Liputan6.com, Jakarta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan satu dari lima korban bencana banjir bandang akibat badai Daniel di Libya akan mengalami masalah kesehatan mental.
Masalah mental dapat timbul pada korban selamat menyusul kehancuran yang ditimbulkan oleh Badai Daniel. Badai yang menerjang bagian timur Libya pada 10 September lalu tak hanya memusnahkan harta benda tapi juga merenggut nyawa keluarga terkasih.
Advertisement
Di tengah ketidakpastian, sebagian korban selamat juga masih menanti kabar 9.000 orang yang masih dinyatakan hilang.
Atas kejadian ini, WHO memperkirakan setidaknya satu dari lima orang akan menderita kondisi kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pascatrauma setelah terjadinya keadaan darurat besar seperti Badai Daniel.
Maka dari itu, layanan kesehatan mental menjadi salah satu dari tiga prioritas utama yang diidentifikasi oleh tim penilai antarlembaga yang mengunjungi Libya timur pada masa awal bencana. Dua prioritas lainnya adalah layanan air bersih dan layanan kesehatan dasar.
WHO menilai, kebutuhan akan layanan kesehatan mental menjadi semakin mendesak setelah krisis ini terjadi.
Perwakilan WHO di Libya, Dr Ahmed Zouiten mengatakan bahwa layanan kesehatan mental sangat penting.
“Patah tulang bisa diperbaiki, tapi luka psikologis – yang sering kali tidak terlihat – membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh,” ujar Zouiten dalam keterangan resmi WHO, Kamis (12/10/2023).
Kerja Sama Sediakan Layanan Mental
Zouiten menambahkan, pihaknya bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memastikan bahwa masyarakat dapat memperoleh dukungan kesehatan mental dasar. Baik di fasilitas layanan kesehatan primer maupun layanan kesehatan pusat komunitas.
“Namun, beberapa orang yang mengalami stres akut memerlukan perawatan psikologis dan psikiatris khusus,” ujar Zouiten.
WHO dan otoritas kesehatan di Libya timur berupaya untuk membangun serangkaian layanan kesehatan mental, mulai dari pertolongan pertama psikologis dasar hingga perawatan psikiatri khusus.
Advertisement
Meminta Bantuan Negara Tetangga
WHO juga telah meminta bantuan negara-negara tetangga untuk membantu mengurangi kekurangan psikiater dan psikolog di Libya.
Mereka juga berencana untuk melatih petugas kesehatan Libya, relawan dan petugas tanggap darurat dalam pertolongan pertama psikologis dan dukungan psikososial dasar.
WHO mendukung pendirian klinik kesehatan mental yang dikelola oleh para spesialis. Selain menangani kebutuhan mendesak, para spesialis ini akan fokus membantu para penyintas yang mengalami trauma mendalam untuk mengatasi kesedihan, kecemasan, dan kehilangan.
Mereka juga akan mendukung staf layanan kesehatan primer dan pekerja komunitas, yang banyak di antaranya terus mendukung tanggap darurat di tengah kesedihan dan kehilangan yang mereka alami.
Pastikan Layanan Kesehatan Mental Tersedia dan Dapat Diakses oleh Semua
Lebih lanjut Zouiten mengatakan, WHO dan mitranya telah berinvestasi secara signifikan dalam memperkuat layanan kesehatan mental di Libya selama dekade terakhir.
“Namun, upaya-upaya ini perlu ditingkatkan secara signifikan dan dapat segera dilaksanakan.”
“Kami berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan otoritas kesehatan dan mitra nasional dan internasional untuk memastikan bahwa layanan kesehatan mental tersedia dan dapat diakses oleh semua orang yang membutuhkan,” jelas Zouiten.
Terakhir, dia menekankan bahwa kesehatan mental bukanlah sebuah kemewahan melainkan hak asasi manusia universal. Artinya, kesehatan mental adalah hak semua orang di mana pun mereka berada.
Advertisement