Liputan6.com, Serang - Sejarah Banten dimulai jauh sebelum masa kolonial. Pada abad ke-5, daerah ini adalah bagian dari Kerajaan Tarumanagara, salah satu kerajaan awal di Indonesia. Kemudian, pada abad ke-7, wilayah ini menjadi bagian dari Kerajaan Sunda, dengan ibu kotanya yang terkenal, Sunda Kelapa kini dikenal sebagai Jakarta.
Sunda Kelapa adalah pelabuhan penting yang menghubungkan Indonesia dengan perdagangan dunia. Para pedagang dari berbagai bangsa seperti Tiongkok, India, dan Arab datang ke Sunda Kelapa untuk berdagang. Kerajaan ini berkembang pesat hingga awal abad ke-16.
Advertisement
Pada abad ke-16, Kesultanan Banten muncul sebagai kekuatan penting di kawasan ini. Kesultanan ini didirikan oleh Sultan Hasanuddin, yang memerintah pada tahun 1552. Banten menjadi pusat perdagangan yang makmur, dan Sultan Hasanuddin mengembangkan hubungan perdagangan yang erat dengan pedagang asing, terutama dengan Belanda.
Sultan Hasanuddin juga terkenal karena menerima misi Kristiani pertama ke Banten pada tahun 1596. Namun, hubungan ini berubah menjadi konflik, dan pada akhirnya, Kesultanan Banten berperang melawan Belanda dalam perang yang dikenal sebagai Perang Banten (1628-1629). Meskipun kesultanan itu berhasil mempertahankan kemerdekaannya dalam perang pertama, pada perang kedua, Belanda berhasil menaklukkan Banten pada tahun 1682.
Jejak Sejarah
Kerajaan Banten
Awal sejarah Banten ditandai oleh berdirinya Kerajaan Banten pada abad ke-16. Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Hasanuddin pada tahun 1526. Banten menjadi pusat perdagangan yang makmur di wilayah ini dan menjalin hubungan perdagangan yang kuat dengan bangsa-bangsa asing, terutama Belanda.
Perang Banten
Salah satu peristiwa bersejarah terpenting dalam sejarah Banten adalah Perang Banten (1628-1629) melawan Belanda. Perang ini merupakan salah satu perlawanan terbesar terhadap penjajahan Belanda pada masa itu, dan meskipun Banten berhasil mempertahankan kemerdekaannya dalam perang pertama, Belanda akhirnya berhasil menaklukkan Banten pada perang kedua di tahun 1682.
Periode kolonialisme
Belanda membawa perubahan signifikan dalam sejarah Banten. Banten menjadi pusat kegiatan kolonial Belanda di wilayah tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, perjuangan melawan penjajah kolonial menjadi semakin kuat. Banten adalah tempat lahirnya banyak tokoh dan pemimpin perlawanan kemerdekaan, yang menentang kolonialisme dengan tekad dan semangat yang kuat.
Pada tahun 1942, selama masa pendudukan Jepang di Indonesia selama Perang Dunia II, Banten juga menyaksikan perubahan besar dalam sejarahnya. Setelah Jepang menyerah, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, dan perjuangan kemerdekaan pun dimulai.
Advertisement
Asal Usul Tanah Jawara
Penghapusan Kesultanan Banten oleh Daendels memiliki konsekuensi serius bagi masyarakat, yang semakin merasa tertekan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Akibatnya, konflik mulai muncul di berbagai sudut tanah Banten. Tokoh-tokoh masyarakat, terutama para kiai, berperan aktif dalam memimpin pemberontakan.
Situasi yang semakin kacau ini juga menciptakan kesempatan bagi jawara untuk tampil di panggung. Mereka memiliki keahlian bela diri, khususnya ilmu silat, serta memiliki pengetahuan dalam bidang ilmu magis yang mereka pergunakan dengan bijak. Dengan tekad kuat, mereka bergabung dengan kiai-kiai dalam perjuangan melawan pemerintah Hindia Belanda. Pada catatan penting, jawara-jawara ini memiliki paguron atau padepokan silat, dan mereka membentuk jaringan yang solid untuk saling mendukung.
Para jawara ini menjadi tulang punggung dalam upaya memulihkan situasi yang genting tersebut. Pada masa itu, para kiai memiliki dua kelompok murid yang berbeda. Salah satu kelompok berbakat dalam ilmu agama, yang kemudian dikenal dengan sebutan santri. Sementara itu, yang lebih fokus pada pengembangan kekuatan fisik, bela diri, dan aspek magis disebut sebagai jawara.
Kekuatan magis yang dimiliki oleh para jawara ini bersumber dari para kiai. Melalui bimbingan kiai, mereka memperoleh ilmu kesaktian, termasuk brajamusti, kanuragan, dan ilmu kebal. Semua ini diberikan kepada para jawara untuk memperkuat perjuangan mereka melawan penjajah.