Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menegaskan, pengusutan rasuah di Kementerian Pertanian atau Kementan yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo tidak akan mandek.
Hal itu menyusul adanya aduan masyarakat terkait dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK yang ditangani Polda Metro Jaya dan sudah naik ke tingkat penyidikan.
Advertisement
“KPK tidak akan terganggu dalam menangani seluruh proses hukum penanganan perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. KPK akan tetap melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai ketentuan hukum berlaku, tanpa ada pengecualiaan,” tegas Johanis melalui pesan singkat diterima awak media, Senin (9/10/2023).
Johanis kemudian berkomentar, terhadap aparat penegak hukum khususnya kepolisian agar cermat untuk menindaklanjuti aduan masyarakar yang dialamatkan terhadap pihaknya. Apalagi, secara yakin sudah meningkatkan status ke tahap penyidikan. Artinya, sudah meyakini ada potensi tersangka yang menyasar kepada teradu.
“Perlu dipahami, Pimpinan di KPK itu ada 5 orang, kalau kemudian penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Pimpinan KPK sebagai tersangka Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), berarti 5 orang Pimpinan KPK tersangka Tipikor. Saya kira dalam menegakkan hukum itu harus teliti dan cermat dalam menangani perkara pidana,” wanti Johanis.
Johanis memastikan, saat ini dirinya sebagai bagian dari jajaran pimpinan KPK merasa belum ada pemanggilan dari pihak Polda Metro Jaya sebagai saksi, maupun tersangka.
“Saya tidak tahu (surat panggilan),” dia menandasi.
Polisi Segera Tentukan Tersangka
Diberitakan sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyatakan bakal segera menentukan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan pimpinan KPK terhadap Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Pencarian pihak yang bertanggungjawab dalam kasus ini dilakukan seiring naiknya status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan.
"Selanjutnya akan diterbitkan sprint penyidikan untuk lakukan serangkaian tindakan penyidikan menurut cara yang diatur undang-undang guna mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya," ujar Ade di Polda Metro Jaya, Sabtu (7/10/2023).
Advertisement
Jeratan Pasal
Ade mengatakan, dalam kasus ini pihaknya menggunakan pasal berlapis dalam undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor). Yakni Pasal 12 huruf e atau pasal 12 huruf B, atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 65 KUHP.
"Untuk naik ke tahap penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasannya membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau sesuatu bagi dirinya sendiri," kata Ade.
"Atau penerimaan gratifikasi, yaitu setiap gratifikasi pegawai negeri dianggap pemberian suap apabila berhubungan jabatannya dan, atau pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya," tambah Ade memungkasi.