Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengatakan bahwa dia mendukung upaya untuk meningkatkan daya pinjaman IMF dan Bank Dunia, dalam mengentas kemiskinan dan perubahan iklim.
Berbicara di sela-sela pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Maroko, Yellen mengatakan sistem pinjaman global telah berubah seiring waktu untuk menghadapi tantangan baru.
Advertisement
"Negara juga harus berubah lagi untuk menghadapi tantangan global yang mendesak saat ini," ujar Yellen, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (11/10/2023).
Yellen mengungkapkan, dewan gubernur Bank Dunia pada pertemuan pekan ini di Marrakesh akan mendukung visi baru mengakhiri kemiskinan.
"Sudah menjadi hal yang masuk akal bahwa mengatasi perubahan iklim dan tantangan global lainnya adalah kunci untuk mencapai pembangunan," ucap Yellen dalam pidatonya di Marrakesh.
Presiden Bank Dunia Ajay Banga mengatakan para gubernur bank sentral pekan ini akan mendukung langkah-langkah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pinjamannya.
Perubahan tersebut memungkinkan penambahan kapasitas pinjaman tambahan sebesar USD 125 miliar.
Reformasi ini dan langkah-langkah lain yang dilakukan bank pembangunan daerah akan menambah total kapasitas pendanaan setidaknya USD 200 miliar, bebernya.
Namun dia menambahkan bahwa Bank Dunia juga membutuhkan “perubahan budaya untuk mempercepat mobilisasi sektor swasta”.
Dia memperingatkan bahwa pendanaan dari bank pembangunan multilateral (MDB) saja tidak akan cukup untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, yang mencakup pemberantasan kelaparan dan kemiskinan.
"Kita memerlukan MDB untuk menetapkan target mobilisasi modal swasta yang konkrit dan memberikan insentif bagi stafnya untuk memenuhi target tersebut," jelas Yellen.
Mengenai IMF, Yellen mengatakan Amerika Serikat akan mendukung "formula kuota yang lebih mencerminkan perekonomian global, namun perubahan terhadap hal ini hanya dapat terjadi dalam kerangka kerja yang disepakati berdasarkan prinsip-prinsip bersama".
Kuota IMF, yang didasarkan pada kinerja ekonomi, menentukan berapa banyak pendanaan yang harus diberikan suatu negara kepada IMF, hak suaranya, dan jumlah maksimum pinjaman yang dapat diperolehnya.
Utang Negara-Negara Asia Bengkak, Bank Dunia Cemas
Kepala Ekonom Bank Dunia Indermit Gill mengingatkan bahwa meningkatnya tingkat utang di antara negara-negara Asia dapat menghambat pertumbuhan kawasan tersebut di bawah perkiraan saat ini.
Mengutip Channel News Asia, Selasa (10/10/2023) Gill mengatakan, ia tetap kritis terhadap lambatnya restrukturisasi utang di bawah Kerangka Kerja Umum Kelompok G20 untuk merestrukturisasi utang negara-negara termiskin, dan mengatakan bahwa sangat penting untuk mempercepat proses tersebut.
Namun tingginya tingkat utang di Asia juga menjadi kekhawatiran, mengingat peningkatan pinjaman pemerintah dari pasar domestik akan membatasi tingkat kredit yang tersedia bagi perusahaan swasta, sehingga mengakibatkan melemahnya investasi.
"Kita menghadapi masalah yang bersamaan: terlalu banyak utang dan terlalu sedikit investasi," ujar Gill.
"Banyak konsumsi pemerintah dan konsumsi swasta yang dibiayai melalui utang. Tidak banyak investasi yang dibiayai melalui kredit, dan itu tidak bagus," ucapnya.
"Hasilnya bisa jadi adalah pertumbuhan yang jauh lebih rendah dari perkiraan kami. Jadi ini bukan situasi kesulitan utang, tapi hanya pertumbuhan yang merosot. Tapi ini masalah yang sama seriusnya. Sekarang kita bicara soal negara-negara yang sangat, sangat besar," katanya, tanpa memberikan angka dan negara spesifik.
Advertisement
Capai 85 Persen PDB
Ia enggan memberikan contoh spesifik, namun laporan Bank Dunia baru-baru ini menunjukkan utang pemerintah telah mencapai sekitar 85 persen terhadap PDB rata-rata di negara kawasan Asia Selatan, lebih tinggi dibandingkan negara-negara emerging market dan kawasan ekonomi berkembang lainnya.
Laporan Bank Dunia menemukan bahwa utang meningkat di kawasan ini karena meningkatnya belanja pemerintah, rendahnya pendapatan dalam negeri, dan meningkatnya biaya pembayaran utang. Laporan tersebut mencatat sejumlah faktor, termasuk kerugian pada bank besar milik negara, dapat mendorong biaya pinjaman ke tingkat yang tidak berkelanjutan.
Asia Timur
Peningkatan utang juga meningkat di Asia Timur.
"Kalau lihat angka utangnya (di Asia Timur), semuanya naik. Yang relatif rendah itu Tiongkok, tapi kita tahu kalau di Tiongkok, yang jadi masalah bukan utang pemerintah pusatnya, tapi utang daerah dan hutang perusahaan serta rumah tangga," jelas Kepala Ekonom Bank Dunia Indermit Gill.
Gill mengatakan dia khawatir bahwa fokus dunia pada negara-negara termiskin yang tercakup dalam Kerangka Kerja Bersama dapat menimbulkan guncangan di negara-negara lain yang tampaknya sehat.
Advertisement