Liputan6.com, Jakarta - Surat penangkapan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi sorotan lantaran diteken Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri. Dalam surat yang didapat Liputan6.com, surat penangkapan SYL diteken oleh Firli Bahuri.
Dalam surat berisi narasi Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK dan penyidik. Namun sesuai Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019, pimpinan KPK tidak lagi berstatus sebagai penyidik.
Advertisement
Menanggapi hal itu, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri meminta masyarakat tak mempersoalkannya. Menurut Ali, hal itu yang perbedaan dalam menafsirkan undang-undang.
"Tidak usah dipersoalkan urusan teknis seperti itu. Soal beda tafsir UU saja. Semua adminsitrasi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan ada aturan tata naskah yang berlaku di KPK," ujar Ali dalam keterangannya, Jumat (13/10/2023).
Ali mengatakan, pimpinan KPK sebagai pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi, maka harus diartikan juga pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum. Atas dasar itu, Ali menyebut pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain.
"Dengan demikian, pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum," kata Ali.
Ali menggarisbawahi soal narasi KPK menjemput paksa Syahrul Yasin Limpo. Menurut Ali, apa yang dilakukan KPK bukan penjemputan paksa, melainkan penangkapan.
"Kami hanya ingin tegaskan bukan jemput paksa sebagaimana narasi oleh pihak-pihak tertentu. Ini kami sampaikan supaya clear. Kami lakukan penangkapan terhadap tersangka SYL tentu ada dasar hukumnya," ujar Ali.
Ali kemudian menerangkan perbedaan antara jemput paksa dan penangkapan.
"Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapa pun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan," jelasnya.
"Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," kata Ali.
Bunyi UU KPK
Adapun dalam UU 30/2002 atau UU KPK yang lama, status pimpinan KPK termaktub dalam Pasal 21. Disebutkan dalam pasal itu pimpinan KPK terdiri atas lima orang yang disusun dengan 1 Ketua KPK dan 4 Wakil Ketua KPK.
Berikut bunyi Pasal 21 UU KPK lama:
Pasal 21
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:a. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;b. Tim Penasihat yang terdiri dari 4 (empat) Anggota; danc. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas.
(2) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun sebagai berikut:a. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi merangkap Anggota; danb. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas 4 (empat) orang, masing-masing merangkap Anggota.
(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pejabat negara.
(4) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum.
(5) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bekerja secara kolektif.
(6) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penanggung jawab tertinggi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal tersebut berubah drastis dalam UU KPK baru.
Sebelumnya terdapat unsur penasihat KPK, sedangkan pada revisi UU KPK menjadi Dewan Pengawas KPK.
Selain itu, status penyidik dan penuntut umum pada pimpinan KPK ditiadakan.
Berikut bunyi Pasal 21 UU KPK yang telah resmi direvisi:
Pasal 21
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas:a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang;b. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi ;danc. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
(2) Susunan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:a. ketua merangkap anggota ;danb. wakil ketua terdiri dari 4 (empat) orang, masing-masing merangkap anggota.(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pejabat negara.
(4) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat kolektif kolegial.
Advertisement
Kuasa Hukum Sebut Surat Panggilan dan Penangkapan Syahrul Yasin Limpo Janggal
Tim kuasa hukum mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Febri Diansyah menyoroti kejanggalan surat panggilan pemeriksaan ulang dan penangkapan yang memuat tanggal yang sama, yakni 11 Oktober 2023.
Febri menilai ada sesuatu di balik penangkapan Syahrul Yasin Limpo. Pasalnya, sebelum penangkapan ini sudah ada kesepakatan dengan tim penyidik KPK untuk melakukan pemeriksaan pada Jumat, 13 Oktober 2023.
Surat panggilan pemeriksaan ulang diketahui ditandatangani Direktur Penyidikan KPK Brigjen Asep Guntur Rahayu, sedangkan surat perintah penangkapan ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Berdasarkan surat perintah penangkapan yang diterima Liputan6.com, surat tersebut berisi narasi pimpinan KPK sebagai penyidik. Padahal, dalam UU KPK yang baru, yakni UU 19 tahun 2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik.
"Ada dua surat yang dikeluarkan KPK pada tanggal 11 Oktober 2023 yaitu surat perintah penangkapan dan kedua surat panggilan kedua. Padahal, surat panggilan itu juga sudah kami konfirmasi akan dihadiri oleh pak SYL, yaitu pada hari Jumat ini," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/10/2023) dini hari.
"Kami tidak tahu kejanggalan-kejanggalan ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh apa," Febri menambahkan
Belum Boleh Bertemu Syahrul Yasin Limpo
Febri mengaku hingga Jumat (13/10/2023) pukul 00.30 WIB, dirinya belum diperbolehkan menemui dan mendampingi pemeriksaan Syahrul Yasin Limpo pasca-penangkapan. Berdasarkan informasi yang dia terima, Febri mengaku dirinya tak diperkenankan mendampingi karena dirinya sudah diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.
"Tadi ada informasi yang disampaikan tidak bisa karena pernah dipanggil sebagai saksi. Jadi, seolah-olah advokat tidak bisa mendampingi karena pernah dipanggil sebagai saksi. Tentu saja ini jadi pertanyaan soal dasar hukumnya," kata Febri.
"Padahal fungsi advokat memberikan bantuan hukum untuk memastikan hak-hak tersangka. Kami berharap ke depan hal-hal seperti ini bisa lebih proporsional diterapkan sesuai hukum acara berlaku," Febri menandaskan.
Advertisement