Liputan6.com, Surabaya - Pria berinisial MFF asal Surabaya, pelaku penyebaran video hubungan intim dirinya dengan seorang pekerja migran Indonesia (PMI) di Hong Kong, dijerat Undang-undang ITE dan pornografi dengan ancaman hukuman berat, maksimal 18 tahun penjara dan denda akumulasi sebesar Rp7 miliar.
"Kasus ini sudah masuk ranah persidangan dan pekan ini tahapannya mendengarkan keterangan saksi ahli," kata Kasi Intel Kejaksaan Negeri Tulungagung, Amri Rahmanto Yekti di Tulungagung, dilnsir dari Antara, Minggu (15/10/2023).
Advertisement
Dari keterangan saksi ahli tersebut, perbuatan terdakwa sudah memenuhi unsur. "Merupakan tindakan mentransmisikan muatan elektronik yang melanggar kesusilaan," kata Amri.
Sidang akan dilanjutkan Minggu depan dengan menghadirkan saksi ahli pidana. Korban EN diinformasikan sempat pulang ke Indonesia untuk diperiksa sebagai saksi. Selepas pemeriksaan, EN kembali lagi ke Hongkong.
Sedang terdakwa ditahan di tahanan Polres Tulungagung. Akibat perbuatannya, terdakwa MFF diancam dengan pasal 27 ayat 1 UU nomor 19 tahun 2016 perubahan atas Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan denda sebesar-besarnya Rp1 miliar dan pasal 29 UU nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda sebesar-besarnya Rp6 miliar.
Kasus penyebaran video porno pekerja migran Indonesia asal Tulungagung ini bermula saat tersangka MFF dan EN menjalin hubungan asmara sejak 2022.
EN saat itu berstatus PMI di Hong Kong dan terdakwa sebagai pekerja swasta. "Terdakwa ini mengunduh aplikasi Tantan dan berkenalan dengan korban EN. Mereka kemudian menjalin hubungan (asmara)," kata Amri.
Kronologi Pengambilan Video
Keduanya sempat menjalin hubungan serius. Bahkan terdakwa sempat mendatangi korban di Hong Kong.
Saat di Hong Kong, terdakwa mengambil gambar dan video korban saat telanjang. Terdakwa lalu meminjam sejumlah uang pada korban, dan diberikan Rp200 juta.
Namun terdakwa terus menerus meminta uang pada korban hingga membuat korban jengkel. "Korban merasa hanya dimanfaatkan oleh terdakwa dan merasa tidak perlu melanjutkan hubungan tersebut," katanya.
Merasa keinginannya tak dituruti oleh korban, terdakwa lalu mengancam menyebar gambar dan video porno korban pada keluarganya di Tulungagung pada Maret 2023 lalu. "Sehingga orang tua korban melaporkan hal ini ke pihak yang berwenang," katanya.
Advertisement