Liputan6.com, Jakarta - Amnesty Internasional Indonesia merespons kekerasan dan penggunaan senjata api oleh aparat dalam konflik agraria di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng). Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty Usman Hamid.
"Kami mengecam penggunaan kekerasan yang terjadi antara aparat negara dengan warga sipil terkait konflik agraria, kali ini terjadi di Seruyan, sehingga menimbulkan korban jiwa dan korban luka-luka serta puluhan warga sempat ditangkap. Kami menyatakan belasungkawa kepada keluarga korban yang meninggal dalam insiden tersebut, dan kami berharap kesembuhan bagi mereka yang terluka," ujar Usman melalui keterangan tertulis, Rabu (11/10/2023).
Advertisement
Ia menilai, pihak yang berwenang harus melakukan penyelidikan yang adil sehingga kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Lalu, melihat apakah ada tindakan yang tidak sesuai protokol dan standar.
"Adili dan hukum aparat-aparat yang terlibat dalam pengerahan kekuatan berlebihan terhadap warga di Seruyan hingga memakan korban jiwa dan luka-luka. Terutama aparat yang memberi perintah 'bidik di bagian kepalanya' yang jelas diarahkan kepada penduduk sipil," ucap Usman.
Dia pun mendorong kepada pihak yang terlibat dalam isu agraria seperti di Seruyan untuk kembali mempertimbangkan mulai dari pendekatan, hingga solusi yang adil.
Pertimbangan ini, menurut dia, dilakukan untuk meminimalisir konflik dan tidak merugikan masyarakat lokal yang akan terdampak.
"Pendekatan konstruktif adalah satu-satunya cara untuk mengatasi konflik agraria yang mempengaruhi masyarakat lokal dan petani setempat, termasuk pelibatan bermakna masyarakat lokal yang terdampak perkebunan sawit di Seruyan," jelas Usman.
Polda Kalteng Usut Tewasnya Warga Seruyan, Diduga Ditembak Polisi saat Demo
Sebelumnya, satu dari tiga orang dikabarkan tewas diduga akibat tertembak polisi saat aksi unjuk rasa yang berujung ricuh di kebun sawit Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng), Sabtu 7 Oktober 2023.
Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Erlan Munaji membenarkan adanya kejadian itu. Ia mengatakan pihaknya saat ini tengah melakukan proses investigasi terkait insiden penembakan tersebut.
"Untuk berkaitan dengan penembakan nanti kita sedang melakukan investigasi tim dari Propam. Tim Irwasum sedang melakukan investigasi, tunggu hasilnya nanti kita sampaikan," jata Erlan saat dihubungi, Minggu 8 Oktober 2023.
Erlan memastikan pihaknya akan transparan dalam mengusut kasus seorang warga yang diduga tertembak polisi. Pihaknya akan menjatuhkan sanksi apabila benar anggotanya menyalahi prosedur pengamanan.
"Apabila ada pelanggaran anggota tentu nanti kita tindak tegas. Tim sedang melakukan investigasi apabila nanti ada kesalahan, baik itu personel ataupun ada oknum kita lakukan penindakan terhadap personel tersebut," ujar Erlan.
Advertisement
Lakukan Investigasi
Sementara itu, terkait warga yang dikabarkan tewas tertembak, kata Erlan, pihaknya masih melakukan investigasi. Sehingga, perihal identitas dan kronologi kericuhan masih belum bisa disampaikan.
"Kita belum tahu, kita lagi investigasi dulu apakah warga sini. Informasinya sih warga sini, cuma kita belum tahu apakah ikut aksi atau tidak," kata Erlan.
"(Kericuhan) itu kan, pada saat itu kita tidak tahu kalau masyarakat bawa-bawa sajam dan seperti bom molotov, ada ketapel dan seterusnya. Setelah kita suruh mundur tiba-tiba ada korban," tambah dia.
Pascaaksi unjuk rasa, kondisi di Desa Bangkal, Seruyan Raya, telah berangsur kondusif.
"Sementara untuk situasi saat ini telah aman terkendali," ujar Erlan.
Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) menyoroti tindakan represif aparat yang berujung adanya korban jiwa.
"Hari ini kembali kita menyaksikan brutalitas aparat kepolisian dalam melakukan penanganan konflik ketika komunitas masyarakat adat berhadapan dengan perusahaan. Satu nyawa melayang dan dua lainnya terluka akibat peluru senjata pihak kepolisian," kata Ketua Badan Pelaksana PPMAN, Syamsul Alam Agus dalam keteranganya.
Puluhan Orang Menuntut
Menurut Syamsul, selain ada korban akibat tindakan represif aparat, puluhan orang yang menuntut atas lahan adat kepada PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I pun turut ditangkap.
"Polisi tak segan menembaki masyarakat adat yang seharusnya mereka lindungi. Pihak kepolisian telah mengetahui bahwa konflik antara masyarakat adat dan perusahaan adalah akumulasi sikap perusahaan yang tidak tunduk pada sebuah proses perjanjian," kata Syamsul.
"Pihak kepolisian juga mengetahui bahwa masyarakat adat di Desa Bangkal Seruyan mayoritas merupakan masyarakat adat Dayak Temuan dan Kuhin. Akan tetapi, sepertinya pihak kepolisian lebih berpihak ke perusahaan, bukan menjadi pihak netral dalam melakukan pengamanan," jelas dia.
Advertisement