Liputan6.com, Semarang - Menjadi petani di lereng Pegunungan Kendeng merupakan pilihan bagi Sutrisno, 36, warga Desa Baleadi, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Ia mengaku lebih memilih menjadi petani ketimbang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan merantau ke luar negeri.
Cerita hidup Sutrisno sebagai petani dimulai pada 2017 silam. Sepulang dari merantau ke luar negeri sebagai petani, Sutrisno mantap bercocok tanam di kampung halamannya.
Advertisement
Sutrisno mengatakan menjadi petani di lereng Pegunungan Kendeng, terutama di wilayah Sukolilo Pati, merupakan berkah tersendiri. Apalagi lahan di kawasan tersebut tidak pernah kekurangan air untuk irgasi.
"Sekarang sudah ada embung yang dibangun dari dana desa. Dulu yang setahun hanya panen dua kali, sekarang bisa tiga kali panen," katanya.
Alasan lain Sutrisno mantap bekerja sebagai petani di lereng Pegunungan Kendeng adalah untuk regenerasi petani demi menjaga kedaulatan pangan.
"Ya kalau bisa kita ini kan harus meregenerasi petani. Kalau bukan kita para pemuda ini yang bertani, terus siapa lagi?" kata Sutrisno.
Sebagai petani di lereng Pegunungan Kendeng, Sutrisno juga aktif di organisasi Warga Peduli Sosial Hukum dan Lingkungan Hidup (Wali-SHL) Pati. Di organisasi itu, Sutrisno dipercaya sebagai ketua.
Bersama organisasinya, Sutrisno terus menyuarakan kepada kaum muda untuk tidak takut bekerja sebagai petani.
"Maka dari itu, kami dan teman-teman [Wali-SHL Pati] ada gerakan petani muda di Sukolilo," paparnya.
Dengan kisah suksesnya sebagai petani, Sutrisno mengajak kaum muda untuk tidak takut menjadi generasi penerus yang menjaga kedaulatan pangan. Para pemuda harus berani menjadi petani tanpa takut kelaparan.
"Jangan takut menjadi petani, jangan takut akan susah atau tidak berhasil, bahkan tidak kaya. Karena yang dikhawatirkan hasilnya tidak menguntungkan. Tapi nyatanya Alhamdulillah bisa mencukupi kehidupan," tegas petani di lereng Pegunungan Kendeng tersebut.