Daftar Barang Impor Kiriman e-Commerce Kena Pajak Mulai 17 Oktober 2023

Aturan barang impor kiriman e-commerce tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 13 Okt 2023, 06:03 WIB
Ilustrasi paket. Sumber foto: unsplash.com/RoseBox.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan mengenakan tarif Most Favoured Nation (MFN) terhadap 8 barang impor atau komoditas kiriman lewat e-commerce mulai 17 Oktober 2023. 

Kedelapan komoditas barang kiriman e-commerce tersebut yakni tas (15-20%), buku (0%), produk tekstil (5-25%), alas kaki/sepatu (5-30%), kosmetik (10-15%), besi dan baja (0-20%), sepeda (25-40%), dan jam tangan (10%). Pengenaan tarif ini untuk melindungi UMKM dan industri dalam negeri.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman, sebagai perubahan dari PMK-199/PMK.010/2019.

“Kami berharap lewat penerbitan PMK-96/2023 dari sisi impor akan terwujud peningkatan pelayanan impor barang kiriman tanpa mengabaikan aspek pengawasan dan kebenaran data pemberitahuan atas impor barang kiriman. Sementara itu, dari sisi ekspor, penerbitan aturan ini diharapkan dapat menghadirkan perbaikan administrasi kepabeanan atas ekspor barang kiriman," jelas Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Fadjar Donny pada Media Briefing di Jakarta, Kamis (12/10/2023).

Penerbitan PMK tersebut merupakan bagian dari transformasi layanan Kemenkeu dalam memberikan kepastian hukum dan aturan yang jelas terkait ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman.

“Latar belakang kenapa diterbitkan PMK-96 ini disamping juga tadi yang kami sampaikan untuk melindungi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), ini juga merupakan tindak lanjut arahan Bapak Presiden untuk mengurangi impor barang konsumsi,” ungkap dia.

Dia menegaskan jika juga mengimbau stakeholders dan masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan di bidang impor dan ekspor barang kiriman dan mendukung kelancaran kinerja pelayanan dan pengawasan Bea Cukai di lapangan.

Selain itu, penerbitan PMK-96 dilatarbelakangi oleh semakin pesatnya perkembangan bisnis pengiriman barang impor melalui penyelenggara pos yang perlu diimbangi dengan prosedur pelayanan dan pengawasan yang lebih maju dengan memanfaatkan teknologi informasi.

 


Diperlakukan Sebagai Importir

Ilustrasi sampah kemasan paket. (dok. cottonbro/Pexels.com)

Dalam PMK-96, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) diperlakukan sebagai importir atas barang kiriman hasil perdagangan PPMSE tersebut.

Untuk itu, skema kemitraan PPMSE dengan DJBC tidak lagi bersifat opsional, melainkan mandatory. Hal ini juga berdampak dari sistem pemberitahuan pabean dan penetapan nilai pabean barang hasil perdagangan yang sebelumnya official assessment menjadi self assessment.

“Untuk dapat menyelesaikan impor barang kiriman, PPMSE yang telah bermitra itu wajib menyampaikan e-catalog dan kemudian juga e-invoice atas barang kiriman tersebut yang nantinya kami akan membandingan dengan consignment notes menurut dari barang kiriman tersebut. Kenapa demikian? Kami harapkan DJBC bisa mengetahui harga sebenarnya atas transaksi barang kiriman tersebut,” jelas Donny.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya