Menko Airlangga Wanti-Wanti Produk Hilirisasi Tambang Bisa Tak Laku di Pasar Ekspor

Menko Airlangga terus mendorong program hilirisasi untuk berbagai produk hasil tambang, guna meningkatkan nilai tambah barang di pasar ekspor.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 10 Okt 2023, 16:20 WIB
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (Dok: ekon.go.id)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terus mendorong program hilirisasi untuk berbagai produk hasil tambang, guna meningkatkan nilai tambah barang di pasar ekspor.

Menurut dia, kunci keberhasilan hilirisasi tambang tentu berasal dari sisi Upstream atau hulu. Pasalnya, upaya hilirisasi bakal terkesan percuma jika pelaku pertambangan tidak menerapkan good mining practice dalam pengoperasiannya.

"Good mining practice ini harus selalu dikedepankan, karena hilirisasi produknya tidak akan diterima di market internasional kalau upstream tambangnya bukan tambang good mining practice," ujar Airlangga dalam acara Indonesia Mining Summit 2023 di Bali, Selasa (10/10/2023).

"Dan juga masalah reklamasi jadi penting dan untuk memperkuat pengembalian daripada lahan-lahan bekas tambang," tegas dia.

Punya Modal Besar

Menurut dia, Indonesia punya bekal sumber daya mineral luar biasa, yang hasilnya bakal lebih maksimal lagi jika dilakukan hilirisasi. Semisal critical minerals seperti nikel, tembaga, hingga timah yang bisa memberikan nilai tambah lebih jika diolah di dalam negeri.

"Seluruhnya ini masuk dalam critical minerals. Dan, realisasi dari PNBP sumber daya alam mencapai Rp 107,1 triliun, atau tumbuh 107,2 persen dibandingkan tahun yang lalu. Pemerintah mendorong hilirisasi, baik dari bauksit, bahan tembaga dan nikel," ungkapnya.

Kendati begitu, Airlangga menambahkan, implementasi program hilirisasi tak cukup hanya melarang ekspor barang mentah saja. Tapi juga harus menguasai teknologi, punya moda yang cukup, sehingga bisa membiayai pengembangan industri maupun menyediakan modal kerja.

"Sehingga tentu nilai tambah daripada hilirisasi ini bisa dinikmati tidak hanya oleh foreign investor, tapi juga domestik investor. Pemerintah terus mendorong pembangunan smelter, karena smelter ini sebenarnya teknologi yang sudah bisa dikuasai, dan juga tingkat kompleksitasnya sebetulnya setinggi industri petrochemical," tutur Menko Airlangga.


Tertuang di RPJMN 2025-2029, Pengganti Jokowi Wajib Lanjutkan Hilirisasi Nikel hingga Sawit

Presiden Jokowi. (Foto: Dok. Instagram @jokowi)

Kementerian PPN/Bappenas telah menyiapkan detil aturan soal program hilirisasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Sehingga, presiden penerus Joko Widodo (Jokowi) wajib melanjutkan hilirisasi komoditas semisal nikel dan kelapa sawit.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menekankan, program hilirisasi komoditas sumber daya alam (SDA) jadi keharusan untuk dilanjutkan pemerintahan periode berikutnya.

"Masuk. Semua komodotas baik yang pertambangan maupun non pertambangan. Semua masuk, termasuk perkebunan," ujar Suharso di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Senin (9/10/2023).

Proyeksi itu diwajibkan kepada pemerintahan berikutnya lantaran kontribusi dari sektor industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) cenderung menurun. Padahal, ia berharap itu bisa di atas 20 persen.

"Karena syarat negara high economy itu antara lain kontribusi industri manufakturnya terhadap PDB diatas 20 persen," tegas Suharso.

Suharso lantas mencontohkan program hilirisasi nikel yang mendapat tentangan dari pihak internasional. Tapi nyatanya, Indonesia bisa mendapat nilai tambah ekspor dari produk barang jadi hasil olahan nikel.

"Kita berharap supaya ada investasi-investasi di dalam negeri, dan dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri. Supaya perputaran ekonominya benar-benar ekonomi yang terbentuk di dalam negeri," imbuhnya.

 


Komoditas Lainnya

Ilustrasi Nikel

Tak hanya nikel, Suharso juga menekankan program hilirisasi juga bakal dilanjutkan untuk komoditas lain semisal alumunium, bijih besi, hingga terutama sawit

"Sawit juga kan itu kita bisa dorong ke petrochemical kompleks. Jangan hanya berhenti di minyak goreng misalnya. Sekarang memang ada pabrik sabun, tapi ternyata mengambil esther-nya dari impor," kata Suharso.

"Kita ingin mata rantainya terbentuk dalam negeri. Jadi kalau mata rantainya terbentuk dalam negeri, maka kompleksitas dari industri itu semakin tinggi. Otomatis akan membuat kontribusi industri manufaktur kita berubah," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya