Terbongkar, BUMN Pertahanan Saling Sikut Sebelum Gabung Holding Defend ID

Direktur Utama PT LEN Industri Bobby Rasyidin buka-bukaan kondisi perusahaan sektor pertahanan yang saling sikut sebelum para perusahaan pelat merah itu bertransformasi menjadi Holding Industri Pertahanan atau Defend ID.

oleh Arief Rahman H diperbarui 10 Okt 2023, 20:45 WIB
Direktur Utama PT LEN Industri Bobby Rasyidin buka-bukaan kondisi perusahaan sektor pertahanan yang saling sikut sebelum para perusahaan pelat merah itu bertransformasi menjadi Holding Industri Pertahanan atau Defend ID. (sumber: len.co.id)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT LEN Industri Bobby Rasyidin buka-bukaan kondisi perusahaan sektor pertahanan yang saling sikut. Keadaan ini terjadi sebelum para perusahaan pelat merah itu bertransformasi menjadi Holding Industri Pertahanan atau Defend ID.

Bobby menjelaskan, ada sekitar 5 perusahaan di sektor industri pertahanan. Yakni, LEN Industri, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, Pindad, dan PT Dahana. Sebelum jadi holding, kelima perusahaan itu kerap 'rebutan'.

"Terus terang sebelum diholdingkan ini 5 BUMN seperti disampaikan bang Arya (Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga), silo-silo itu banyak terjadi. Seperti PT Pindad dan PT LEN kalau ada sistem di dalam platform, itu rebutan," kata dia dalam Ngopi BUMN, di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (10/10/2023).

Misalnya, bicara soal battle management system (BMS) sebagai otaknya tank, PT LEN Industri punya produk tersebut. Tapi, yang mendapat porsi adalah Pindad. Hal ini terjadi juga di BUMN industri pertahanan lainnya.

"Begitu juga ketika PT PAL membuat kapal, otaknya combat management system (cms) ini dikembangkan oleh LEN juga dari 2010, LEN punya produk dan teknologi ini. Tapi karena waktu itu PT PAL dan PT LEN bersaing, maka dalam kapal perang yang dibangun kala itu cms tidak punyanya LEN," jelas dia.

"Begitu juga dengan PTDI otaknya namanya mission system. Itu dulunya tidak punyanya LEN, punya somebody else, sehingga dulu waktu masih silo-silo TKDN-nya rendah sekali, karena masing-masing entitas itu berpikir buat masing-masing dirinya saja," sambung Bobby.

Kendati begitu, keadaan berbalik ketika perusahaan pelat merah di industri pertahanan ini dijadikan Holding BUMN Pertahanan atau Defend ID. Salah satunya terlihat dari sisi Tingkan Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang meningkat pesat.

"Alhamdulillah ini tersolusikan dengan baik ketika kita holding. dari TKDN dari level 20 persen sekarang meningkat 42 persen di tahun lalu. Jadi cita-cita kemandirian industri pertahanan dalam 1-2 tahun tercipta sangat baik sekali," bebernya.

 


BUMN Pertahanan Indonesia Boleh Ekspor Senjata ke Daerah Konflik?

Profil PT Len Industri (sumber: len.co.id)

Konflik global disebut mulai memanas, setelah invasi Rusia ke Ukraina, disusul perang Hamas-Israel di daerah konflik di Palestina. Holding BUMN Industri Pertahanan, Defend ID ikut buka suara soal ketentuan ekspor alat utama sistem pertahanan (alutsista).

Direktur Utama Defend ID PT LEN Industri (Persero) Bobby Rasyidin mengatakan ketentuan mengenai ekspor alutsista atau senjata ke luar negeri. Termasuk soal ekspor ke daerah konflik seperti perang Hamas-Israel dan konflik Rusia-Ukraina.

"Jadi yang namanya impor dan ekspor alutsista itu diawasi ketat sekali. Ini kan menyangkut manusia, menyangkut HAM, dan kawan-kawannya. Jadi kalau kita melakukan ekspor, itu benar-benar di-screen. Jadi di-screen itu negara importirnya siapa," kata dia di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (10/10/2023).

Kemudian, dia menjelaskan, perlu mencantumkan tujuan penggunaan senjata tersebut. Termasuk document control dari produsen, dalam hal ini Defend ID.

"Dan untuk kita mengekspor ini harus ada tanda tangan dari Menhan, betul-betul harus ada perizinan dari Kemenhan untuk mengizinkan. Kalau tidak, kita tidak bisa ekspor," ujarnya.

Selanjutnya, ekspor senjata perlu mengikuti ketentuan dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Jika satu wilayah konflik dilarang oleh DK PBB, maka industri pertahanan tidak bisa melakukan ekspor alutsista ke daerah tersebut.

"Boleh, selama tidak ada larangan dari Dewan Keamanan PBB. Kalau ada larangan dari Dewan Keamanan PBB, kita tidak boleh melakukan ekspor," jelasnya.

Salah satu yang masuk kategori larangan, kata Bobby adalah melakukan ekspor ke daerah Myanmar. Menurutnya, DK PBB sudah melarang sejak Februari 2021 lalu.

 


Tak Pasok Senjata ke Israel

Tentara Israel berjalan melewati tank di dekat perbatasan Gaza-Israel, Jumat (19/10). Pengerahan kekuatan militer terjadi berselang sehari usai roket Palestina menghancurkan sebuah rumah di selatan Israel. (AP Photo/Ariel Schalit)

Sebelumnya, Holding BUMN Industri Pertahanan atau Defend ID, PT LEN Industri (Persero) menjamin tak ada keikutsertaan perusahaan dalam menyuplai senjata ke daerah konflik. Salah satunya, pasca pecahnya perang Israel-Palestina.

Direktur Utama LEN Industri Bobby Rasyidin menegaskan, sampai saat ini tidak ada kontrak jual-beli senjata ke pihak Israel. Termasuk dengan anak usaha dari perusahaan di Israel.

"Belum ada, belum ada. Dengan Israel kita tidak ada," tegasnya di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (10/10/2023).

 


Diawasi dengan Ketat

Tembakan roket diluncurkan dari beberapa lokasi di Gaza mulai pukul 06:30 pagi (0330 GMT) dan berlanjut selama hampir setengah jam, wartawan AFP melaporkan. (MAHMUD HAMS / AFP)

Bobby menjelaskan, secara aturan sendiri, untuk ekspor alutsista diawasi secara ketat. Baik aturan dari Kementerian Pertahanan, maupun Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Jadi yang namanya impor dan ekspor alutsista itu diawasi ketat sekali. Ini kan menyangkut manusia, menyangkut HAM, dan kawan-kawannya. Jadi kalau kita melakukan ekspor, itu benar-benar di-screen. Jadi di-screen itu negara importirnya siapa," ujar dia.

"Kedua, penggunaannya itu untuk apa, termasuk juga document control dari kita sebagai produsen itu seperti apa. Dan untuk kita mengekspor ini betul-betul harus ada perizinan dari Kemenhan untuk mengizinkan. Kalau tidak, kita tidak bisa ekspor," sambung Bobby.

Dia menegaskan ada sederet aturan yang perlu lebih dulu diikuti sebelum melakukan jual-beli senjata dengan negara yang terkait dengan konflik. Di dalam negeri, tertuang dalam Permenhan Nomor 6 Tahun 2017.

"Itu jelas sekali, klasifikasinya seperti apa, kriterianya seperti apa, dan kita sangat patuh, sangat respect kepada aturan yang ada. Itu dari kitanya, dari sisi dalam negeri. Itu kan ada deklarasi-deklarasi dari Dewan Keamanan PBB, apakah ini boleh, apakah itu tidak boleh, apakah ini masalah HAM, apakah masalah tidak HAM, apakah invasi misalnya seperti Ukraina dengan Rusia, kita selalu mengikuti itu, kita tidak pernah keluar dari jalur itu," beber Bobby Rasyidin.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya