Liputan6.com, Jakarta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan awal soal dugaan pengaturan penetapan bunga pinjaman online oleh asosiasi pinjol. KPPU menduga asosiasi bersama anggotanya bersepakat untuk menetapkan bunga pinjaman tersebut.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menjelaskan, penyelidikan awal ini akan menyasar Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan perusahaan anggotanya. Menurutnya, AFPI diduga melakukan pengaturan/penetapan suku bunga pinjaman yang dikenakan ke penerima pinjaman atau konsumennya.
Advertisement
"Intinya, ada asosiasi pelaku usaha yang harusnya bersaing, malah bersepakat secara bersama-sama menetapkan biaya atau harga yang dibayarkan konsumen," ujar dia kepada Liputan6.com, Junat (6/10/2023).
Besaran Bunga Pinjol
Deswin menyebut, data awal yang dikantonginya, diduga AFPI menetapkan besaran bunga pinjol sebesar 0,8 persen per hari untuk konsumen. Namun, angka ini disebut masih akan didalami kembali dalam proses penyelidikan yang baru dimulai.
Dia menegaskan titik beratnya ada di poin dugaan bersepakatnya anggota AFPI untuk menerapkan bunga pinjol yang sama rata. Informasi, terdapat sekita 89 perusahaan yang terdaftar di dalam AFPI. "Dugaan awal KPPU 0,8 persen. Jadi soal besaran itu (akan) didalami, yang pasti masalah kesepakatan antar pelaku usahanya," tegasnya.
Dalami Dugaan Kartel
Komisi Pengawas Persaingaj Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik kartelisasi penentuan bunga pinjaman online (pinjol) oleh asosiasi perusaah pinjol. Untuk itu, KPPU membentuk tim untuk menelusuri dugaan tersebut.
Direktur Investigasi Goprera Panggabean menjelaskan pihaknya mulai penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
"KPPU segera membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan tersebut. Proses penyelidikan awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan pembentukan satuan tugas," ujar dia dalam keterangannya, Kamis (5/10/2023).
Penyelidikan awal ini berawal dari penelitian yang dilakukan KPPU atas sektor pinjaman daring (online) berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat. Dari penelitian, KPPU menemukan terdapat pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penentuan komponen pinjaman kepada konsumen.
Khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen (nol koma delapan persen) per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman.
Advertisement
Persaingan Usaha Tak Sehat
KPPU menemukan bahwa penetapan AFPI tersebut telah diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang terdaftar. Tercatat, ada 89 anggota yang tergabung dalam fintech lending atau peer-to-peer lending.
"KPPU menilai bahwa penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tegasnya.
Untuk itu, KPPU menjadikan temuan ini ditindaklanjuti dengan penyelidikan awal perkara inisiatif, antara lain guna memperjelas identitas Terlapor, pasar bersangkutan, dugaan pasal Undang-Undang yang dilanggar, kesesuaian alat bukti, maupun simpulan perlu atau tidaknya dilanjutkan ke tahap Penyelidikan.
Bunga Pinjol Anggota AFPI
Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melarang pinjaman online (pinjol) mengenakan biaya bunga kredit atau biaya pinjaman di atas 0,4 persen per hari. Jika melebihi batasan tersebut maka dinyatakan melanggar peraturan yang telah ditetapkan OJK.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, batas biaya pinjaman bunga pinjol sebesar 0,4 persen per hari itu telah termasuk biaya struktural lainnya, seperti biaya administrasi, biaya layanan, bunga, biaya teknologi, atau biaya asuransi.
"Batas pinjaman memang berdasarkan kode etik diberikan pembatasan 0,4 persen per hari. Batas biaya pinjaman. Karena kami memahami struktur biaya itu ada beberapa. Ada biaya administrasi, layanan, biaya teknologi, biaya risk management, asuransi, semua biaya ini kita beri batasan digabung jadi satu," kata Sunu seperti ditulis, Sabtu (23/9/2023).
Di sisi lain, Sunu mengungkapkan terdapat paltform atau perusahaan pinjol yang biaya layanan tinggi tapi biaya bunganya rendah. Ada juga biaya bunganya tinggi, namun biaya layanan rendah. Hal tersebut justru memudahkan AFPI untuk memantau pinjol-pinjol untuk mengetahui apakah mereka melakukan pelangaran atau tidak.
"Karena memudahkan buat monitoring kami. Kita patroli di platform. Kita cek ada pelanggaran apa tidak. Ada pelanggaran atau tidak," ujarnya.
Advertisement