Liputan6.com, Jakarta - Tim dari Universitas Nusa Cendana (Undana) berhasil memenangkan kompetisi Saring Daring University Challenge (U-Challenge). Tim Udana dinilai berhasil memproduksi video terbaik tentang literasi digital.
Kompetisi itu digelar oleh United States Agency for International Development (USAID) dengan kolaborasi bersama Meta serta Love Frankie.
Advertisement
Berdasarkan rilis Kedubes AS, Jumat (6/10/2023), kegiatan U-Challenge yang melibatkan hampir 200 mahasiswa dan mahasiswi dari enam universitas. Kompetisi ini mendayagunakan kreativitas dan antusiasme generasi muda Indonesia untuk mempromosikan literasi digital, pemikiran kritis, dan pesan daring yang positif melalui video berdurasi 90 detik.
Tim Udana disebut membuat dua video yang secara efektif mengilustrasikan pentingnya pemikiran kritis dan privasi digital.
"Amerika Serikat bangga mendukung orang-orang muda yang kreatif di Indonesia dalam mengembangkan ekosistem digital yang terbuka, inklusif, dan aman," ujar Direktur USAID Indonesia Jeff Cohen. "Program Saring Daring University Challenge menunjukkan bahwa jika orang-orang muda dibekali alat yang tepat, maka mereka akan mengembangkan ide dan solusi yang luar biasa."
Perwakilan dari USAID, Meta, para mentor di industri ini, dan enam universitas mitra dari beberapa daerah di Indonesia berkumpul selama Saring Daring U-Challenge National Summit untuk merayakan perjalanan para mahasiswa dan mahasiswi dalam mengembangkan konten kreatif yang mengedukasi masyarakat Indonesia tentang praktik terbaik agar tetap aman di ruang digital dan sebagai warga digital yang bertanggung jawab.
Para mahasiswa dan mahasiswi dari Universitas Airlangga di Jawa Timur, Universitas Mulawarman di Kalimantan Timur, Universitas Multimedia Nusantara di Banten, Universitas Nusa Cendana di Nusa Tenggara Timur, Universitas Tanjungpura di Kalimantan Barat, dan Universitas Sriwijaya di Sumatera Selatan turut serta dalam kompetisi tersebut.
Dukungan Meta
Lebih lanjut, para mahasiswa dan mahasiswi berbagi pengalaman saat bekerja dengan mentor di industri ini, pembelajaran penting yang didapat, dan pentingnya mengedukasi jejaringnya tentang berbagai topik seperti menumbuhkan ruang daring yang positif, mempromosikan demokrasi secara digital, melindungi data pribadi, dan menggunakan pemikiran kritis dalam menghadapi misinformasi.
"Di Meta, kami selalu mendengarkan, belajar, dan mendapatkan inspirasi dari komunitas lokal. Kami sangat gembira melihat begitu banyak kreativitas dari para peserta muda yang mengikuti program ini," demikian kata Dessy Septiane Sukendar, Policy Program Manager Meta Indonesia.
"Saya ingin mengucapkan selamat kepada seluruh pemenang Saring Daring Challenge, dan memberikan apresiasi kepada seluruh peserta atas partisipasinya yang bijak dan antusias. Kami merayakan kreativitas yang menghidupkan visi kewarganegaraan digital kita yang menjadikan ruang daring kita aman dan nyaman," tambah Dessy.
Tim pemenang menerima dana awal untuk mendukung pembuatan konten tambahan yang akan mempromosikan ruang daring yang positif di komunitasnya. Melalui program U-Challenge, USAID, Meta, dan Love Frankie terus membangun keterampilan generasi muda Indonesia untuk menjadi warga negara yang kompeten dan terinformasi di era digital.
Advertisement
Studi Ungkap Orang Narsis Cenderung Menyebarkan Hoaks
Sebelumnya dilaporkan, studi menemukan bahwa orang yang narsis dan mengalami kelelahan media sosial cenderung untuk terjebak dan menyebarkan hoaks atau berita palsu. Tentu hal ini harus menjadi perhatian terutama pada pemilik platform media sosial raksasa.
Studi ini dilakukan oleh Nanyang Technological University (NTU) Singapore bekerja sama dengan mahasiswa Ph.D dari University of California, Muhammad Ehab Rasul. Penelitian dipublikasikan di jurnal Scientific Reports.
Ada 8 ribu responden dari Singapore, AS, Malaysia, China, Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Filipina dalam studi ini. Studi ini berharap bisa melihat bagaimana kesehatan mental bisa mempengaruhi ekosistem informasi.
"Dengan tingkat kelelahan yang tinggi, orang-orang ini mungkin berbagi informasi yang salah karena mereka mencoba mencari perhatian dan mendapatkan pengaruh sosial tanpa menerapkan pemikiran kritis. Kecenderungan menyebarkan misinformasi ini sangat relevan untuk misinformasi yang seringkali bercirikan konten sensasional dan kontroversial yang menimbulkan reaksi emosional yang kuat dari penontonnya," kata salah satu peneliti utama dalam studi ini, Saifuddin Ahmed, Asisten Profesor di NTU dilansir Inquirer.
"Orang narsisis lebih menyukai imbalan dan kepuasan yang segera daripada kepuasan yang tertunda. Oleh karena itu, kemungkinan besar jika disertai dengan kelelahan yang tinggi dan kemampuan kognitif yang terbatas, orang narsisis tidak membuat penilaian yang tepat tentang informasi yang salah dan membagikannya karena sifat impulsif mereka," katanya menambahkan.
Narsisis adalah istilah yang digunakan untuk menyebut orang dengan gangguan kepribadian narsistik.
Berdasarkan temuan ini, para peneliti mendesak para pembuat kebijakan dan perusahaan media sosial yang ingin melawan misinformasi agar tidak hanya mengatur berita palsu dan meningkatkan tingkat literasi digital, namun juga merancang “strategi yang dikurasi” yang menyasar kelompok tertentu yang lebih rentan terhadap misinformasi.
"Kami mengamati bahwa individu dengan ciri-ciri kepribadian dan kognisi tertentu lebih rentan dibandingkan yang lain. Oleh karena itu, disarankan untuk merancang strategi terkurasi yang ditargetkan pada kelompok tertentu daripada menggunakan kerangka kerja yang bersifat tunggal untuk semua orang di masyarakat," ujarnya.
Literasi Digital dan Fact Check Bisa Jadi Senjata Hindari Pinjol Ilegal
Kemenkominfo akan menempuh tiga langkah penting untuk melindungi masyarakat Indonesia dari jeratan pinjaman online ilegal. Hal itu diungkap Staf Ahli Menkominfo bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya, R. Wijaya Kusumawardhana.
Langkah pertama adalah penguatan literasi digital yang bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang literasi keuangan. Kemenkominfo juga menjalankan program literasi digital sebagai bentuk dari rutinitas tahunan mereka dengan melibatkan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD).
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang empat aspek literasi digital, yaitu kemampuan digital, keamanan digital, budaya digital, dan etika digital.
"Kami bekerjasama dengan banyak pihak, seperti Kemendikbudristek dan dinas-dinas kominfo di provinsi atau kabupaten/kota untuk melindungi masyarakat Indonesia," ujar Wijaya dalam diskusi daring pada hari Rabu (4/9).
Wijaya meyakini bahwa seiring dengan meningkatnya literasi digital, masyarakat akan secara alami lebih waspada terhadap layanan online. Hal ini tentu akan membantu masyarakat dalam mengidentifikasi layanan yang sah dan yang ilegal.
Kanal Fact-Checking
Langkah kedua yang diambil oleh Kemenkominfo untuk melindungi masyarakat dari jeratan pinjol ilegal adalah dengan menyediakan kanal fact-checking. Fact-checking membantu masyarakat dalam mendapatkan klarifikasi lebih cepat tentang informasi seputar pinjaman online ilegal.
Sebagai contoh, masyarakat dapat memeriksa apakah sebuah rekening terafiliasi dengan praktik ilegal seperti judi online, pinjol ilegal, atau penipuan melalui situs web cekrekening.id. Apabila menjadi korban penipuan atau terjerat pinjol ilegal, masyarakat dapat melaporkan rekening terindikasi praktik ilegal tersebut melalui situs web cekrekening.id.
Diketahui selama Agustus-September 2023, Kemenkominfo telah menerima 688 laporan dari masyarakat terkait rekening yang terafiliasi dengan pinjaman online ilegal.
Advertisement