HEADLINE: Mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo Ditangkap KPK, Meredam Isu Pemerasan?

Langkah KPK menangkap Syahrul Yasin Limpo menuai ragam persepsi. Ada yang menilai tepat dan ada pula yang menyebut bagian upaya mendegradasi Partai Nasdem jelang pemilu. Selain itu, juga muncul anggapan untuk meredam kasus pemerasan yang diduga dilakukan Firli terhadap SYL.

oleh Muhammad AliAdy Anugrahadi diperbarui 14 Okt 2023, 05:13 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kamis (12/10/2023) (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah ditangkap di sebuah apartemen wilayah Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Syahrul Yasin Limpo langsung dibawa ke Gedung KPK, Kamis malam 12 Oktober 2023. Menumpang mobil hitam, mantan Menteri Pertanian tersebut tiba di kantor antirasuah di Kuningan, Jakarta Selatan, pukul 19.17 WIB.

Dengan pengawalan ketat, Dewan Pakar Partai NasDem tersebut turun dari mobil. Dia mengenakan topi hitam, kemeja putih yang dibalut jaket kulit berwarna cokelat serta tangan terborgol. Tanpa menjawab pertanyaan wartawan, dia langsung dibawa masuk ke dalam gedung untuk menjalani pemeriksaan.

Usai pemeriksaan, Syahrul Yasin Limpo mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye, Jumat (13/10/2023). Syahrul dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta rencananya akan ditahan di rumah tahanan KPK.

Langkah KPK menangkap Syahrul Yasin Limpo menuai persepsi beragam dari masyarakat. Ada yang menilai tindakan KPK dalam pemberantasan korupsi sudah tepat karena telah menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Namun, ada juga yang berpandangan bahwa penangkapan yang dilakukan KPK tidak sesuai aturan yang berlaku.

Hal tersebut dapat ditemui dalam surat perintah penangkapan yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri. Berdasarkan surat yang diterima Liputan6.com, surat perintah penangkapan itu berisi narasi pimpinan KPK sebagai penyidik. Padahal dalam UU 19 tahun 2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik.

Menurut Ahli Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadja, surat itu bisa dipersoalkan dalam proses praperadilan. Bahkan, dia menilai bisa batal demi hukum.

"Tindakan itu (menandatangani surat perintah penangkapan) merupakan konflik kepentingan paling besar dan nyata dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia. Surat itu bisa dipersoalkan di praperadilan, suratnya bisa dibatalkan sebenarnya," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (13/10/2023).

Dia menilai memang para penegak hukum memiliki kewenangan untuk menyita, menggeledah, menangkap, menahan terduga pelaku kejahatan. Namun semua itu harus dilakukan sesuai aturan dan etika penegakan hukumnya.

"Artinya penangkapan sebagai bagian dari panggil paksa itu harus dilakukan jika panggilan kedua tidak dipenuhi. Demikian juga jika panggilan sudah dilayangkan, maka seharusnya ditunggu pada kedatangan kedua, kecuali panggilan pertama tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah," ujar dia.

"Jadi menurut saya kewenangan upaya paksa itu sudah dilakukan secara tidak etis karena itu orangnya bisa dilaporkan kepada Dewas atau komisi etik, atau ke pidana juga. Tapi pekerjaannya atau perbuatannya itu bisa diuji di praperadilan," terang Fickar.

Ia menuturkan, adanya cacat hukum dalam proses penangkapan ini, muncul anggapan bila langkah KPK tersebut sebagai upaya Firli Bahuri meredam isu pemerasan. Saat ini, Polda Metro Jaya tengah menyelidiki dugaan pemerasan yang dilakukan Firli terhadap Syahrul Yasin Limpo.

"Prasangka itu boleh saja. Orangnya kan sekarang akan diperiksa kasus pemerasan itu tetap jalan, makanya kita tunggu. Kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka, dia harus diberhentikan sementara. Ini sekarang ini secara etika dia sudah tidak etis, harusnya mundur ya, tapi karena dia tidak punya malu, udah terlanjur, ya udah dia nggak mau mundur," terang dia.

Sementara itu, Ahli Hukum Pidana dan Kriminologi dari Jurusan Hukum Bisnis (Business Law) BINUS, Ahmad Sofian menilai penangkapan Sahrul Yasin Limpo sudah sesuai aturan yang berlaku. Jika merasa keberatan, tersangka dapat melakukan langkah hukum berupa praperadilan.

"Jadi ya berdasarkan KUHAP boleh upaya paksa digunakan," kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (13/10/2023.

Dia menegaskan, tidak ada mekanisme untuk mempraperadilankan upaya paksa tesebut. Kecuali yang dipraperadilankan itu terkait dengan penahanannya.

"Jadi kan upaya paksa itu diikuti oleh penahanan jadi yang dipersoalkan di praperadilan itu adalah penahanannya bukan upaya paksanya," ujar dia.

"Namanya penahanan jadi kan penahanan itu adalah hak subjektif dan objektif dari penyidik berdasarkan dua alat bukti kemudian dikhawatirkan menghilangkan barang bukti ya kan kemudian melarikan diri, mengulangi tindak pidana lain itu kan ada kekhawatiran. Itu walaupun subjektif diatur dalam KUHAP sehingga dengan data itu penyidik baik penyidik Polri, KPK punya hak untuk menahan seseorang," dia menjelaskan.

Pada sisi lain kasus penangkapan Syahrul, Polda Metro Jaya juga tengah menyelidiki dugaan pemerasan yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri. Menurut dia, ada dua dugaan tindak pidana yang dilakukan subjek hukum.

"Kita tunggu penyidikan itu nanti akan menemukan menetapkan tersangkanya. Kalau sudah ditetapkan tersangka, dua tindak pidana ini jalan di pengadilan apakah nanti simultan atau tidak. Tindak pidana korupsi dibawa ke pengadilan, tindak pidana pemerasannya juga dibawa ke pengadilan. Jadi dua tindak pidana yang dilakukan oleh dua subjek hukum yang berbeda meskipun punya korelasi yang melakukan pemerasan terkait dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Limpo," terang dia.

Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto sebelumnya memastikan jajarannya akan menyelesaikan penyidikan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen (Purn) Firli Bahuri kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Karyoto memastikan, setiap penanganan kasus yang sudah ditingkatkan ke penyidikan akan diusut hingga tuntas.

"Ya, kalau perkara sudah masuk, kita akan selesaikan," ujar Karyoto di Polda Metro Jaya, Rabu (11/10/2023).

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menyatakan status penanganan kasus dugaan pemerasan dalam jabatan yang dilakukan Ketua KPK Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL) naik ke tingkat penyidikan.

Syahrul Yasin Limpo diduga diperas Firli Bahuri berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).

Ade Safri mengatakan, sebelum meningkatkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan, pihaknya sudah lebih dahulu melakukan gelar perkara pada Jumat, 6 Oktober 2023 kemarin.

"Pada jumat tanggal 6 Oktober 2023 telah dilaksanakan gelar perkara untuk kepentingan peningkatan status penyelidikan ke tahap penyidikan dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawa negeri atau penyelenggara negara terkait penanganan masalah hukum di Kementan RI pada sekira kurun waktu tahun 2020 hingga 2023," ujar Ade Safri di Polda Metro Jaya, Sabtu (7/10/2023).

Ade Safri mengatakan pihaknya menggunakan Pasal 12 huruf e atau pasal 12 huruf B, atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 65 KUHP.

Infografis Mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo Ditangkap KPK. (Liputan6.com/Abdillah)

Pengamat Politik Usep S Achyar menilai kasus penangkapan Syahrul Yasin Limpo oleh KPK akan dianggap bagian dari mendegradasi Partai Nasdem jelang Pemilu 2024. Namun di sisi lain, perbuatan korupsi juga harus diberantas karena termasuk ekstraordinary crime.

"Masyarakat sebenarnya tidak banyak reaksi kok, memang faktanya jelas, bukan kriminalisasi. Yang biasanya kalau kriminasliasi itu yang akan mendapatkan reaksi tinggi. Masyarakat mendukung tindakan itu, hal yang harus diselesaikan," kata dia kepada Liputan6.com.

"Memang kecurigaan itu karena dekat pemilu, Nasdem posisi di 2024 paling tidak akan berhadapan the rulling party, itu wajar saja. Namun kebutuhan memberantas korupsi itu mendesak juga dilakukan. Pemberantasan korupsi tetap dukung," ujar dia.

Usep menilai penangkapan Syahrul Yasin Limpo belum tentu untuk pengalihan isu pemerasan. Meski begitu, dia menilai mencuatnya kasus pemerasan ke publik membuat Ketua KPK Firli Bahuri menjadi geram.

"Pengalihan isu atau tidak, kita lihat isunya bisa beralih atau enggak. Bisa jadi (penangkapan itu) reaksi (Filri) karena geram dibuka tentang pemerasan itu akhirnya ditangkap untuk membungkamnya. Ya bisa saja," ujar dia.

Untuk itu, dia mendesak Ketua KPK Firli Bahuri untuk membersihkan diri dari dugaan pelanggaran etik. Karena jika tidak, akan menurunkan tingkat kepercayan publik terhadap KPK.

"Didesak juga KPK bersih, yang seperti itu ditindak juga yang melanggar kode etik kayak gitu kan udah berkali kali ini kan juga menurunkan kepercayaan dari masyarakat kalau memang itu terjadi yang ditindakan diperas, yang memeras tidak ditindak diproses di pengadilan, menurut saya akan merusak citra KPK yang sudah rusak. Majelis etiknya segera bertindak, ada indikasi sedikit apapun harus jalan, memulihkan kepercayaan publik," dia menandaskan.

Sementara itu, polisi telah menegaskan bakal memanggil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri untuk diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan berkaitan dengan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Pimpinan KPK dalam penanganan perkara Syahrul Yasin Limpo di Kementerian Pertanian Tahun 2021.

Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengatakan, pemeriksaan terhadap Firli Bahuri tergantung dari hasil penyidikan jajaran Subdit V Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Tak menutup kemungkinan, dia akan diperiksa sebagai saksi.

"Ya kalau memang sudah layak untuk diperiksa, dimintai keterangan sebagai saksi, ya kita minta keterangan, nanti kita lihat," kata Karyoto kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jumat (13/10/2023).

Karyoto menerangkan, kelayakan pemeriksaan terhadap Firli Bahuri dilihat dari kaitannya dengan perkara yang sedang diusut.

"Ya kaitannya dong, terkait apa tidak. Itu penyidik, nanti aku tanya penyidik. Nanti penyidik akan menjelaskan kalau ada jadwal, aku enggak tahu secara detail," ujar dia.

Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menambahkan, pihaknya akan segera mengagendakan pemeriksaan terhadap Firli Bahuri

"Nanti akan kita jadwalkan," singkat dia.

Sebelumnya Ajudan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Kevin Egananta Joshua memenuhi panggilan sebagai saksi. Dia datang ke Polda Metro Jaya, pada Jumat (13/10/2023).

Kevin Egananta Joshua dijadwalkan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penanganan perkara di Kementerian Pertanian Tahun 2021. Dalam kasus ini Firli Bahuri diduga memeras mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Pantauan di lapangan, Kevin tiba di Gedung Subdit V Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada pukul 11.18 WIB. Dia menumpangi Mitsubishi Xpander berplat merah.

Dia mengenakan kemeja ungu dipadu celana bahan berwarna hitam. Terlihat menenteng map berwarna merah dan mengendong sebuah ransel berwana hitam.

Kedatangan menyedot perhatian awak media yang sudah menunggu sejak pagi tadi.

Kepada awak media, Kevin Egananta Joshua mengaku siap menghadapi pemeriksaan kali ini. "Siap," ujar dia.

Lebih lanjut, Kevin mengatakan akan menjawab semua pertanyaan dari penyidik sebagaimana mestinya

"Nggak ada arahan apa-apa. Saya jawab aja," kata Kevin.


Kejanggalan dalam Penangkapan Syahrul Yasin Limpo

Infografis Ragam Tanggapan Syahrul Yasin Limpo Ditangkap KPK. (Liputan6.com/Abdillah)

Mantan Kasatgas Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menuding penangkapan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) bagian dari upaya Ketua KPK Firli Bahuri menutupi dan menghambat penanganan kasus dugaan pemerasan yang usut Polda Metro Jaya.

Polda Metro Jaya diketahui tengah menyidik kasus dugaan pemerasan oleh Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo terkait penanganan kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

"Ini kalau saya melihat, saya meyakini sebagai abuse of power. Jadi, upaya Firli Bahuri untuk menutup atau membungkam perkara pemerasannya. Ini yang bahaya," ujar Novel dalam keterangannya, Jumat (13/10/2023).

Pasalnya, Novel melihat ada kejanggalan dalam jeda waktu antara terbitnya Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi (LKTPK) kasus Kementan pada 16 Juni 2023 dan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) yang diteken pada 26 September 2023.

Menurut Novel, hal yang dilakukan KPK itu tidak lazim karena penanganan kasus korupsi harus segera diusut.

"Setelah LKTPK jadi, biasanya di hari yang sama Sprindik dibuat. Ini bisa dicek di perkara siapa pun, kan kelihatan tuh di surat panggilan ada Sprindik ada LKTPK, biasanya tanggalnya sama, kalau enggak bedanya sehari-dua hari," kata Novel.

Sementara dalam pengusutan kasus korupsi di Kementan yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo, jeda waktu antara LKTPK dengan Sprindik sampai berbulan-bulan.

"Ini ternyata bedanya lama. Ini menunjukkan bahwa KPK tidak buru-buru, cenderung malah enggak mau menaikkan perkara ini walaupun sudah diputuskan," ucap Novel.

Novel juga menyoroti kejanggalan surat panggilan pemeriksaan dan penangkapan Syahrul Yasin Limpo dibertibkan di tanggal yang sama, yakni Rabu, 11 Oktober 2023. Novel beranggapan ada motif di balik penangkapan Syahrul Yasin Limpo lantaran sebelumnya sudah terjadi kesepakatan antara tim penyidik KPK dengan pihak Syahrul Yasin Limpo untuk melakukan pemeriksaan pada Jumat, 13 Oktober 2023.

Surat panggilan pemeriksaan ditandatangani oleh Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu, sedangkan surat perintah penangkapan ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri.

Berdasarkan surat yang diterima Liputan6.com, surat perintah penangkapan tersebut berisi narasi pimpinan KPK sebagai penyidik. Dalam UU 19 tahun 2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik.

"Yang seharusnya pimpinan itu sadar karena dengan UU KPK yang baru (UU 19 tahun 2019) ini pimpinan bukan lagi penyidik, mestinya dia tidak bisa menandatangani (surat perintah penangkapan). Saya khawatir struktural yang diminta tandatangani enggak mau disuruh melakukan tindakan abuse of power tadi, kemudian karena enggak mau, dia (Firli) tandatangani sendiri karena dia yang merintahkan," pungkas Novel.

Sementara Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri sehelumnya memastikan, penyidik memiliki serangkaian alasan mengapa penangkapan Syahrul Yasin Limpo dilakukan. Padahal sejatinya, SYL melalui pengacaranya yaitu Febri Diansyah sudah memastikan akan kooperatif dalam surat panggilan yang dijadwalakam besok.

“Ketika tahu bahwa SYL tidak hadir di KPK hari ini, kami melakukan analisis dan ketika melakukan penangkapan kepada SYL, sesuai hukum acara pidana misalnya ada kekhawatiran melarikan diri kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti,” kata Ali.

“Itu yang menjadi dasar tim penyidik KPK, kemudian melakukan dan membawanya ke gedung merah putih malam ini,” imbuh Ali.

 


Alasan KPK Tangkap Syahrul Yasin Limpo Kamis Malam

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kamis (12/10/2023). Penangkapan itu dibenarkan oleh Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri.

Dia mengatakan, Syahrul Yasin Limpo diamankan di salah satu apartemen kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

"Betul teman-teman ya. Jadi hari ini tadi tim penyelidik KPK melakukan penangkapan terhadap salah satu tersangka atas nama SYL di sebuah apartemen di Kebayoran Baru, Jaksel," kata Ali Fikri kepada wartawan, Kamis malam.

Ali Fikri menerangkan, Syahrul Yasin Limpo langsung diboyong ke Gedung Merah-Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian RI. Dalam kasus ini, SYL telah menyandang status sebagai tersangka.

"Saat ini sudah tiba di Gedung Merah-Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK," ujar dia.

Ali Fikri memastikan, penyidik tentu memiliki serangkaian alasan mengapa penjemputan paksa dilakukan pada Kamis malam. Padahal sejatinya, SYL melalui pengacaranya yaitu Febri Diansyah sudah memastikan akan kooperatif dalam surat panggilan yang dijadwalakam besok.

“Ketika tahu bahwa SYL tidak hadir di KPK hari ini, kami melakukan analisis dan ketika melakukan penangkapan kepada SYL, sesuai hukum acara pidana misalnya ada kekhawatiran melarikan diri kemudian adanya kekhawatiran menghilangkan bukti,” kata Ali.

“Itu yang menjadi dasar tim penyidik KPK, kemudian melakukan dan membawanya ke gedung merah putih malam ini,” imbuh Ali.

Ali tidak menampik, tim penyidik memang sudah menyampaikan surat pemanggilan kepada yang bersangkutan untuk datang esok hari. Namun dipastikan, upaya penjemputan paksa malam ini tidak menyalahi prosedur hukum acara pidana.

“Ada panggilan itu tapi ini (penjemputan paksa) masih dalam rangkaian kemarin bahwa kami mendapat informasi SYL sudah di Jakarta dari tadi malam dan sesuai komitmen dia akan koperatif semestinya datang hari ini ke KPK untuk menemui tim penyidik. Tapi sampai tadi sore SYL tidak muncul,” ungkap Ali.

Sementara itu, Kuasa hukum mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Febri Diansyah, menegaskan kliennya tidak akan kabur ke mana-mana meskipun telah ditetapkan menjadi tersangka korupsi.

"Saya pastikan Pak Syahrul Yasin Limpo tidak akan melarikan diri. Karena justru setelah Makassar dini hari, beliau sudah sampai di Jakarta. Seperti beliau sampaikan, ini adalah bentuk komitmen dan sikap kooperatif, jadi indikasi melarikan dirinya ke mana?" tegas Febri di gedung merah putih KPK, Kamis malam (12/10/2023).

Selain dikhawatirkan SYL akan menghilangkan barang bukti terkait dugaan kasus korupsi yang menyeretnya, Febri menyebut, penyidik lembaga antirasuah telah menyita seluruh barang bukti saat melakukan penggeledahan di rumah dinas SYL dan kantor Kementan beberapa waktu lalu.

"Kalau soal barang bukti KPK sudah mendapatkan banyak sekali sebagai penggeledahan. Jadi mari kita lihat secara proposional penanganan perkara ini dan aturan hukum sebagai dasar," jelas dia.

Kendati demikian, Febri tetap menghormati upaya KPK seraya menunggu pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik pada hari ini.

Langkah KPK menjemput paksa Syahru Yasin Limpo pun membuat Partai NasDem geram. Penjemputan itu dituding sebagai kesewenang-wenangan KPK lantaran melakukan proses hukum yang tidak sesuai dengan mekanisme.

"Ini terbukti bahwa kalau KPK sekarang punya power besar dan power itu digunakan kesewenang-wenangan, pertanyaannya ada apa dengan KPK? Ini kan Pak SYL bukan lagi menteri, kenapa mesti dipaksain malam ini mesti ditangkap?" ujar Bendahara Umum NasDem Ahmad Sahroni di NasDem Tower, Jakarta, Kamis (12/10/2023) malam.

Sahroni menjelaskan apabila dengan mekanisme hukum yang benar, SYL tidak seharusnya ditangkap paksa. SYL telah bersedia untuk hadir ke KPK pada Jumat (13/10) besok. Kalau tidak hadir sesuai jadwal, baru penjemputan paksa itu bisa dilakukan.

"Tapi kan ini enggak. Ini berlaku pada malam hari ini dan dijemput paksa. Pertanyaannya ada apa dengan KPK, kenapa musti terburu-buru, tidak melalui proses dengan alasan yang kuat kalau tadi bilang, Ali Fikri (Jubir KPK) bilang ada sesuai analisis. Kan tidak bisa bicara analisis, tapi bicara bagaimana fakta hukum yang berlaku harus dijalani," ujar Sahroni.

"Kita enggak mau berburuk sangka tapi kalau hukum acara dan kekuasaan power dilakukan, bagaimana nih?" tegas wakil ketua Komisi III DPR RI ini.

Menurutnya alasan SYL akan menghilangkan barang bukti juga tidak masuk akal. Karena sudah ada bukti pertama ketika KPK melakukan penggeledahan.

"Kalau memang bukti geledah pertama sudah diterima oleh penyidik KPK mustinya berpaku pada itu. Ini kan enggak ini seolah-olah analisis dia akan kabur atau menghilangkan bukti-bukti kan besok masih ada ruang untuk menyampaikan pemeriksaan yang bersangkutan," tegas Sahroni.

Infografis Drama Syahrul Yasin Limpo dan Dugaan Pemerasan. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya