Liputan6.com, Jakarta - Bakal calon wakil presiden Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengajak, semua pihak menghormati apa pun putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas minimal usia capres-cawapres.
"Saya mengajak semua untuk menghormati apa pun keputusan MK, kita tunggu saja," kata Cak Imin dilansir dari Antara, Rabu (11/10/2023).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Cak Imin, sesuai konstitusi di Indonesia, MK memiliki kewenangan penuh untuk memutuskan setiap gugatan atau uji materi yang diajukan oleh masyarakat.
Meski demikian, Cak Imin menekankan MK harus bertanggung jawab, bersikap transparan, serta akuntabel terhadap putusan yang diambil.
"Sampai hari ini belum tahu apakah sudah sidang atau belum," ujar dia.
Cak Imin enggan berspekulasi dan memilih bersabar menunggu putusan gugatan batas usia capres-cawapres itu.
"Nanti keputusannya apa dan bagaimana pasti akan dijelaskan oleh MK daripada berspekulasi," kata dia.
Menurut Cak Imin, dirinya bersama bakal capres Anies Baswedan siap menghadapi siapa pun lawan dalam Pilpres 2024.
"Kita sangat siap dengan siapa pun. Kami sudah konsolidasi dan menyatakan mau dua pasangan, tiga pasangan mau siapa pun kami menyatakan siap," kata dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menggelar sidang putusan judical review atau uji materi UU Pemilu terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden pada Senin, 16 Oktober 2023, pekan depan. Sidang akan digelar di gedung MK.
"Senin,16 Oktober 2023, 10.00 WIB. Pengucapan Putusan," demikian dikutip dari laman resmi MK, Selasa 10 Oktober 2023.
Mantan Hakim MK: Batasan Usia Capres Itu Open Legal Policy, Ranahnya Pembuat UU
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna meminta MK tak memperoses “judicial review” atau uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden/wakil presiden 40 tahun untuk diubah menjadi 35 tahun atau bahkan 21 tahun atau yang pernah berpengalaman sebagai kepala daerah, karena tidak ada isu konstitusionalnya di sana.
Jika tetap memprosesnya, maka MK ia anggap menyerobot kewenangan pembuat UU, yakni Presiden dan DPR RI.
"Berkali-kali sudah saya sampaikan, soal usia adalah ‘open legal policy’ (kebijakan hukum terbuka) yang menjadi wewenang pembentuk undang-undang. Tidak ada isu konstitusional di situ. Soal usia, terserah pembentuk undang-undang,” kata I Dewa Gede Palguna, Jumat (6/10/2023).
"Saya tegaskan itu (gugatan batas usia minimal capres cawapres) bukan ranahnya MK. Itu sepenuhnya ranah pembuat undang-undang. Itu ranah ‘possitive legislator’, bukan ‘negative legislator’ seperti MK. Jika gugatan itu diproses, maka MK bisa dianggap menyerobot kewenangan pembuat undang-undang,” tukas Palguna.
Bahkan, Palguna menilai gugatan batas minimal usia capres/cawapres ke MK salah alamat. Ia meminta semua pihak tidak memaksakan kehendak terkait hal itu.
"Urusan umur itu enggak ada urusan dengan konstitusi. Itu bukan isu pengujian konstitusionalitas. Itu wilayahnya ‘legislative review’. Itu ‘open legal policy’ pembuat undang-undang," jelasnya.
Advertisement