OJK Minta Dapen Masuk Pengawasan Khusus Lakukan Ini

Sejatinya OJK sudah mengambil upaya mencari solusi dari permasalahan dapen yang masuk dalam pengawasan khusus tersebut.

oleh Nurmayanti diperbarui 12 Okt 2023, 05:01 WIB
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pengelola dana pensiun (dapen) yang masuk dalam pengawasan khusus segera mengambil tindakan atau langkah-langkah memperbaiki diri. Adapun terdapat 12 dapen masuk dalam pengawasan khusus lembaga ini.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan sejatinya OJK sudah mengambil upaya mencari solusi dari permasalahan dapen yang masuk dalam pengawasan khusus tersebut.

Dia menyebutkan, langkah pertama dengan meminta pengelola dapen khususnya pendiri yang mempunyai kewajiban tunggakan iuran segera memenuhi sesuai porsinya.

"Isu ini sulit mendapatkan pemecahan kalau pendiri dapen dalam keadaan rugi atau bahkan sudah dilikuidasi. Itu isu perlu dapat pencerahan lebih lanjut," jelas dia kepada media, Selasa (10/10/2023).

Kemudian OJK juga meminta perusahaan dapen secara bertahap menyesuaikan tingkat bunga aktuaria menjadi ke level yang sewajarnya agar bisa memenuhi kewajibannya.

Selain itu, pihaknya meminta perusahaan dapen mengkaji ulang program dapen manfaat pasti jika bisa dikonversi menjadi dapen iuran pasti. Langkah ini harus dilakukan dapen dan bukan oleh OJK.

Meski diakui akan ada kesulitan jika perusahaan induk dapen sudah tidak bisa lagi membayar salah satu konversi manfaat pasti jadi iuran pasti. "Itu solusi kita usulkan ke beberapa perusahan dapen yang menghadapi pendanaan tingkat tersebut," tegas dia.


Tunggakan Iuran Tembus Rp 3,61 Triliun, 12 Dapen Masuk Pengawasan Khusus OJK

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka-bukaan perihal kondisi dana pensiun (dapen) di Indonesia. Saat ini, terdapat 12 dapen yang masuk pengawasan khusus lembaga ini. Adapun dapen dalam pengawasan tersebut berasal dari non BUMN dan BUMN.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono membeberkan ada berbagai permasalahan yang menggelayuti dapen di Indonesia. Ini yang mendasari dapen masuk dalam pengawasan khusus OJK.

"Dari 12 dapen dalam pengawasan khusus itu kita minta kepada pihak terkait terutama pendiri itu memenuhi kewajibannya. Jadi beberapa penyebab bagaimana dapen itu mempunyai tingkat pendanaan 3 bisa dijelaskan beberapa poin penting," jelas dia kepada media di Jakarta, Selasa (10/11/2023).

Dia menyebutkan jika salah satu permasalahan dana pensiun (dapen) diakibatkan pendiri atau pemberi kerja tidak menyetorkan porsi iuran yang menjadi kewajibannya. Tak tanggung-tanggung tunggakan iuran pendiri dapen mencapai Rp 3,61 triliun secara akumulasi.

Penyebab setoran mandek seperti perusahaan bangkrut atau kondisi dapen yang merugi.  "Itu penyebab utama sehingga tidak imbang antara kewajiban dengan dana tidak imbang," ungkap dia.

Permasalahan kedua berkaitan dengan penetapan bunga aktuaria. Tingkat bunga aktuaria digunakan untuk menghitung berapa kewajiban. Manajemen perusahaan dituntut bisa memenuhi kewajiban berdasarkan tingkat bunga tersebut.

Akibatnya, mereka mencari investasi yang bisa memberikan imbal hasil setingkat bunga aktuaria. "Jadi high return high risk artinya beli produk beresiko tinggi untuk tutup gap," tambah dia.

 


Permasalahan Lain

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dan jajarannya saat FGD bersama media membahas dana pensiun di Indonesia. Foto: Liputan6.com

Permasalahan ketiga disebutkan ditemukan jika ternyata imbal hasil rata-rata Dapen itu rendah alias di bawah pasar. Permasalahan jadi lebih kompleks di mana usai tingkat aktuaria sudah di atas pasar dan imbas hasil investasi dapen justru di bawah pasar.

Ini dikatakan menandakan ada gap dari imbal hasil rendah karena dilakukan investasi yang tidak tepat yang disinyalir sebagai fraud.

Tapi secara umum permasalahan berkaitan dengan dana iuran peserta dan pendiri tidak cukup untuk memenuhi kewajiban manfaat peserta pensunan tersebut.

"Ini kombinasi menyebabkan terjadi masalah karena pengurus dituntut mencari investasi dengan return tinggi sesuai dengan bunga aktuaria. Itu isu utama di situ," tegas Ogi.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya