Amazon Luncurkan Satelit Internet Pertamanya ke Luar Angkasa Buat Saingi Starlink

Satelit internet uji coba Amazon dalam Project Kuiper, sukses diluncurkan ke luar angkasa pada hari Jumat waktu setempat.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 09 Okt 2023, 08:30 WIB
Peluncuran satelit internet uji coba Amazon dalam Project Kuiper dengan roket Atlas, Jumat (6/10/2023). (YouTube United Launch Alliance)

Liputan6.com, Jakarta - Satelit internet uji coba pertama milik Amazon sukses meluncur ke luar angkasa pada hari Jumat waktu setempat.

Dua satelit internet dalam Project Kuiper ini diluncurkan dengan roket Atlas V milik United Launch Alliance ke orbit rendah Bumi, dalam misi bernama Protoflight.

Misi ini lepas landas pada pukul 14.06 ET dari Cape Canaveral Space Force Station di Florida, Amerika Serikat.

Project Kuiper merupakan proyek satelit internet mirip Starlink dari Amazon. Sebelumnya, mereka sempat merencanakan peluncuran prototipe pada akhir tahun lalu.

Vice President of Technology Project Kuiper, Rajeev Badyal, mengatakan mereka optimistis terhadap desain satelitnya, meski tetap harus melakukan pengujian di orbit.

"Kami telah melakukan pengujian ekstensif di laboratorium kami dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap desain satelit kami, namun tidak ada yang bisa menggantikan pengujian di orbit," ujarnya.

"Ini adalah pertama kalinya Amazon meluncurkan satelit ke luar angkasa, dan kami akan belajar banyak hal terlepas dari bagaimana misi tersebut dijalankan," kata Badyal, mengutip Engadget, Senin (9/10/2023).

Amazon mengatakan, tujuan dari Project Kuiper adalah untuk menawarkan layanan broadband yang cepat dan terjangkau, bagi komunitas yang belum terlayani dan kurang terlayani di seluruh dunia.

Direncanakan, lebih dari 3.200 satelit akan tersebar selama enam tahun ke depan, setelah memperoleh persetujuan regulator FCC, dan prototipe KuiperSat-1 dan KuiperSat-2 sebagai iterasi pertama.


Berencana Tawarkan Layanan Akhir 2024

Peluncuran satelit internet uji coba Amazon dalam Project Kuiper dengan roket Atlas, Jumat (6/10/2023). (YouTube United Launch Alliance)

Diperkirakan, Amazon akan meluncurkan satelit produksinya pada paruh pertama tahun 2024, dengan pengujian beta dimulai ke beberapa pelanggan pada akhir tahun depan.

Dikutip dari AP News, Amazon berencana untuk menawarkan layanan di akhir tahun 2024 mendatang.

Peluncuran ini tentu jadi langkah besar Amazon, di mana pendirinya Jeff Bezos, juga punya perusahaan antariksa Blue Origin, apabila ingin mengejar ketertinggalan dari pesaingnya SpaceX milik Elon Musk.

SpaceX menerbangkan satelit Starlink uji coba pertamanya pada tahun 2018 dan satelit operasional pertama pada tahun 2019.

Sejak saat itu, SpaceX telah meluncurkan lebih dari 5.000 Starlink dari Florida dan California, menggunakan roket Falcon miliknya sendiri.

Amazon awalnya akan meluncurkan satelit pada peluncuran perdana roket Vulcan ULA. Namun, Vulcan mengalami masalah hingga setidaknya akhir tahun ini, jadi mereka beralih ke Atlas V yang sudah lama ada.

Saat melisensikan program tersebut, Federal Communication Commission (FCC) menetapkan setidaknya setengah dari satelit yang direncanakan akan beroperasi pada tahun 2026, dan seluruhnya pada 2029.


AS Denda Perusahaan yang Nyampah di Luar Angkasa

Ilustrasi sampah antariksa di orbit Bumi (NASA)

Di sisi lain, Pemerintah Amerika Serikat menerapkan sanksi denda untuk pertama kalinya ke perusahaan swasta yang meninggalkan sampah antariksa di orbit. 

Sanksi denda itu dijatuhkan oleh agensi Federal Communications Commission (FCC) kepada perusahaan bernama Dish Network. Adapun jumlah denda yang dibebankan ke Dish Network sebesar USD 150.000 atau setara Rp 2,3 miliar. 

Mengutip Gizchina, Kamis (5/10/2023), denda tersebut diterapkan karena Dish Network gagal membuang salah satu satelitnya dengan benar. Dengan begitu melanggar aturan anti-sampah ruang angksa yang diterapkan FCC. 

Menurut FCC, satelit yang gagal seperti milik Dish Network juga meningkatkan risiko kerusakan pada sistem satelit. Satelit gagal ini bisa mengganggu sistem komunikasi terestrial di darat dan meningkatkan risiko kerusakan pada sistem komunikasi.

Direktur Biro Penegakan FCC Loyaan A. Egal dalam siaran persnya mengatakan, denda merupakan bentuk penyelesaian inovatif. 

"Ini adalah penyelesaian inovatif yang dengan jelas menunjukkan bahwa FCC memiliki otoritas penegakan hukum yang kuat dan kemampuan untuk menegakkan peraturan sampah ruang angkasa yang sangat penting," kata Loyaan. 


Bahaya Sampah Antariksa

Sampah antariksa. (Photo by Handout / NASA / AFP)

Sekadar informasi, sampah antariksa menjadi masalah yang kian mendesak bagi operator satelit. Diperkirakan, terdapat hampir 700.000 keping sampah tak terkendali berukuran lebih dari 0,4 inci (1 cm) di orbit Bumi. 

Benda-benda tersebut dapat menimbulkan risiko bertabrakan dengan satelit aktif, Stasiun Antariksa Internasional, atau puing-puing lainnya. 

Selanjutnya sampah antariksa ini bisa meningkatkan lebih banyak risiko bertabrakan di luar angkasa. Hingga kini, sebagian besar industri satelit dibiarkan mengatur sendiri kepatuhannya. 

Sementara itu, terkait sanksi yang dijatuhkan, Dish Network didenda karena gagal untuk membersihkan puing-puing dari satelit Echostar-7. Satelit ini diluncurkan pada 2002 dan secara eksplisit dikecualikan dari aturan FCC yang mewajibkan orbit pembuangan minimum. 

Infografis Sampah Antariksa dan Potensi Bahaya Masa Depan. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya