Pasrah Soal Dinasti Politik, Jokowi: Serahkan Masyarakat Saja

Wacana Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto kini kian menguat.

oleh Putu Merta Surya PutraDelvira Hutabarat diperbarui 13 Okt 2023, 14:06 WIB
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada Presiden Jokowi, Rabu (21/6/2023). (Foto: instagram@luhut.pandjaitan)

Liputan6.com, Jakarta Wacana Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto kini kian menguat.  

Ditanya soal adakah pembahasan antara Gibran dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait wacana itu, Jokowi mengaku dirinya belum bertemu dengan putra sulungnya itu sejak beberapa bulan lalu.

"Beberapa bulan enggak pernah ketemu," kata Jokowi di Indramayu, Jumat (13/10/2023).

Terkait adanya anggapan adanya dinasti politik jika Gibran benar jadi bakal cawapres Prabowo, Jokowi menjawab pasrah dan menyerahkan hal itu ke masyarakat. “Serahkan masyarakat saja,” ujarnya.

Sebelumnya, Pengamat politik Indonesia Political Review  Ujang Komarudin menilai wacana duet bakal capres Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto dengan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka berpotensi  menimbulkan citra negatif bagi Presiden Joko Widodo.

"(Duet Prabowo-Gibran) memang akan mengundang narasi negatif terhadap publik, banyak yang menilai negatif kepada Gibran dan Presiden Jokowi. Kenapa Jokowi memasangkan Gibran sebagai cawapres?" kata Ujang di Jakarta, Kamis (12/10/2023).

Menurutnya, Jokowi harus menghindari kondisi tersebut agar tidak dianggap melanggengkan dinasti politik. Ia pun khawatir apabila nantinya Mahkamah Konstitusi memutuskan umur cawapres dapat berusia 35 tahun. 

Ujang menyebut, uji materi UU Pemilu terkait batas usia capres-cawapres akan dianggap hanya untuk mengakomodir putra Sulung Presiden Jokowi, Gibran. 

"Ada tuduhan dari publik kepada MK bahwa bukan the guardian of constitution, tapi guardian keluarga Jokowi," tegasnya.


Jokowi Harus Menghindar

Untuk itu, Ujang berharap Jokowi dapat menghindari hal tersebut. Ia berpendapat Gibran tak seharusnya diloloskan untuk menjadi cawapres pendamping Prabowo.

"Itu kan suatu tanggapan yang pedas dari publik kepada MK. Oleh karena itu, untuk menghindari hal seperti itu, mestinya Gibran tidak diloloskan untuk bisa jadi cawapres dengan keputusan MK," sambung Ujang.

Kendati demikian, sambung Ujang, MK bisa saja mengabulkan batas umur capres-cawapres menjadi 35 tahun lantaran adanya tekanan dari pemerintah. Apalagi Ketua MK Anwar Usman merupakan ipar Presiden Jokowi.

 


Perang Bubat

Sementara itu, Dosen Ilmu Politik dan Studi Internasional Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan pencalonan Gibran bisa menciptakan "perang bubat" antara kubu Prabowo dengan PDIP yang lagi-lagi akan merasa diabaikan oleh keluarga Jokowi.

"Jika Gibran menjadi cawapres Prabowo, besar kemungkinan PDIP akan melakukan evaluasi total terhadap status relasi dan keanggotaan Gibran, Boby, dan juga Jokowi sendiri di PDIP," tambah Ahmad.

Ia menyebutkan di saat yang sama pencalonan Gibran tampaknya sedang ditunggu-tunggu oleh para rival politik Jokowi, sebagai narasi "politik dinasti" yang akan menjadi amunisi yang sangat efektif untuk menentan legitimasi dan kredibilitas politik Presiden Jokowi.

Hal ini juga akan berdampak pada mesin politik pencapresan Prabowo. Sebab, putusan MK dan deklarasi Prabowo-Gibran akan dianggap sebagai manifestasi nyata terhadap keinginan besar Jokowi dalam perpolitikan nasional.

"Bahkan, narasi politik dinasti yang merujuk pada pasangan Prabowo-Gibran itu bisa dijadikan sebagai wacana penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang dikait-kaitkan dengan potensi intervensi kekuasaan presiden terhadap yurisdiksi MK. Jika PDIP tersulut, lalu berkoordinasi dengan partai-partai koalisi perubahan yang menjadi rival kekausaan saat ini, maka tidak menutup kemungkinan hal ini bisa membuka peluang bagi munculnya proses impeachment terhadap kekuasaan Presiden Jokowi," jelasnya. 


Lawan Politik Jokowi

Kemudian, pasangan Prabowo-Gibran akan mengonsolidasikan semua lawan politik Jokowi untuk bersatu, termasuk PDIP, untuk melakukan perlawanan secara terbuka pada kekuasaan Jokowi dengan mengalahkan Prabowo-Gibran.

"Di sinilah, pertemuan Puan Maharani dan Jusuf Kalla menemukan urgensi dan revelansinya, sebagai koordinasi awal untuk membuka kemungkinan kerja sama politik di putaran kedua Pilpres 2024 mendatang, jika Jokowi dianggap betul-betul sudah "berulah" dan "lupa diri" dengan amanah kekuasaan yang ia pegang saat ini," pungkas Ahmad.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya