Pertumbuhan Pendapatan ChatGPT Melambat, Ask AI Jadi Pesaing Berat

ChatGPT OpenAI mengalami peningkatan jumlah pemasangan aplikasi dan pendapatan, tetapi pertumbuhan tersebut kini mulai melambat, bahkan harus menghadapi pesaing berat.

oleh Mustika Rani Hendriyanti diperbarui 11 Okt 2023, 15:00 WIB
Ilustrasi ChatGPT, chatbot AI generatif yang mampu ciptakan malware canggih. (unsplash/Choong Deng Xiang)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah maraknya penggunaan ChatGPT OpenAI, teknologi ini dikabarkan terus mengalami peningkatan jumlah pemasangan aplikasi dan pendapatannya.

Pada September 2023, ChatGPT mencetak rekor baru, yakni 15,6 juta unduhan dan pendapatan kotor hampir mencapai USD 4,6 juta atau Rp 72,3 miliar di seluruh aplikasi iOS dan Android. 

Kendati demikian, Tech Crunch melaporkan, Rabu (11/10/2023), sebuah data baru dari firma intelijen pasar Appfigures mencatat, pertumbuhan pendapatan ChatGPT kini mulai melambat. 

Meskipun selama beberapa bulan terakhir, pertumbuhan pendapatan mencapai 30 - 31 persen pada Juli dan 39 persen pada Agustus, tetapi pencapaian ini mengalami penurunan hingga angka 20 persen pada September.

Melambatnya pertumbuhan pendapatan ini menjadi indikasi bahwa chatbot AI besutan OpenAI ini mulai mengalami kejenuhan terkait berapa banyak pengguna seluler yang bersedia membayar untuk layanan berlangganan ChatGPT+.

Untuk diketahui, versi berbayar ChatGPT+ dihargai USD 19,99 atau Rp 314.202 per bulan. ChatGPT+ menawarkan waktu respons lebih cepat, akses prioritas di waktu puncak, dan akses awal ke fitur serta peningkatan baru. 

Sejauh ini, layanan berbayar ChatGPT+ telah banyak mendapatkan pelanggan. Mengutip dati Tech Crunch, berikut laporan pendapatan ChatGPT di perangkat seluler dalam empat bulan terakhir.

  • Juni: USD 2,1 juta atau Rp 33 miliar
  • Juli: USD 2,74 juta atau Rp 43 miliar
  • Agustus: USD 3,81 juta atau Rp 59,9 miliar
  • September: USD 4,58 juta atau Rp 72 miliar

Ask AI Disebut Punya Pendapatan Lebih Tinggi dari ChatGPT

ChatGPT OpenAI. (Pexels)

Berdasarkan laporan tersebut, ternyata ChatGPT bukanlah aplikasi AI dengan pendapatan terbesar. Pesaing bernama Ask AI memperoleh penghasilan lebih besar dari ChatGPT. Chatbot ini meraup pendapatan dari USD 6,48 juta atau Rp 101,9 miliar pada Mei, ketika ChatGPT seluler diluncurkan.

Kemudian mencapai pendapatan tertinggi pada Agustus sebesar USD 6,55 juta atau Rp 103 miliar, menurut data Appfigures. 

Pada September, Ask AI mengalami penurunan pendapatan, yakni hanya sebesar USD 5,51 juta atau Rp 86,6 miliar. Kendati demikian, jumlah tersebut masih lebih besar dari ChatGPT. 

Namun, laporan di atas baru menunjukkan pendapatan kotor. Untuk pendapatan bersih, ChatGPT menghasilkan sekitar USD 3,2 juta atau Rp 50,3 miliar pada bulan September. Ini didapat setelah Apple dan Google mengambil bagian dari pendapatan pembelian dalam aplikasi.

Selain rekor pendapatannya, ChatGPT mencatat 15,6 juta penginstalan pada bulan September. Terdiri dari 9 juta pengunduhan aplikasi pada Google Play dan 6,6 juta pengunduhan di App Store.

Appfigures memperkirakan dengan jumlah tersebut menghasilkan total penginstalan sebanyak 52,2 juta.

 


Pembuat ChatGPT Pertimbangkan Bikin Chip AI Sendiri

CEO OpenAI Sam Altman kunjungi Indonesia, Selasa (14/6/2023) (Liputan6.com/Giovani Dio Prasasti)

Beralih dari laporan di atas, perusahaan di balik chatbot artificial intelligence (AI) ChatGPT, OpenAI, dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk menggarap chip buatannya sendiri.

Kabarnya, perusahaan sedang menjajaki kemungkinan pembuatan chip mandiri ini, serta telah mengevaluasi potensi akuisisi.

CEO OpenAI Sam Altman, mengutip Engadget, Minggu (8/10/2023), sempat mengeluhkan kekurangan GPU karena kekhawatiran pengguna mengenai kecepatan dan keandalan API perusahaan.

Jadi, seperti dilaporkan Reuters, ia menjadikan upaya untuk mendapatkan lebih banyak chip AI sebagai prioritas.

Dikutip dari Tech Crunch, saat ini OpenAI, seperti pesaing-pesaingnya, mengandalkan perangkat keras berbasis GPU untuk mengembangkan model seperti ChatGPT, GPT-4, dan DALL-E 3.

Kemampuan GPU untuk melakukan banyak komputasi secara paralel menjadikannya cocok untuk pelatihan AI paling mutakhir saat ini.

Namun, tren AI generatif, yang jadi keuntungan besar pembuat GPU seperti Nvidia, juga memberikan tekanan besar pada rantai pasokannya.


Bisa Makan Waktu Bertahun-tahun

ChatGPT. Dok: OpenAI

Rasgon mengatakan, jika permintaan ChatGPT mencapai sepersepuluh dari Google, di awal mereka membutuhkan GPU senilai USD 48,1 miliar dan ke depannya akan menghabiskan USD 16 miliar per tahun untuk pembelian chip.

Laporan Reuters, rencana membuat chip AI sendiri belum diputuskan oleh OpenAI. Namun jika terjadi pun, akan butuh waktu bertahun-tahun sebelum perusahaan bisa mulai memakai chip buatannya sendiri untuk menjadi otak produk-produknya.

OpenAI bukan satu-satunya perusahaan yang mau menciptakan chip AI buatannya sendiri. Google punya prosesor TPU alias tensor processing unit, yang dipakai buat melatih sistem AI generatif mereka seperti PaLM-2 dan Imagen.

Sementara Amazon, menawarkan chip eksklusif buat pelanggan AWS untuk pelatihan bernama Trainium, dan inferensi atau Inferentia.

Lalu Microsoft, kabarnya bersama dengan AMD menggarap chip AI internal bernama Athena, yang disebut-sebut juga sedang diuji oleh OpenAI.

Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya