Liputan6.com, Jakarta - Pada hari ini, Senin (16/10/2023), Mahkamah Konstitusi atau MK membacakan putusan terkait batas usia capres-cawapres minimal 35 tahun dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Sebanyak 9 hakim MK turut mengambil keputusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yaitu Anwar Usman selaku ketua merangkap anggota, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic, Enny Urbaningsih, Guntur Hamzah, Suhartoyo, dan Wahiddudin Adams.
Advertisement
Di antara 9 hakim tersebut, ada nama Manahan Sitompul. Siapakah dia? Pemilik nama panjang Manahan Malontinge Pardamean Sitompul itu terpilih menggantikan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan pada April 2015.
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin itu mengucap sumpah jabatan hakim di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 28 April 2015 di Istana Negara, Jakarta.
Manahan Sitompul lahir di Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara pada 8 Desember 1953. Ia mengenyam pendidikan di SD Negeri IX Sibolga (1966), lalu SMP Nasrani Medan (1969), dan SMA Negeri 1 Medan (1972).
Mengutip laman resmi www.mkri.id, keterbatasan ekonomi keluarga menghalangi Manahan Sitompul bercita-cita tinggi. Manahan merupakan anak kedua dari sepuluh bersaudara. Ia pun harus berjuang untuk tetap memperoleh pendidikan usai lulus SMA.
Ayahnya seorang pendeta bernama Ds. S.M.S Sitompul yang kemudian menjadi PNS di Jawatan Agama dan pensiun sebagai pejabat di Kandepag Propinsi Sumatera Utara Medan pada 1977.
Lalu ibunya bernama T.M br. Panggabean merupakan ibu rumah tangga. Kedua orang tuanya mendidik dengan ketat sepuluh anak-anaknya, baik untuk menuntut ilmu pengetahuan maupun dalam mengikuti pendidikan atau kegiatan kerohanian di gereja.
Istri Manahan bernama Hartaty CN Malau dan dikaruniai 3 anak yaitu Juristama P. Sitompul, Lawina M. Sitompul, dan Junistira H. Sitompul.
Pendidikan Sarjana dan Awal Karier
Setamat SMA, impian Manahan adalah segera memperoleh pekerjaan. Dengan berbekal kursus Bahasa Inggris selama tiga bulan, dia mengikuti tes di Lembaga Pendidikan Perhubungan Udara dan berhasil diterima di Jurusan Flight Service Officer (FSO).
Menjalani diklat sekitar dua tahun di Curug, Tangerang, Manahan ditugaskan pada Unit Keselamatan Penerbangan di Pelabuhan Udara Polonia Medan, dengan status PNS Golongan II A dan ikatan dinas selama tiga tahun.
Sadar hanya akan mencapai Golongan III B bila hanya mengandalkan ijazah SMA dan FSO, maka timbul niat untuk kuliah memperoleh ijazah S1 dan satu-satunya pilihan adalah Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) kelas karyawan. Dengan pengaturan waktu dan dana yang sangat cermat, akhirnya kuliah S1 diselesaikan juga hingga 1982.
Sementara itu, karier hakimnya dimulai sejak dilantik di PN Kabanjahe pada 1986, selanjutnya berpindah-pindah ke beberapa tempat di Sumatera Utara sambil menyelesaikan kuliah S2 hingga tahun 2002 dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.
Advertisement
Pendidikan PascaSarjana
Lalu pada 2003, Manahan dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada tahun 2005 diangkat sebagai Wakil Ketua PN Sragen. Pada 2007, ia kembali dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap.
Kemudian pendidikan S2 di Program Magister jurusan Hukum Bisnis Universitas Sumatera Utara (USU) pada 2001 dan S3 Program Doktor Jurusan Hukum Bisnis Universitas Sumatera Utara (USU) pada 2009.
Setelah diangkat menjadi Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi atau PT Manado pada 2010, diminta tenaganya memberi kuliah di Universitas Negeri Manado (UNIMA) dengan mata kuliah Hukum Administrasi Negara pada program S2.
Setelah mutasi ke PT Medan tahun 2012, Universitas Dharma Agung (UDA) dan Universitas Panca Budi (UNPAB) memintanya memberi kuliah di Program S2 untuk mata kuliah Hukum Kepailitan dan Hukum Ekonomi Pembangunan.
Pada 2013, Manahan mengikuti tes calon hakim agung, namun gagal pada tahap akhir fit and proper testdi DPR. Di tahun yang sama, ia dipanggil oleh MA untuk fit and proper testmenjadi pimpinan Pengadilan Tinggi dan berhasil sehingga ditempatkan sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi di Pangkalpinang, Bangka Belitung.
MK Tolak Gugatan PSI yang Meminta Batas Usia Capres-Cawapres Minimal 35 Tahun
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait batas usia capres-cawapres di Jakarta, Senin (16/10/2023). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Dalam sidang, MK memutuskan menolak gugatan yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengajukan gugatan usia calon presiden dan wakil presiden minimal 35 tahun.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan.
Menurut MK, penentuan usia minimal presiden dan wakil presiden menjadi ranah pembentuk undang-undang.
Putusan tersebut diketok untuk gugatan nomor 29/PUU-XXI/2023 dengan pemohon partai politik PSI, Anthony Winza Prabowo, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhael Gorbachev Dom. Dalam petitumnya mereka meminta usia minimal capres-cawapres 35 tahun.
Advertisement