Liputan6.com, Jakarta - Masjid Al-Aqsa mengandung arti "masjid terjauh" atau "tempat suci terjauh," dan mengacu pada masjid berkubah timah di kawasan suci Haram al-Sharif. Kawasan ini mencakup Kubah Batu, empat menara, gerbang bersejarah kompleks tersebut, dan masjid itu sendiri.
Al-Aqsa memiliki makna keagamaan yang mendalam bagi umat Islam di seluruh dunia. Namun penting juga untuk menyoroti relevansi politiknya yang luar biasa bagi rakyat Palestina.
Advertisement
Mengutip dari laman The Conversation, Rabu (11/10/2023), disebutkan dalam Surat 17, ayat 1 Al-Quran, masjid ini terkait dengan kisah "Isra" Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan malam dari Mekah ke Yerusalem yang sebagian menegaskan bahwa beliau adalah nabi terakhir umat Islam.
Al-Quran mengatakan bahwa nabi saat itu "dibawa… pada malam hari dari Masjidil Haram (di Mekah) ke Al-Aqsa yang kawasannya telah kami berkahi." Dari sana, diyakini bahwa Muhammad naik ke surga yang disebut Miraj.
Kubah Batu yaitu Qubbat as-Sakhra dikatakan melindungi batu tempat Muhammad naik secara fisik. Asal usul masjid ini dimulai pada abad ketujuh.
Masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 637 M, hanya lima tahun setelah kematian Nabi Muhammad. Masjid itu telah dihancurkan, dibangun kembali dan direnovasi beberapa kali.
Bangunan yang ada saat ini sebagian besar dibangun pada abad ke-11 dan menjadi tempat salat harian dan pertemuan Jumat yang menarik banyak orang. Letaknya berdekatan dengan tempat keagamaan penting Yahudi dan Kristen, khususnya situs Kuil Yahudi Pertama dan Kedua.
Kompleks Tempat Suci
Kadang-kadang, Kubah Batu sebagai tempat suci dan Al-Aqsa sebagai masjid disalahartikan sebagai satu kesatuan. Meskipun merupakan bagian dari "Tempat Suci Mulia", keduanya merupakan dua bangunan berbeda dengan sejarah dan tujuan berbeda.
Namun, istilah Al-Aqsa terkadang digunakan untuk menunjukkan keseluruhan kompleks sebagai "Tempat Suci". Awalnya, istilah "tempat suci terjauh" diyakini merujuk pada Yerusalem secara keseluruhan.
Dalam sejarah Islam, setelah Mekah dan Madinah mayoritas umat Islam di seluruh dunia menganggap Yerusalem sebagai tempat tersuci ketiga di dunia. Sering dirujuk dalam tradisi dan hadis di agama Islam, diyakini bahwa ketika berada di Mekah, Muhammad awalnya mengarahkan doa umatnya ke Al-Aqsa.
Pada tahun 622 M, masyarakat meninggalkan Mekah karena penolakan, lalu mencari perlindungan di Madinah di utara. Setelah kurang lebih satu tahun di sana, umat Islam percaya bahwa Allah memerintahkan Muhammad untuk menghadap kembali ke Mekah untuk berdoa.
Dalam Surah 2, ayat 149-150, Al-Quran mengatakan, "Arahkan wajahmu ke arah Masjidil Haram (Ka’bah di Mekah)… di manapun kamu berada, arahkan wajahmu ke arah itu." Meskipun demikian, Yerusalem dan tempat-tempat sucinya khususnya Al-Aqsa dan Kubah Batu tetap menjadi tempat ziarah Islam selama 15 abad.
Advertisement
Situs Paling Sensitif yang Mengalami Konflik
Mengingat makna sakralnya, terdapat kekhawatiran besar mengenai nasib wilayah tersebut setelah kemenangan Israel dalam Perang Arab-Israel tahun 1967 dan aneksasi Yerusalem Timur. Meskipun Israel memberikan yurisdiksi atas masjid dan kompleks tersebut, Israel masih memerintahkan akses ke halaman itu dan pasukan keamanan secara teratur melakukan patroli dan melakukan penggeledahan di dalam kantor polisi.
Berdasarkan Undang-Undang Pelestarian Tempat Suci, pemerintah Israel juga mengizinkan masuknya kelompok agama berbeda seperti peziarah Kristen. Banyak warga Israel menghormati kesucian tempat itu sebagai situs paling suci dalam Yudaisme.
Pada 2005, kepala rabi Israel mengatakan bahwa orang Yahudi dilarang berjalan di situs tersebut untuk menghindari memasuki Ruang Mahakudus – tempat suci di dalam Bait Suci, yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya Tuhan di bumi.
Meskipun demikian, kelompok Yahudi ultra-Ortodoks tertentu secara kontroversial menganjurkan akses dan kontrol yang lebih besar terhadap situs tersebut. Mereka berupaya untuk merebut kembali Bukit Bait Suci yang bersejarah di kota Yerusalem.
Banyak Insiden di Al-Aqsa
Digambarkan sebagai “lokasi paling sensitif dalam konflik Israel-Palestina”, tempat ini sering menjadi lokasi aksi politik. Misalnya, pada Agustus 1969, seorang Kristen Australia bernama Dennis Michael Rohan berusaha membakar Al-Aqsa, menghancurkan mimbar yang secara historis signifikan dan diukir dengan rumit milik Saladin, sebuah karya seni Islam yang berharga.
Pada 28 September 2000, pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon dan delegasi yang dijaga oleh ratusan polisi anti huru hara Israel memasuki kantor polisi. Hal ini memicu protes dan tindakan keras oleh otoritas Israel, yang mengakibatkan banyak korban jiwa.
Banyak umat Islam di seluruh dunia menganggap tindakan ini sebagai "penodaan" terhadap masjid suci, dan peristiwa tersebut turut memicu Intifada Kedua, atau pemberontakan Palestina. Ketegangan memuncak lagi setelah serangan terhadap Yehuda Glick, seorang rabi sayap kanan yang kontroversial, pada musim gugur 2014.
Sebagai tanggapan, pemerintah Israel menutup akses ke Al-Aqsa untuk pertama kalinya sejak 1967. Pada Maret dan April tahun itu, polisi Israel menggunakan gas air mata dan granat kejut terhadap warga Palestina di dalam Al-Aqsa, yang memicu kecaman internasional. Sejumlah insiden lain antara pasukan Israel dan jamaah telah terjadi di Al-Aqsa dalam beberapa tahun terakhir.
Advertisement