Liputan6.com, Jakarta Saham emiten produsen beras kompak menguat pada perdagangan Kamis, 5 Oktober 2023. Penguatan harga saham emiten beras itu terjadi di tengah kenaikan harga beras di Indonesia. Lantas, bagaimana pergerakan saham emiten produsen beras?
Melansir data RTI, saham emiten produsen beras PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI) melonjak 4,76 persen ke posisi Rp 132 per saham.
Advertisement
Saham HOKI dibuka stagnan di posisi Rp 126. Saham HOKI berada di level tertinggi Rp 135 dan terendah Rp 126 per saham. Total frekuensi perdagangan 2.089 kali dengan volume perdagangan 30,79 juta saham. Nilai transaksi Rp 4,07 miliar.
Pada sebulan terakhir, saham HOKI telah menguat 4,76 persen. Secara year to date (ytd), saham HOKI juga menguat 28,16 persen.
Demikian juga saham PT Wahana Inti Makmur Tbk (NASI) menguat 3,75 persen ke posisi Rp 83 per saham. Saham NASI berada di kisaran tertinggi Rp 86 dan terendah Rp 71 pada perdagangan Kamis, 5 Oktober 2023. Total volume perdagangan saham 7,63 juta saham dan nilai transaksi Rp 635,78 juta.
Selama sebulan terakhir, saham NASI sudah naik 3,75 persen. Akan tetapi, ytd, saham NASI merosot 17,82 persen.
Head of investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger MM menilai sejumlah emiten produsen beras berpotensi mampu meningkatkan kinerja keuangannya pada tahun ini seiring kenaikan harganya. Selain itu, cuaca El Nino juga menjadi indikator keberlanjutan harga beras.
Dengan begitu, ia mencermati prospek emiten produsen beras ini bakal cerah dalam beberapa waktu mendatang. Sebab, kinerja keuangan akan ikut terkerek seiring kenaikan harga beras berlangsung.
"Karena diprediksi akan berlanjut hingga akhir tahun maka peluang untuk emiten emiten beras dalam jangka pendek masih berpeluang tentunya dengan melihat perkembangan El Nino dan juga langkah pemerintah dalam menangani masalah ini," kata Roger kepada Liputan6.com, Kamis (5/10/2023).
Bagi para investor, Roger menyebut saham PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI) dan PT Wahana Inti Makmur Tbk (NASI) dapat dipertimbangkan hingga akhir 2023.
Sementara itu, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian mencermati emiten beras saat ini sedang dilanda sentimen yang kurang baik, yakni melonjaknya harga beras, sehingga memberatkan konsumen.
"Selain itu, kebijakan peemrintah yang tiba-tiba bisa merugikan produsen beras, semisal menetapkan harga beras juga turut menekan kinerja emiten," kata Fajar.
Dengan demikian, Fajar menyarankan agar investor wait and see terlebih dahulu terhadap saham emiten produsen beras atau menunggu harga beras stabil dan kondusif.
Sebelumnya, harga beras terus mengalami kenaikan dalam beberapa bulan terakhir. pedagang mengatakan kenaikan harga beras ini mencetak rekor tertinggi. Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti pun buka suara penyebab kenaikan harga beras ini.
"Untuk Inflasi beras September 2023 secara month to month (bulanan) merupakan yang tertinggi sejak Februari 2018," kata Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Dia mencatat, inflasi beras pada September 2023 mencapai 5,61 persen secara bulanan (mtm) dengan andil 0,18 persen. Sedangkan, inflasi beras sebesar secara tahunan (yoy) sebesar 18,44 persen dengan andil inflasi 0,55 persen.
Amalia mengungkapkan, kenaikan harga beras saat ini tak lepas dari terus turunnya faktor produksi sejak Agustus 2023 lalu. Di sisi lain konsumsi masyarakat terhadap bahan pangan sumber karbohidrat tersebut tetap tinggi.
Hal ini berdampak pada menipisnya pasokan beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, tren penurunan produksi beras menjelang akhir tahun dibandingkan awal tahun lumrah terjadi di setiap tahunnya.
"Memang ada kecenderungan penurunan jumlah produksi beras dari bulan Agustus ke bulan bulan berikutnya sampai dengan akhir tahun disebabkan karena faktor musiman. Jadi, seperti biasanya memang di akhir tahun itu produksi beras relatif lebih rendah dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya," beber Amalia.
Selain faktor produksi, kenaikan harga beras juga dipengaruhi oleh kebijakan larangan ekspor yang dilakukan sejumlah produsen utama akibat inflasi, perubahan iklim hingga El-Nino. Semisal India sampai Vietnam.
"Di beberapa negara penghasil utama beras dunia, seperti Thailand kemudian Vietnam dan juga India itu juga sudah mulai terjadi penurunan produksi beras, bahkan India melakukan kebijakan untuk pembatasan ekspor," tegasnya.
Lanjutnya, Amalia memastikan pemerintah tidak berdiam diri dalam merespon kenaikan harga beras yang kian mencekik masyarakat. Salah satunya pemerintah terus mengoptimalkan peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah atau TPID untuk mengendalikan laju inflasi beras.
"Dengan adanya TPID yang kemudian bagaimana memastikan, mengantisipasi gangguan sisi supply ini dengan lebih baik oleh pemerintah," pungkasnya.