Dugaan Korupsi Pengadaan Kapal Mewah Pemprov Sultra, BPKP Belum Keluarkan Surat Tugas Auditor

Polda meminta BPKP Sulawesi Tenggara mengaudit kasus korupsi kapal mewah,. pemprov Sulawesi Tenggara namun sampai saat ini belum ada surat tugas bagi auditor.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 14 Okt 2023, 03:00 WIB
Polda meminta BPKP Sulawesi Tenggara mengaudit kasus korupsi kapal mewah,. pemprov Sulawesi Tenggara namun sampai saat ini belum ada surat tugas bagi auditor.

Liputan6.com, Kendari- Pengadaan kapal mewah Pemprov Sulawesi Tenggara senilai Rp9, 8 miliar, yang ditangani Polda Sulawesi Tenggara, belum banyak memperlihatkan perkembangan. Sebelumnya, pihak Subdit Tipidkor Polda mengalihkan permintaan audit dari Inspektorat Daerah Sulawesi Tenggara ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra. 

Penyebabnya, inspektorat menolak mengaudit kasus dugaan korupsi kapal mewah. Alasannya, mereka tidak memiliki saksi ahli auditor spesialis kapal mewah.

Inspektorat bahkan tidak memberikan jawaban kepada pihak Subdit Tipidkor Ditkrimsus Polda Sultra terkait hasil audit selama 7 bulan sejak Februari-September 2023.

Setelah penolakan inspektorat, dua orang perwira di Tipidkor Polda Sultra kena mutasi. Keduanya yakni, AKBP Honesto R Dasinglolo dan AKP Hasanuddin. 

AKBP Honesto merupakan Kasubdit Tipidkor Polda. Sedangkan AKP Hasanuddin, merupakan Ketua Tim Penyidik kasus dugaan korupsi kapal mewah Pemprov Sultra.

Terkait hal ini, Dirkrimsus Polda Sultra Kombes Pol Bambang Wijanarko mengatakan, mutasi merupakan hal lumrah di tubuh Polri. Kata dia, mutasi salah satu perwira di Tipidkor berkaitan dengan promosi jabatan.

Sejak Polda mengajukan permintaan audit ke BPKP Sultra, Didi Rohyadi Koordinator Pengawasan Bidang Investigasi BPKP Sultra mengatakan, saat ini pihaknya juga sama sekali belum mengeluarkan surat tugas terhadap auditor. Kata dia, masih ada kelengkapan yang harus dipenuhi BPKP sebelum audit ke lapangan.

Didi Rohyadi mengungkapkan, saat ini audit kapal mewah masih dalam tahapan telaah. Sebelum masuk ke audit investigasi, pihaknya harus mengetahui gambaran umum kasus dugaan korupsi. 

"Misalnya, garis besar masalah apa, potensi kemungkinan kerugian negara, nanti setelah itu baru kami buat susunan tim seperti apa," ujar Didi Rohyadi, dihubungi via telepon seluler, Kamis (12/10/2023). 

Kata dia, selain permintaan audit dari Polda terkait kapal mewah, masih ada tugas priorotas lainnya yang mesti ditangani BPKP. Dia mengungkap, saat ini BPKP masih kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan turun langsung mengaudit.

"Kalau sudah ada SDM, sebenarnya ini bisa cepat. Namun, ada target lain dari kantor saat ini yang mesti kami selesaikan," jelas Didi. 

Dia mengungkapkan, pada kasus lain sebelumnya, ada beberapa tingkatan kasus mulai dari sederhana hingga kasus dengan tingkat kerumitan tinggi. Biasanya, proses audit bisa memakan waktu mulai dari seminggu hingga sebulan. 

"Sebab, harus memenuhi beberapa administrasi misalnya BAP kasus, melihat kondisi kapal dan lainnya, setelah itu baru urus surat tugas kesana (audit)," Katanya.

Terkait ketersediaan saksi ahli, menurutnya, spesialis BPKP yakni auditing dan akuntansi. Terkait kelayakan kondisi kapal, pihak BPKP bisa meminta ke Dinas Perhubungan atau pihak dari salah satu perusahaan kapal. 

Diketahui, Polda Sulawesi Tenggara sudah memeriksa belasan orang saksi dalam kasus korupsi pengadaan kapal mewah Pemprov Sulawesi Tenggara. Diantaranya, pihak perusahaan pemenang tender, biro umum Pemprov, serta meminta keterangan pihak Kantor Bea Cukai Kendari. 


Beda Pendapat Polda dan Inspektorat

Polda meminta BPKP Sulawesi Tenggara mengaudit kasus korupsi kapal mewah,. pemprov Sulawesi Tenggara namun sampai saat ini belum ada surat tugas bagi auditor.

Kantor Bea Cukai Kendari, mengungkap sejumlah kejanggalan terkait kasus dugaan korupsi kapal mewah senilai Rp9,8 miliar milik Pemprov Sulawesi Tenggara. Dari keterangan pihak Bea Cukai, kapal buatan perusahaan Azimuth asal Jerman, bermasalah saat dibeli melalui proses lelang oleh Pemprov Sulawesi Tenggara pada 2020 lalu.

Saat kapal diamankan di Kota Kendari atas perintah Bea Cukai Marunda Jakarta Utara, pihak Bea Cukai menemukan status kapal ternyata masih sebagai barang impor sementara. Padahal, dalam aturannya, kapal mesti berstatus impor pakai ketika masuk dalam proses jual-beli di negara tujuan.

Fakta lainnya, kapal mewah ini berstatus barang bekas saat Pemprov membeli melalui proses lelang pada tahun 2020. Menurut Humas Bea Cukai Kendari Arfan Maksun, kapal mewah ini sudah masuk ke Indonesia sejak 2019. Saat itu, digunakan untuk tujuan wisata mengunjungi sejumlah wilayah di Indonesia.

Kemudian, kata Bea Cukai, Pemprov membeli kapal saat surat-surat kapal harus diurus kembali sebelum diperjualbelikan. Pihak perusahaan pengimpor kapal, dalam aturannya mesti memperpanjang masa berlaku kapal melalui Bea Cukai Marunda sebelum kapal diizinkan kembali beroperasi di Indonesia.

Terkait fakta-fakta ini, penyidik Polda beranggapan, belum ada dugaan mark-up dari lelang pengadaan kapal. Kasubdit Tipidkor Ditkrimsus Polda Sulawesi Tenggara Kompol Honesto menegaskan, polisi masih menemukan kesesuaian pengadaan kapal bekas senilai Rp9,8 miliar yang dibeli Pemprov Sulawesi Tenggara.

Keterangan Kasubdit Tipidkor bertentangan dengan sikap pihak Inspektorat Sulawesi Tenggara. Saat ini, inspektur daerah Provinsi Sulawesi Tenggara memutuskan menolak mengaudit dugaan korupsi kapal mewah senilai Rp9,8 miliar milik Pemprov. Sejak Polda meminta audit pada 24 Februari 2023, inspektur tidak berani mengeluarkan surat tugas kepada auditor untuk memulai investigasi.

Hal ini disampaikan Inspektur Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, Gusti Pasaru. Dia beralasan, takut akan ada masalah ke depannya jika dia memaksakan lembaganya mengaudit kapal.

"Kami belum memiliki auditor ahli untuk audit kapal mewah, sehingga berkas kami kembalikan ke Polda," ujar Gusti Pasaru kepada Liputan6.com, Senin (25/6/2023).

Salah satu alasan kekhawatiran inspektorat menolak mengaudit, sebab kapal pengadaan ini merupakan barang bekas. Ternyata, jika jadi dilakukan, ini pertama kalinya pihak inspektorat akan mengaudit pengadaan kapal bekas.

"Ini baru pertama kali pengadaan kapal atau kendaraan bekas," kata Gusti Pasaru.

Pengadaan kapal bekas, dianggap tidak menjamin kualitas, mutu dan lama masa pakai. Kata Gusti, selama ini pengadaan kendaraan di Pemprov merupakan barang baru.

"Kami khawatir, jika kami mengaudit tanpa adanya kompetensi dari auditor, kalau ada masalah di kemudian hari, yang disalahkan kami," ujar Inspektur Gusti Pasaru.

Menanggapi penolakan inspektorat, Dirkrimsus Polda Sulawesi Tenggara Kombes Pol Bambang Wijanarko mengatakan, Polda sudah mengalihkan permintaan audit ke pihak BPKP Sulawesi Tenggara.

"Pada tanggal 25 September kemarin penyidik sudah selesai ekspos dengan BPKP provinsi Sultra untuk dilaksanakan audit investigasi oleh BPKP, kita tunggu pelaksanaan audit investigasi oleh BPKP dan hasilnya," ujar Bambang Wijanarko

Diketahui sebelumnya, inspektorat ternyata sudah menolak berkas permintaan audit kapal pemprov Sulawesi Tenggara dari penyidik Polda, 18 September 2023. Sebelumnya, polisi sudah meminta audit ke inspektorat sejak 24 Februari 2023. Menurut Dirkrimsus Polda Sulawesi Tenggara Kombes Pol Bambang Wijanarko, inspektorat baru mengabari setelah 7 bulan lamanya terkait pembatalan audit.


Bea Cukai Temukan Kejanggalan

Humas Bea Cukai Kendari Arfan Maksun memaparkan, awalnya kapal ini, masuk ke Indonesia sebagai barang impor sementara pada 2019. Pengurusan izin adminsitrasi kapal, dilakukan di Bea Cukai Marunda, Jakarta Utara.

Saat Bea Cukai Marunda mencari keberadaan kapal karena izin operasi sudah habis, ternyata kapal mewah ini, terpantau keberadaannya di Kota Kendari. Sehingga, Bea Cukai Marunda berkoordinasi dengan pihak Bea Cukai Kendari untuk mengamankan kapal.

"Izin kapal saat masuk Indonesia pada 2019 lalu, menggunakan vessel declaration (VD), umumnya izin ini hanya digunakan untuk tujuan wisata atau ikut event-event di wilayah Indonesia," ujar Arfan Maksun.

Vessel Declaration dalam istilah bea cukai berarti, administrasi pabean yang digunakan saat impor sementara dan sekaligus digunakan saat ekspor kembali atas kapal wisata asing dan atau suku cadang (spare parts).

"Kapal ini statusnya Impor sementara, berarti kapal tidak untuk diperjualbelikan. Berbeda dengan impor pakai," papar Arfan.

Arfan melanjutkan, karena masa izinnya sudah selesai (kedaluwarsa), harusnya kapal keluar dulu dari wilayah Indonesia. Untuk masuk kembali seperti semula, kapal tersebut harus mengurus ulang adminsitrasi di Bea Cukai Marunda.

"Namun, bukannya kembali ke luar negeri, kapal tersebut ke Kendari," ujar Arfan.

Dia mengungkapkan, pemilik kapal mengurus izin masuk impor sementara pada 2019 di Bea Cukai Marunda. Seharusnya, seperti biasa, izin masuk sudah habis masa berlakunya pada 2020.

Dia melanjutkan, alasan pihak Bea Cukai menahan kapal ini, karena izin kapal sudah selesai masa berlakunya. Namun, kapal masih berada di Indonesia dan sudah dua tahun lebih lamanya sejak 2020.

Terkait kasus ini, Polda Sulawesi tenggara sudah memeriksa sekitar belasan orang saksi. Di antaranya, biro umum Pemprov Sulawesi Tenggara, PPTK dan PPK proyek, direktur perusahaan pemenang lelang PT Wahana dan pemilik kapal.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya