Harga Pangan saat Ini Tertinggi dalam 7 Tahun Terakhir

Selain masalah harga pangan, Erick Thohir juga menyinggung bagaimana pengaruh negara ekonomi besar seperti China dan Amerika terus mempengaruhi wilayah Asia-Pasifik, tak terkecuali Asia Tenggara.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 12 Okt 2023, 20:50 WIB
Erick Thohir menyoroti tingginya harga pangan dalam beberapa waktu terakhir. Kenaikan ini terjadi karena adanya pembatasan ekspor di negara pemasok dan fenomena kekeringan El Nino. (Dok Kementerian BUMN)

Liputan6.com, Jakarta - Dalam acara pelantikan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Perhimpunan Pelajar Indonesia (IAPPI), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyoroti tingginya harga pangan dalam beberapa waktu terakhir. Kenaikan ini terjadi karena adanya pembatasan ekspor di negara pemasok dan fenomena kekeringan El Nino.

“Harga pangan hari ini adalah harga tertinggi selama 7 tahun terakhir. Kalau kita lihat (harga) energi juga sama, sangat tinggi,” ungkap Erick Thohir di Smesco Indonesia, Jakarta pada Kamis (12/10/2023).

“Tetapi kalau kita lihat lagi ke depan, belum lagi adanya perkembangan digitalisasi (salah satunya) AI (Artificial Intelligence). (Ini memunculkan) tantangan lain, ketika Indonesia didorong untuk tetap menciptakan lapangan pekerjaan,” sambungnya.

Menteri BUMN memaparkan, data-data dari badan ekonomi mengatakan, diperkirakan 85 juta akan hilang dibandingkan 67 juta yang tumbuh.

Tak hanya isu pangan, Erick Thohir juga membahas situasi global yang tidak mudah, terutama seputar isu ekonomi dan politik.

“Dunia sedang mengalami tekanan tidak hanya di isu ekonomi, tetapi juga di isu politik. Pertanyaannya, mau kemana kita sebagai bangsa Indonesia?,” ucapnya.

“Di lain pihak juga, sebagai salah satu dari negara-negara Asia Tenggara, kita bisa liat juga ada tantangan. Apakah kita bisa tetap menjadi zona yang netral?,” katanya.

Erick Thohir juga menyinggung bagaimana pengaruh negara ekonomi besar seperti China dan Amerika terus mempengaruhi wilayah Asia-Pasifik, tak terkecuali Asia Tenggara.

“Artinya, secara politik pun kita (Indonesia) ada di (posisi) mana. Saya tentu berharap kita sebagai bangsa harus punya visi masa depan, baik di bidang ekonomi maupun politik,” tegas Erick Thohir, di hadapan para pelajar Indonesia lulusan universitas di berbagai negara.

“Pertanyaannya, siapa penggeraknya? penggeraknya tentu adalah tokoh-tokoh muda di negara kita. Karena tidak mudah, kita hanya punya satu momentum yaitu ketika piramida kita yang hari ini sangat baik,“ pungkasnya.


Jokowi Akui Masih Ada Masalah Pangan di Dalam Negeri

Presiden Jokowi berjalan di tengah sawah saat meninjau irigasi di Desa Waimital, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (14/2). Program tersebut diharapkan Jokowi bisa meningkatkan daya beli masyarakat. (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Presiden Joko Widodo mengakui, masalah pangan dalam negeri masih terjadi. Bukan tanpa sebab, menurut Jokowi ikhwal perang di luar negeri dan pertambahan jumlah penduduk adalah menjadi faktornya.

Hal itu dia sampaikan, saat bersilaturahmi dengan relawan Alap-Alap.

“Ada perang di Ukraina, kelihatannya memang perangnya jauh, tetapi dampaknya sampai ke sini. Apa dampaknya? Presiden Ukraina Zelensky menyampaikan ada 77 juta ton gandum berhenti di Ukraina karena perang, gandum tidak bisa diekspor sehingga negara yang membutuh barangnya tidak ada,” kata Jokowi di Kompleks Sentul, Bogor, Sabtu (7/10/2023).

Selain Ukraina, Jokowi melaporkan hal senada yang terjadi di Rusia. Menurut laporan dari Presiden Rusia Vladimir Putin, ada 130 juta ton gandum berhenti di Rusia akibat perang. Artinya secara total, ada 207 juta ton pasokan gandum dunia terhenti.

“Terus yang biasanya ambil gandum di sana disuruh makan apa? Karena supply kurang, harganya naik sampai 50 persen,” ungkap Jokowi.

 


Tidak Bisa Dihindari

Politikus PDIP ini menjelaskan, penggunaan gandum memang bukan untuk kebutuhan primer rakyat Indonesia. Namun pasokan gandum tetap dibutuhkan untuk pembuatan mie dan roti yang juga menjadi makanan favorit orang Indonesia.

“Kita memang makan beras, tetapi kita masih impor 11 juta ton gandum. Karena Negara ini besar, besar sekali, dari mana 11 juta ton? 30 persen dari Ukraina dan Rusia,” urai Jokowi.

Karena itu dia mengamini kenaikan harga pangan berupa beras terhadap produk gandum tidak bisa dihindari.

Selain gandum, Jokowi juga menyinggung komoditas pangan berupa beras yang bernasip sama. Akibatnya, bangsa Indonesia masih mengimpor hingga 1,5—2 juta ton beras.

“(Impor) karena produksi dalam belum mencukupi, karena penduduk terus bertambah jadi 278 juta tahun ini, sebelumnya 270 juta. Sehingga, produksi beras harus nambah. Begitu India dengan 22 Negara lainnya lagi stop tidak ekspor beras, di semua negara naik semua harga beras,” ungkap Jokowi.

“Ini masalah yang harus saya sampaikan. Karena imbasnya ke negara lain," imbuh Jokowi.

 

Infografis Optimisme KTT G20 di Tengah Krisis Pangan, Energi, Keuangan (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya