam dan kesederhanaan gaya hidupnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya