Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian dari gugatan terkait batas usia capres-cawapres pada nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang mahasiswa asal Solo bernama Almas Tsaqibbirru Re A.
Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama DKI Jakarta (BEM PTNU DKI Jakarta) mengapresiasi keputusan MK tersebut.
Advertisement
Yusuf Hidayatullah selaku Korwil BEM PTNU DKI Jakarta mengatakan, merupakan kekuatan pendorong yang penting untuk membentuk arah perubahan yang lebih komprehensif dan dinamis dalam pembangunan negara. Dengan keputusan MK tersebut menandakan perubahan paradigma dalam cara kita memandang kepemimpinan.
Penilaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi juga menyampaikan pesan bahwa generasi muda akan berperan penting dalam perubahan dan pembangunan Indonesia di masa depan. "Generasi muda merupakan motor penggerak perubahan dan inovasi di berbagai bidang, termasuk politik. Upaya Anda dapat membawa perspektif baru, ide-ide segar, dan semangat inovasi yang diperlukan untuk mengatasi tantangan bangsa kita," kata Yusuf dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023).
Senada, Ketua BEM Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Hilal Syahbana memberikan apresiasi kepada Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materi UU Pemilu yang dimohonkan oleh Almas Tsaqibbirru.
"Keputusan ini kami apresiasi, ini tandanya ada ruang anak muda yang memiliki prestasi dalam memimpin daerah untuk bisa naik ke panggung Nasional" Tegas dia.
Ia menambahkan Indonesia akan mengalami bonus demografi , tentu suara anak muda harus menjadi pertimbangan. Faktor-faktor pendukung tersebut perlu dimaknai dengan bijaksana dan digunakan dengan sebaik-baiknya, momen tersebut harus dimanfaatkan dengan baik dan diawasi oleh seluruh elemen masyarakat sebagai bagian dari kemajuan demokrasi.
"Bonus demografi dimana usia produktif anak muda dominan menjadi relevan dengan keputusan MK ini. "ujar Hilal.
MK Kabulkan Sebagian Gugatan, Ini Alasannya
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian dari gugatan terkait batas usia capres-cawapres pada nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang mahasiswa asal Solo bernama Almas Tsaqibbirru Re A.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2023).
Guntur menyebut, pembatasan usia yang hanya diletakkan pada angka tertentu tanpa dibuka syarat alternatif yang setara merupakan wujud ketidakadilan dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden.
Sebab, sebagai kepala daerah baik itu Gubernur, Bupati, Walikota atau pun jabatan elected officials lain seperti anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD yang pernah atau sedang menjabat, sudah sepantasnya dipandang memiliki kelayakan dan kapasitas sebagai calon pemimpin nasional.
"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, menurut mahkamah pada prinsipnya syarat usia dalam kandidasi presiden dan wakil presiden harus memberikan kesempatan dan menghilangkan pembatasan serta secara rasional adil dan akuntabel bahwa dalam batas penalaran yang wajar," urai Guntur.
"Setiap warga memiliki hak pilih dan seharusnya juga memiliki hak untuk dipilih termasuk hak untuk dipilih dalam Pemilu presiden dan wakil presiden. Pandangan demikian ini tidak salah, sesuai logika hukum dan tidak bertentangan dengan konstitusi bahkan juga sejalan dengan pendapat sebagian kalangan yang berkembang dalam masyarakat," pungkas dia.
Advertisement
MK: Pentingnya Generasi Muda Ikut Berpartisipasi
Jika demikian, lanjut Guntur, tokoh atau figur tersebut dapat saja dikatakan telah memenuhi syarat derajat minimal kematangan dan pengalaman karena pernah mendapat kepercayaan masyarakat publik atau kepercayaan negara.
"Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan calon-calon pemimpin generasi muda terlepas dari pengalaman yang mereka miliki dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan berpotensi besar. Hal ini berarti bahwa secara a contrario adanya pembatasan syarat presiden dan wakil presiden berusia 40 tahun berpotensi merugikan hak konstitusional generasi muda," tegas Guntur.
Berdasarkan pertimbangan mahkamah, Guntur menyebut pentingnya generasi muda ikut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa dan bernegara termasuk juga mendapatkan kesempatan menduduki jabatan publik Presiden dan atau wakil presiden merupakan konsekuensi logis dari bonus demografis yang dimiliki bangsa Indonesia.
"Setidak-tidaknya keberadaan sumber daya generasi muda tidak terhalang oleh sistem yang berlaku dalam kontestasi menuju pemilihan umum sebagai sarana demokrasi untuk mendapatkan pemimpin nasional," catat Guntur.
Figur Muda Sudah Pantas
Guntur menambahkan, figur generasi muda yang berpengalaman dalam jabatan elected officials sudah sepantasnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan tanpa memandang batas usia minimal lagi.
Bahkan pembatasan usia minimal calon presiden dan wakil presiden 40 tahun semata, menurut mahkamah merupakan wujud perlakuan yang tidak proporsional sehingga bermuara pada terkuaknya ketidakadilan yang intolerable.
"Ketidakadilan yang intolerable dimaksud karena pembatasan demikian tidak hanya merugikan dan bahkan menghilangkan kesempatan bagi figur atau sosok generasi muda yang terbukti pernah terpilih dalam pemilu artinya terbukti pernah mendapat kepercayaan masyarakat dalam pemilu," urai Guntur.
Advertisement