KPPU Duga Ada Kartel Bunga Pinjol, OJK Diminta Turun Tangan

AFPI harus mengacu pada OJK dalam penentuan bunga pinjol harian itu. Ditambah lagi, OJK bisa memiliki kewenangan lebih untuk menentukan bunga pinjol.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 06 Okt 2023, 13:40 WIB
KPPU menduga dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) ada upaya bersama-sama menetapkan bunga pinjol 0,8 persen per hari. Alhasil, ini dinilai bisa menciderai praktik persaingan usaha. (Liputan6.com/Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai menyelidiki dugaan pengaturan bunga pinjaman online (pinjol) yang dijalankan asosiasi pinjol. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta turut berperan dalam mengatur bunga pinjol tersebut.

Kepala Pusat Peneliti Ekonomi Digital dan UMKM Indef Nailul Huda menyebut, penetapan besaran bunga pinjol yang dilakukan Asosiasi perlu dilihat lebih jauh. Apakah itu sebagai rekomendasi semata atau wajib diikuti seluruh anggota asosiasi.

"Tergantung apakah penetapan itu bersifat memaksa atau menjadi acuan saja. Jika menjadi acuan, maka konsepnya akan seperti penetapan suku bunga LPS ataupun BI karena sifatnya adalah acuan saja," ujarnya kepada Liputan6.com, Jumat (6/10/2023).

Diketahui, KPPU menduga dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) ada upaya bersama-sama menetapkan bunga pinjol 0,8 persen per hari. Alhasil, ini dinilai bisa menciderai praktik persaingan usaha.

Huda menyebut, AFPI harus mengacu pada OJK dalam penentuan bunga pinjol harian itu. Ditambah lagi, menurutnya, OJK bisa memiliki kewenangan lebih untuk menentukan bunga pinjol.

"Tentu AFPI juga harus mengacu kepada OJK dalam penetapan acuan suku bunga harian tersebut. Jika saya sarankan juga, OJK mempunyai kewenangan juga untuk penetapan suku bunga harian tersebut agar tidak terkesan industri yang “menentukan” suku bunga," terangnya.

Dengan demikian, diperlukan langkah regulasi yang jelas agar menjadi payung hukum aturan tadi. Tujuannya, menciptakan win-win solution antara pelaku usaha dan konsumen pinjol.

"Maka OJK perlu peraturan yang bisa menjadi rujukan bahwa ada pengaturan mengenai bunga agar tidak memberatkan borrower plus tetap bisa menjadikan lender tertarik," ujar dia.

"Setahu saya AFPI punya perhitungan sesuai dengan bisnis model dan cost mereka. Selain itu, memang disesuaikan dengan suku bunga yang diterima oleh lender," sambung Huda.

 


KPPU Bakal Dalami Soal Ini

Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. Unsplash/Benjamin Dada

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai melakukan penyelidikan awal soal dugaan pengaturan penetapan bunga pinjaman online oleh asosiasi pinjol. KPPU menduga asosiasi bersama anggotanya bersepakat untuk menetapkan bunga pinjaman tersebut.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menjelaskan, penyelidikan awal ini akan menyasar Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan perusahaan anggotanya. Menurutnya, AFPI diduga melakukan pengaturan/penetapan suku bunga pinjaman yang dikenakan ke penerima pinjaman atau konsumennya.

"Intinya, ada asosiasi pelaku usaha yang harusnya bersaing, malah bersepakat secara bersama-sama menetapkan biaya atau harga yang dibayarkan konsumen," ujar dia kepada Liputan6.com, Junat (6/10/2023).

Deswin menyebut, data awal yang dikantonginya, diduga AFPI menetapkan besaran bunga pinjol sebesar 0,8 persen per hari untuk konsumen. Namun, angka ini disebut masih akan didalami kembali dalam proses penyelidikan yang baru dimulai.

Dia menegaskan titik beratnya ada di poin dugaan bersepakatnya anggota AFPI untuk menerapkan bunga pinjol yang sama rata. Informasi, terdapat sekita 89 perusahaan yang terdaftar di dalam AFPI.

"Dugaan awal KPPU 0,8 persen. Jadi soal besaran itu (akan) didalami, yang pasti masalah kesepakatan antar pelaku usahanya," tegasnya.

 


Dalami Dugaan Kartel

Ilustrasi Pinjaman Online alias Pinjol. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Komisi Pengawas Persaingaj Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik kartelisasi penentuan bunga pinjaman online (pinjol) oleh asosiasi perusaah pinjol. Untuk itu, KPPU membentuk tim untuk menelusuri dugaan tersebut.

Direktur Investigasi Goprera Panggabean menjelaskan pihaknya mulai penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

"KPPU segera membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan tersebut. Proses penyelidikan awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan pembentukan satuan tugas," ujar dia dalam keterangannya, Kamis (5/10/2023).

Penyelidikan awal ini berawal dari penelitian yang dilakukan KPPU atas sektor pinjaman daring (online) berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat. Dari penelitian, KPPU menemukan terdapat pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penentuan komponen pinjaman kepada konsumen.

Khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen (nol koma delapan persen) per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman.

 


Persaingan Usaha Tak Sehat

KPPU menemukan bahwa penetapan AFPI tersebut telah diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang terdaftar. Tercatat, ada 89 anggota yang tergabung dalam fintech lending atau peer-to-peer lending.

"KPPU menilai bahwa penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tegasnya.

Untuk itu, KPPU menjadikan temuan ini ditindaklanjuti dengan penyelidikan awal perkara inisiatif, antara lain guna memperjelas identitas Terlapor, pasar bersangkutan, dugaan pasal Undang-Undang yang dilanggar, kesesuaian alat bukti, maupun simpulan perlu atau tidaknya dilanjutkan ke tahap Penyelidikan.

Infografis Pinjol Menjamur, Utang Menumpuk (Ilustrasi: Abdillah/Liputan6.com)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya