Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Soroti Gempa Bumi di Afghanistan, Kemlu RI Pastikan Tak Ada WNI Jadi Korban

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyampaikan keprihatinan atas jatuhnya korban jiwa dan terluka gempa bumi di Afghanistan yang terjadi pada Sabtu (7/10).

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 09 Okt 2023, 17:03 WIB
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjadi pembicara kunci dalam acara diskusi publik yang diselenggarakan Posbakum Golkar di Jakarta, Selasa (12/11/2019). Diskusi tersebut membahas mengangkat tema 'Golkar Mencari Nakhoda Baru'. (Liputan6.co/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyampaikan keprihatinan atas jatuhnya korban jiwa dan terluka gempa bumi di Afghanistan yang terjadi pada Sabtu (7/10).

Bambang Soesatyo menyoroti korban tewas akibat gempa yang mencapai 2.000 orang dan 9.000 lainnya yang terluka.

"Keprihatinan dan dukacita yang mendalam atas jatuhnya korban meninggal dan terluka akibat peristiwa bencana alam yang terjadi tersebut," kata Bambang Soesatyo dalam keterangan pers, Senin (9/10/2023).

Bambang juga meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI di Kabul) dan Palang Merah Indonesia untuk terus mengupdate kondisi Warga Negara Indonesia yang bekerja di Afghanistan.

"Dan memastikan apakah ada WNI yang mengalami luka-luka atau terdampak bencana, untuk segera dievakuasi dan diberikan pertolongan, serta memastikan kondisi WNI dalam kondisi baik-baik saja."

Saat dikonfirmasi, Juru Bicara Kemlu RI Lalu Muhammad Iqbal menyatakan bahwa sejauh ini tidak ada WNI yang menjadi korban gempa bumi di Afghanistan.

"Sejauh ini tidak ada WNI korban gempa di Afghanistan," kata Lalu Muhammad Iqbal saat dihubungi oleh Liputan6.com lewat pesan singkat, Senin (9/10) sore.

Sementara itu, Bambang Soesatyo juga meminta pemerintah, dalam hal ini Kemlu melalui KBRI di Kabul, untuk turut memberikan bantuan kemanusiaan, baik dalam bentuk makanan.

Tak hanya itum juga memberikan bantuan berupa minuman, obat-obatan, pakaian, serta kebutuhan lainnya di tempat pengungsian, maupun bantuan lainnya yang diperlukan.

"Meminta dan mendukung PMI untuk membantu operasi pencarian dan penyelamatan yang saat ini masih berlangsung, dikarenakan korban di daerah bencana belum sepenuhnya teridentifikasi."


Korban Jiwa Belum Sepenuhnya Teridentifikasi

Melansir BBC, Senin (9/10), juru bicara Taliban Zabihullah Mojahid menyebutkan bahwa jumlah korban tewas mencapai 2.053 orang, dengan lebih dari 1.240 orang terluka dan 1.320 rumah hancur seluruhnya atau sebagian. Ada kekhawatiran jumlah korban akan bertambah lagi. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Gempa jelas memicu kepanikan di Herat.

"Orang-orang meninggalkan rumah mereka, kami semua berada di jalanan," tulisnya dalam pesan teks kepada Reuters pada Sabtu, menambahkan bahwa kota tersebut sedang merasakan gempa susulan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporannya pada Minggu mencatat bahwa total terdapat 202 fasilitas kesehatan umum di Provinsi Herat, salah satunya adalah rumah sakit besar yang menampung 500 korban jiwa.

Sebagian besar fasilitas tersebut merupakan pusat kesehatan dasar yang lebih kecil dan tantangan logistik menghambat operasi, khususnya di daerah terpencil.

"Sementara operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung, korban jiwa di daerah tersebut belum sepenuhnya teridentifikasi," sebut WHO.


Bergantung pada Bantuan Asing

Seorang pria Afghanistan menggendong anaknya di tengah kehancuran setelah gempa bumi di desa Gayan, di provinsi Paktika, Afghanistan, Jumat, 24 Juni 2022. Gempa bumi dahsyat mengguncang Afghanistan pada Rabu 22 Juni 2022 dini hari, kekuatannya dilaporkan mencapai magnitudo 6,1. (AP Photo/Ebrahim Nooroozi)

Dikelilingi oleh pegunungan, Afghanistan memiliki sejarah gempa yang panjang, sebagian besar terjadi di wilayah terjal Hindu Kush yang berbatasan dengan Pakistan.

Jumlah korban tewas sering kali meningkat ketika gempa melanda daerah-daerah terpencil. Pasalnya, negara itu telah dilanda perang selama beberapa dekade hingga menyebabkan infrastruktur berantakan dan operasi pertolongan dan penyelamatan sulit dilakukan.

Sistem layanan kesehatan Afghanistan, yang hampir seluruhnya bergantung pada bantuan asing, mengalami pemotongan yang sangat besar dalam dua tahun terakhir sejak Taliban mengambil alih kekuasaan. Banyak bantuan internasional, yang menjadi tulang punggung perekonomian, bahkan dihentikan.

Para diplomat dan pejabat terkait bantuan menggarisbawahi kekhawatiran atas pembatasan Taliban terhadap perempuan dan krisis kemanusiaan global yang terjadi sebagai penyebab para donor menarik kembali bantuan keuangannya.

Pada Agustus 2023, juru bicara Komite Palang Merah Internasional mengatakan bahwa kemungkinan besar mereka akan mengakhiri dukungan keuangan untuk 25 rumah sakit Afghanistan karena keterbatasan pendanaan. Belum jelas apakah rumah sakit Herat ada dalam daftar tersebut.

Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya