Mendag Yakin Indonesia Menang Gugatan di WTO Soal Diskriminasi Sawit

Pada tahun 2019 lalu pemerintah melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) di WTO, pada 9 Desember 2019.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Okt 2023, 17:15 WIB
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) optimis hasil gugatan World Trade Organization (WTO) atas kebijakan diskriminasi sawit atau Crude Palm Oil (CPO) akan membuahkan hasil yang baik. Dan meminta dukungan serta doa agar dilancarkan dan bisa menang dalam gugatan ini. (Dok Kemendag)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yakin Indonesia menang dalam gugatan kebijakan diskriminasi sawit atau Crude Palm Oil (CPO) di World Trade Organization (WTO). Ia pun meminta dukungan semua pihak agar hasil yang diperoleh baik untuk Indonesia.

"Kita menggugat di WTO, dukung dan doakan biar kita menang. Pemerintah harus hadir dan all out, membela kepentingan merah putih, kepentingan kita," kata Zulkifli Hasan dalam peluncuran. bursa CPO Indonesia, Jakarta, Jumat (13/10/2023).

 

"Doakan saja mudah-mudahan nanti Desember kan hasilnya, mudah-mudahan kita menang," lanjutnya.

Pada tahun 2019 lalu pemerintah melalui Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss resmi mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) di WTO, pada 9 Desember 2019.

Gugatan diajukan terhadap kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation UE. Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasikan produk kelapa sawit Indonesia.

Keputusan ini dilakukan setelah melakukan pertemuan di dalam negeri dengan asosiasi atau pelaku usaha produk kelapa sawit dan setelah melalui kajian ilmiah, serta konsultasi ke semua pemangku kepentingan sektor kelapa sawit dan turunannya.

Kebijakan Diskriminasi 

Gugatan ini dilakukan sebagai keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melawan diskriminasi yang dilakukan UE melalui kebijakan RED II dan Delegated Regulation.

Kebijakan-kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi produk kelapa sawit karena membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa sawit.

Diskriminasi dimaksud akan berdampak negatif terhadap ekspor produk kelapa sawit Indonesia di pasar UE.

Melalui kebijakan RED II, UE mewajibkan mulai tahun 2020 hingga tahun 2030 penggunaan bahan bakar di UE berasal dari energi yang dapat diperbarui.

Selanjutnya, Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II mengategorikan minyak kelapa sawit ke dalam kategori komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.

Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.

Reporter: Siti Ayu Rachma

Sumber: Merdeka.com


Luhut Ancam Balik Eropa, Bakal Setop Ekspor CPO

Ilustrasi Kelapa Sawit

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan tak gentar Undang-undang Eropa yang bernama 'EU Deforestation Regulation', atau disingkat EUDR. Bahkan Menko Luhut balik mengancam Eropa.

Untuk diketahui, EUDR mewajibkan perusahaan yang memperdagangkan minyak kelapa sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet dan kedelai, perlu verifikasi kalau barang yang dijual di Uni Eropa tidak menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan.

Menko Luhut mengatakan, Indonesia akan mengalihkan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dari Eropa ke Afrika secara bertahap. Dia mencatat, ekspor CPO Indonesia terhadap Eropa mencapai 3,3 juta ton.

Langkah tegas tersebut diperlukan untuk mengakhiri polemik ekspor CPO asal Indonesia ke Eropa. Dia mengaku, telah mengutarakan rencana penghentian tersebut ke Parlemen Eropa.

"Saya juga bilang kepada Parlemen Europe Union tiga hari yang lalu, kita lagi mikir-mikir kok ekspor kita ke kalian (Eropa) 3,3 juta mungkin kita mau divert (alihkan) secara bertahap ke Afrika. Supaya kalian jangan ribut sama kami," ujar Menko Luhut di Kantornya, Jumat (23/6).

Menko Luhut menegaskan, pemerintah terus mencari solusi untuk mengatasi sejumlah permasalahan di kebun sawit Indonesia. Salah satunya luasan lahan yang berada di wilayah hutan.

"Kita benahin semua kok, jadi saya juga bilang kepada Parlemen Europe Union," pungkasnya.


Pengusaha Sawit Ajak Malaysia Protes Aturan Baru Uni Eropa Soal Deforestasi

Seorang pekerja sedang menebang pohon di perkebunan kelapa sawit di Sampoiniet, provinsi Aceh (7/3/2021). Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang memiliki produksi terbesar di Kabupaten Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengaku keberatan dengan aturan baru Undang-undang Eropa yang bernama 'EU Deforestation Regulation', atau disingkat EUDR.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, menyampaikan, pihaknya baru saja menghadiri rapat di Kuala Lumpur Malaysia untuk rencana join Mission ke Brussel Indonesia bersama Malaysia perihal EUDR.

Gapki pun mendukung Pemerintah utamanya disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa Indonesia keberatan dengan EUDR tersebut.

"Ini Gapki barusan selesai ikut hadir meeting di Kuala Lumpur untuk rencana join mission ke Brussel Indonesia bersama Malaysia perihal EUDR. Gapki mendukung pemerintah dalam beberapa pertemuan dengan EU. Presiden Jokowi sudah menyampaikan keberatan perihal ini," kata Eddy kepada Liputan6.com, Senin (22/5/2023).

Menurutnya, undang-undang tersebut akan berdampak pada kinerja ekspor kelapa sawit. Selain itu, bukan hanya kelapa sawit saja yang terdampak, tetapi ada komoditi dan produk-produk lain dari Indonesia yang juga terkena walaupun secara nilai yang paling besar adalah kelapa sawit.

"Ya benar Gapki mendukung sikap pemerintah (keberatan)," imbuhnya.

Diketahui, 27 negara Uni Eropa resmi adopsi aturan baru yang akan membantu Uni Eropa (UE) mengurangi kontribusinya terhadap deforestasi global pada Selasa, 16 Mei 2023. Langkah yang dilakukan dengan mengatur perdagangan serangkaian produk yang mendorong penurunan kawasan hutan di seluruh dunia.

Munculnya Undang-Undang tersebut akan memaksa perusahaan untuk menunjukkan barang yang diimpor mematuhi aturan di negara asal, termasuk tentang hak asasi manusia dan perlindungan masyarakat adat.

infografis 10 Daerah Penghasil Kelapa Sawit Terbesar di Indonesia pada 2021. (Liputan6.com/Tri Yasni).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya