Liputan6.com, Kairo - Seorang polisi Mesir pada Minggu (8/10/2023), melepaskan tembakan terhadap wisatawan Israel di Kota Alexandria. Peristiwa itu menewaskan sedikitnya dua warga Israel dan satu warga Mesir.
Pernyataan Kementerian Dalam Negeri Mesir menyebutkan bahwa terdapat seorang lainnya yang terluka akibat penembakan itu. Namun, tidak terdapat rincian lebih lanjut.
Advertisement
Kementerian Luar Negeri Israel mengakui bahwa korban luka adalah warganya. Yang bersangkutan menderita luka sedang. Demikian seperti dilansir AP, Senin (9/10/2023).
Lebih jauh, Kementerian Luar Negeri Israel menambahkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan pemerintah Mesir untuk memulangkan warga negara Israel.
Menuai Kutukan
Saluran televisi Extra News, yang memiliki hubungan dekat dengan badan keamanan Mesir, melaporkan bahwa tersangka penyerang telah ditahan. Sementara itu, warga Mesir yang tewas disebut adalah seorang pemandu wisata.
Serangan tersebut memicu reaksi beragam dari pengguna media sosial. Beberapa memuji serangan di Alexandria sementara yang lain mengutuk pembunuhan warga sipil yang mengunjungi Mesir.
Penulis dan pembawa acara TV terkenal Mesir Ibrahim Issa turut mengomentari serangan itu. Melalui platform X alias Twitter dia menyebutnya sebagai "kejahatan teroris" dan menambahkan bahwa "setiap upaya untuk membenarkan tindakan tersebut adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan bangsa".
Peneliti Human Rights Watch Amr Magdi juga mengutuk serangan tersebut.
"Tidak ada pembenaran apapun untuk secara sengaja menargetkan warga sipil Israel di #Mesir, Gaza, atau di mana pun," tulisnya di platform X.
Advertisement
Imbauan AS bagi Warganya
Dalam pesannya kepada warga Amerika Serikat (AS) di Mesir, Kedutaan Besar AS di Kairo mendesak mereka untuk mengambil tindakan pencegahan karena serangan itu mungkin terkait dengan bentrokan antara Israel dan militan Palestina.
Mesir merupakan negara Arab pertama yang berdamai dengan Israel pada tahun 1970-an dan telah lama menjadi mediator konflik Israel-Palestina. Namun, sentimen anti-Israel sangat tinggi di negara ini, terutama selama terjadinya kekerasan antara Israel dan Palestina.