Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah kamu mendengar istilah fatalisme? Fatalisme merupakan keyakinan bahwa peristiwa sudah ditentukan oleh takdir dan manusia tidak dapat melakukan apapun untuk mengubahnya. Kaum fatalis percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi telah diputuskan oleh suatu kekuatan yang lebih tinggi dan tidak ada yang bisa mengubahnya.
Hal ini dapat berdampak pada pandangan seseorang. Di satu sisi, fatalisme bisa menjadi hal positif bila mengarah pada penerimaan seseorang terhadap peristiwa yang benar-benar di luar kendalinya sehingga pandangannya sejalan dengan kenyataan. Namun, di sisi lain, fatalisme dapat menimbulkan perasaan pasrah dan putus asa karena mungkin seseorang akan merasa tidak ada manfaatnya untuk mencoba bila tidak dapat mengubah apa pun.
Advertisement
Istilah lain yang terkadang digunakan secara bergantian dengan fatalisme adalah determinisme, sebuah keyakinan bahwa semua peristiwa ditentukan oleh hal-hal yang telah dilakukan. Misalnya, jika seseorang percaya bahwa seluruh masa depannya ditentukan oleh masa lalunya maka ia adalah seorang determinis. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang fatalisme ini, simak ulasannya berikut, seperti yang dilansir dari halaman Verywell Mind pada Selasa (24/10/23).
Sejarah Fatalisme
Konsep fatalisme telah ada selama berabad-abad dan dapat ditelusuri kembali ke zaman Yunani Kuno. Salah satu contoh yang diketahui dari filsuf Stoa Aristoteles, ia mengatakan bahwa apa yang ada, tentu ada pada saat itu ada dan apa yang tidak, tentu saja sebenarnya memang tidak ada. Gagasan ini kemudian diambil oleh kaum Stoa, yang percaya bahwa manusia harus menerima apa yang akan terjadi karena tidak mugkin dapat mengubahnya.
Pada abad pertengahan, fatalisme sering digunakan sebagai cara untuk memberi makna pada bencana alam atau peristiwa lain yang tidak dapat dijelaskan. Misalnya, bila suatu kota dilanda wabah penyakit maka hal itu dipandang sebagai perbuatan Tuhan yang tidak dapat dicegah. Fatalisme juga telah digunakan sebagai filosofi politik dan beberapa pemimpin menggunakannya untuk membenarkan tindakan mereka. Misalnya, Napoleon Bonaparte yang yakin bahwa ia ditakdirkan untuk menguasai dunia.
Tanda-tanda Fatalisme
Fatalisme dapat dilihat di berbagai bidang kehidupan. Misalnya, beberapa orang mungkin mempunyai sikap fatalistik terhadap pekerjaannya, percaya bahwa mereka tidak dapat melakukan apapun untuk mengubah situasi mereka. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa tidak bahagia dan kehilangan motivasi ketika bekerja.
Segelintir orang mungkin memiliki pandangan hidup yang fatalistis, percaya bahwa segala sesuatu sudah ditentukan sebelumnya dan bahwa mereka tidak memiliki kendali atas nasib mereka sendiri. Hal ini dapat menyebabkan mereka merasa putus asa. Namun, fatalisme juga memberikan seseorang rasa damai yang lebih besar terhadap suatu situasi. Misalnya, alih-alih menyalahkan diri sendiri atas segala sesuatu yang tidak beres dalam hidupnya, kamu bisa menyadari bahwa kamu tidak punya kendali atas segalanya, kecuali memberikan kasih sayang untuk diri sendiri.
Advertisement
Jenis-jenis Fatalisme
1. Fatalisme Keras
Fatalisme ini mencerminkan keyakinan bahwa manusia tidak memiliki kendali atas nasibnya sendiri dan segala sesuatu telah ditentukan sebelumnya. Artinya, masyarakat percaya bahwa mereka tidak dapat berbuat apa pun untuk mengubah jalan hidup mereka.
2. Fatalisme Lunak
Fatalisme ini meyakini bahwa manusia mempunyai kendali atas nasibnya, tetapi masih ada beberapa hal yang telah ditentukan sebelumnya. Ini berarti bahwa segelintir orang percaya bahwa mereka dapat memengaruhi nasib mereka sendiri sampai batas tertentu, tetapi masih ada beberapa kejadian yang berada di luar kendali mereka.
3. Fatalisme Moderat
Fatalisme jenis ini merupakan keyakinan bahwa manusia memiliki kendali yang besar atas nasibnya sendiri, tetapi masih ada beberapa hal yang telah ditentukan sebelumnya. Ini berarti bahwa sebagian orang mungkin percaya bahwa mereka dapat memengaruhi hidupnya sendiri secara luas, tetapi masih ada beberapa peristiwa yang berada di luar kemampuan mereka.
Dampak Positif Fatalisme
Manusia dapat mengunakan fatalisme dan merasakan efek kesehatan mental yang positif. Misalnya, apabila kamu mendaftar ke suatu perguruan tinggi dan tidak diterima, kamu dapat percaya bahwa kamu telah melakukan semua yang kamu bisa dan tidak akan menyalahkan diri sendiri. Pandangan ini lebih sejalan dengan kenyataan bahwa kamu tidak memiliki kendali penuh atas proses penerimaan perguruan tinggi tersebut.
Melepaskan kendali dalam beberapa situasi dapat membantu kamu menerima dan merasakan kedamaian yang lebih besar terhadap hal-hal sulit yang terjadi dalam hidup. Kamu mungkin pernah mengamati fatalisme pada orang-orang yang menganut agama tertentu. Misalnya, seseorang yang selalu mengaitkan segala sesuatu terjadi karena suatu alasan. Penelitian sebenarnya menemukan bahwa fatalisme dikaitkan dengan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi pada orang yang memiliki kepercayaan atau agama dibandingkan pada orang yang tidak memiliki agama.
Dampak Negatif Fatalisme
Fatalisme juga dapat menimbulkan dampak negatif. Misalnya, orang yang mempunyai pandangan fatalistis mungkin cenderung lebih mengambil risiko karena mereka percaya bahwa hal itu tidak akan membawa perubahan. Fatalisme juga dapat menyebabkan munculnya merasaan pasrah bagian sebagian orang karena mungkin merasa tidak punya kendali atas nasib hidupnya.
Selain itu, fatalisme juga berdampak negatif pada kesehatan mental karena dapat menyebabkan kecemasan dan depresi. Hal ini disebabkan adanya pemikiran fatalistik yang membuat seseorang merasa terjebak dalam situasi tertentu dan percaya bahwa mereka tidak akan pernah bisa memperbaiki situasi tersebut.
Advertisement