3 Penyebab Seseorang Lancarkan Aksi Diam atau Silent Treatment ke Pasangan

Salah satu alasan melakukan silent treatment adalah sebagai bentuk menghukum pasangan.

oleh Ruli Ananda Putri diperbarui 24 Okt 2023, 08:42 WIB
Silent Treatment (Foto: unsplash.com)

Liputan6.com, Jakarta - Silent treatment atau perlakuan diam terjadi sebagai reaksi seseorang saat merasa marah ketika menghadapi masalah. Biasanya tindakan ini menjadi bagian dari pola kontrol terhadap pasangan. 

Psikolog dan terapis hubungan, Sian Khuman, memandang silent treatment adalah perlakuan yang ekstrem dalam hubungan.

Silent treatment adalah salah satu cara paling ekstrem untuk mengekspresikan emosi seseorang,” kata Sian.

Psikolog dari University of Sydney, Australia, Karen Gonsalkorale pun meneliti topik alasan seseorang melakukan silent treatment. Ternyata, jawaban umum seseorang melakukannya untuk 'menghukum' orang lain dalam hal ini pasangan.

Masih menurut Gonsalkorale, penyebab kedua aksi diam adalah bentuk menghindari konflik. Pada penelitiannya pun ia mencatat, bahwa aksi tersebut dilakukan ketika situasi menjadi tidak terkendali.

“Perdebatan semakin memanas dan mereka ingin menutup serta menghentikannya,” tambah Sian.

Merasa Terkurung Akan Rasa Kesal

CEO Relationships Australia NSW, Elisabeth Shaw mengatakan penyebab lainnya pasangan menjadi diam lantaran terkurung akibat kondisi yang dialami.

“Saya pernah bekerja dengan orang yang merasa begitu terkurung dalam rasa kesal atau reaktivitas mereka sendiri. Sehingga mereka merasa sulit untuk berbicara,” kata Elisabeth.

“Meskipun tahu pasangannya menderita, mereka merasa marah,” lanjutnya mengutip ABC.


Dampak Buruk Silent Treatment

Elisabeth berpendapat, bahwa mendiamkan seseorang termasuk dalam kategori tindakan yang melecehkan secara psikologis dan emosional.

Sekalipun tidak ada niat untuk menyakiti, perlakuan diam dapat menimbulkan konsekuensi yang menyiksa dan menjengkelkan bagi penerimanya.

Lima dampak korban silent treatment antara lain sebagai berikut:

  • Sakit emosional.
  • Harga diri berkurang.
  • Merasa seperti tidak memiliki keberadaan yang berarti.
  • Hilangnya kendali.
  • Merasa ditolak.

Hal tersebut akan menyebabkan depresi, gangguan makan, dan percobaan bunuh diri, menurut penelitian di University of Sydney, Australia.

Parahnya Elisabeth menambahkan, pelaku silent treatment umumnya tidak bertanggung jawab atas hal ini.


Putus Hubungan Lebih Baik daripada Bertahan

Banyak orang yang bingung ketika dihadapkan situasi seperti ini. Elisabeth menyarankan untuk menunjukkan dengan mengatakan sesuatu yang tenang kepada pasangan.

“Saya merasa terpengaruh oleh apa yang terjadi. Lalu saya ingin menghentikannya dan membicarakan hal ini,” Elisabeth mencontohkan.

Namun jika pasangan terus melancarkan aksi diam lebih baik menjauh.

“Sebab terkadang orang yang memberikan perlakuan diam sudah sangat terlatih dalam hal itu. Sehingga tidak peduli apa yang pasangannya lakukan. Merekalah jalan yang menentukan,” saran Elisabeth.

Silent treatment adalah pola dalam hubungan yang sulit dihilangkan oleh salah satu pihak, sehingga lebih baik pergi atau melakukan konseling kepada ahli.


Silent Treatment adalah Tanda Pasangan Punya Manajemen Konflik yang Buruk

Elisabeth tegaskan, bahwa pasangan yang kerap melakukan silent treatment kemungkinan besar buruk dalam manajemen konflik. Mereka tidak sadar akan dampak yang dirasakan korbannya.

“Hubungan yang umumnya tampak aman, sikap diam adalah contoh buruknya regulasi emosi dan manajemen konflik,” tegasnya.

Lalu, orang yang kerap melakukan silent treatment juga menentukan kapan hubungan akan terjalin kembali. Melihat hal tersebut, Sian memandang hubungan menjadi berbahaya karena ketidakseimbangan kekuatan.

Akibatnya, korban aksi diam ini pun melihat silent treatment adalah bentuk hukuman yang bisa ‘menyiksa.’

Infografis 4 Zodiak Mudah Jatuh Cinta dengan Sahabat. (Liputan6.com/Lois Wilhelmina)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya