Serangan Brutal Rusia Tewaskan 51 Orang Warga Desa Ukraina, Termasuk Anak 6 Tahun

PBB mengecam keras tindakan Rusia di desa Ukraina.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 06 Okt 2023, 01:30 WIB
Dampak serangan Rusia ke desa Hroza di Ukraina, Kamis (5/10/2023). Dok: X @rustem_umerov, Menteri Pertahanan Rusia. Foto ini diritwit oleh akun Kementerian Pertahanan Ukraina.

Liputan6.com, Hroza - Sebuah desa di Ukraina menjadi sasaran aksi militer Rusia. Setidaknya 51 orang dilaporkan tewas pada Kamis petang waktu London (5/10/2023). 

Akun X (Twitter) resmi Kementerian Pertahanan Ukraina @DefenceU menyebut bahwa rudal Rusia menghantam sebuah kafe dan tempat belanja di desa Hroza, wilayah Kharkiv. Salah satu korban adalah anak laki-laki berusia enam tahun.

"Para teroris dengan sengaja melancarkan serangan saat makan siang, untuk memastikan jumlah korban maksimum," tulis @DefenceU.

Sementara, BBC melaporkan bahwa serangan terjadi pukul 13.15 waktu setempat. Saat itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky melaksanakan pertemuan dengan para pemimpin Eropa.

Kepala Wilayah Kharkiv, Oleh Synyehubov, berkata ada juga gadis enam tahun yang terluka akibat serangan tersebut. Kementerian Dalam Negeri Ukraina berkata ada tujuh orang yang dilarikan ke rumah sakit.

"Serangan Barbar"

Pihak PBB turut  mengecam serangan Rusia tersebut.

"Atas nama PBB dan komunitas kemanusiaan, saya menyampaikan duka cita terdalam saya kepada keluarga yang berduka," ujar Koordinator Kemanusian untuk Ukraina, Denise Brown, dalam pernyataan resmi. "Pikiran kita juga bersama rakyat Ukraina, yang harus menyaksikan hari ini, sekali lagi, konsekuensi barbar lainnya dari invasi Rusia.

Lokasi yang disasar Rusia adalah desa kecil yang hanya punya 501 orang penduduk. Serangan Rusia lantas telah membunuh 10 persen penduduknya.

Duta Besar Inggris untuk Ukraina, Martin Harris, berkata kaget saat mendengar aksi Rusia. "Saya merasa ngeri saat mendengar kabar serangan barbar Rusia kepada desa Hroza dan kematian lusinan warga sipil, ujarnya seperti dikutip BBC.

"Duka cita mendalam saya bagi semua yang kehilangan orang-orang tercinta. Kita harus mengalahkan kejahatan ini," tegas Dubes Harris.


Cerita Jurnalis Al Jazeera Soal Getirnya Dampak Perang Rusia-Ukraina

Asap mengepul setelah ledakan selama misi penjinakan ranjau oleh anggota tim penjinak ranjau dari Layanan Darurat Negara Ukraina di dekat desa Hryhorivka, Wilayah Zaporizhzhia, di tengah invasi Rusia pada 5 Mei 2022. Musim tanam tahun ini petani membutuhkan lebih dari bahan bakar dan pupuk. Kini, mereka juga membutuhkan jaket antipeluru dan ranjau untuk menghancurkan bom yang tersebar di ladang mereka. (Dimitar DILKOFF / AFP)

Sebelumnya dilaporkan: 

Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) menggelar sebuah diskusi publik bertajuk "Ukraine Behind the Scenes" pada Senin, 25 September 2023. Acara ini bertujuan untuk membuka mata publik terhadap situasi nyata yang tengah terjadi di Ukraina.

Ukraina telah menjadi fokus perhatian dunia karena parahnya situasi yang terjadi di sana, seperti yang dibongkar oleh Stephanie Vaessen, seorang jurnalis Al Jazeera yang menjadi narasumber utama dalam diskusi publik yang diadakan oleh FPCI.

 Vaessen mulai bercerita tentang kehidupan yang dijalani masyarakat Ukraina saat ini. Agar para peserta diskusi bisa turut merasakan suasana yang terjadi di Ukraina, ia memutar sebuah rekaman audio sirine melalui telepon genggamnya.

"Kami mendengar ini setiap hari, menjalani hidup yang dengan serangan setiap harinya," ujarnya.

Vaessen melanjutkan bagaimana serangan dari Rusia mempengaruhi hampir seluruh sektor penting yang berjalan di Ukraina, salah satunya adalah sektor perekonomian. Masyarakat Ukraina tak dapat bekerja dengan normal dengan keadaan seperti ini.

"Banyak yang begitu kelelahan sehingga mereka enggan pergi ke tempat penampungan karena akan sulit untuk beraktivitas. Bagaimana mungkin seseorang bisa menjalani kehidupan normal saat mereka berada di tempat penampungan sepanjang hari ketika mereka harus bekerja? Perekonomian sedang berjalan, orang-orang harus bekerja," jelasnya.

 


Realitas Kelam Kyiv

Stephanie Vaessen, jurnalis Al Jazeera dalam diskusi publik FPCI yang bertajuk "Ukraine Behind the Scenes" pada Senin, 25 September 2023. (Liputan6/Therresia Maria Magdalena Morais)

Stephanie Vaessen melanjutkan ceritanya tentang kunjungannya pertama kali ke Kyiv setelah terjadinya invasi besar-besaran.

Ia memutar sebuah video yang menggambarkan keadaan saat itu dan menguraikan seberapa mengkhawatirkannya situasi di Kota Kyiv saat itu. Video yang diputar berfokus pada keadaan masyarakat, bukan pemerintah ataupun militer.

"Banyak warga yang memilih untuk tetap tinggal di kota, bersembunyi di bawah tanah stasiun metro. Keadaannya sangat mencekam. Tank-tank Rusia memenuhi seluruh Kota Kyiv, dan barisan panjang tank Rusia terlihat melintasi perbatasan menuju Kyiv," tutur Vaessen.

Vaessen juga membagikan kisah-kisah tentang kekejaman yang terjadi setelah pasukan Rusia akhirnya diusir dari Kyiv, “Ada banyak insiden kekerasan dan dugaan tindakan kejahatan perang yang mulai terungkap. Banyak nyawa melayang di sana, beberapa di antaranya tewas secara sewenang-wenang, dan kasus pemerkosaan terhadap perempuan juga terjadi.”

Stephanie memilih untuk mendekati isu ini dari perspektif masyarakat yang merasakan dampak langsung dari konflik ini. Baginya, berinteraksi secara langsung dengan warga adalah prioritas utama, karena merekalah yang paling merasakan getirnya perang ini.


Dampak Trauma

Prajurit Ukraina berjalan di antara puing-puing bangunan yang rusak setelah serangan Rusia di Kharkiv, Ukraina, 16 April 2022. Sejak invasi Rusia ke Ukraina, perang terus berkecamuk hingga bulan ini, Februari 2023. (AP Photo/Felipe Dana, File)

Dalam diskusi ini, Stephanie Vaessen turut berbicara bagaimana situasi yang terjadi di Ukraina saat ini telah mengakibatkan krisis kesehatan mental. Banyak dari masyarakat mengalami trauma yang mendalam akibat mengalami kepada kejadian-kejadian yang sangat mengerikan.

"Saya telah berkesempatan untuk mewawancarai beberapa pria yang berasal dari pabrik, di mana ratusan dari mereka telah ditahan oleh pihak Rusia. Mereka harus menyaksikan sendiri rekan-rekan mereka yang lebih muda menjadi korban. Para pria ini kemudian ditahan di Rusia sebelum akhirnya dibebaskan dan sekarang mereka sedang menjalani berbagai bentuk terapi," ungkap Vaessen.

Menurut Vaessen, masalah kesehatan mental ini tidak hanya memengaruhi segelintir individu, tetapi telah meluas dan menjadi masalah besar bagi seluruh bangsa Ukraina.

"Mereka telah menyaksikan terlalu banyak hal mengerikan, dan bahkan kita belum membahas kisah-kisah yang terjadi di terhadap masyarakat kecil, juga yang terjadi di tempat pendudukan oleh pasukan Rusia," tambahnya.

Vaessen meyakini bahwa Ukraina sedang menghadapi krisis kesehatan mental serius pada saat ini. Dampak dari tekanan konflik yang telah berlangsung selama satu setengah tahun terakhir sudah mulai terasa, meskipun masyarakat berupaya untuk tetap kuat, gejala-gejala beban ini jelas terlihat.

"Pemberian bantuan dan dukungan dalam hal kesehatan mental di Ukraina saat ini menjadi sangat penting. Setiap tindakan atau program yang mampu membantu mengatasi krisis ini akan menjadi langkah positif menuju penyembuhan dan pemulihan mental bagi masyarakat Ukraina yang merasakan dampak berat dari konflik ini," pungkasnya.

Infografis 1 Tahun Invasi Rusia ke Ukraina, Jumlah Korban dan Dampak. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya