Liputan6.com, Washington - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (Kemlu AS) memperingatkan warganya untuk tidak melakukan perjalanan ke Lebanon dan akan mengizinkan anggota keluarga personel pemerintah AS dan sejumlah personel non-darurat untuk secara sukarela meninggalkan negara tersebut.
Tingkat peringatan perjalanan untuk Lebanon dinaikkan ke "Level 4: Jangan Bepergian" pada Selasa (17/10/2023) karena situasi keamanan yang tidak dapat diprediksi terkait dengan saling serang roket, rudal, dan artileri antara Israel dan Hezbollah atau faksi militan lainnya. Demikian peringatan yang diperbarui oleh AS, seperti dilansir CNN, Rabu (18/10).
Advertisement
Peringatan tersebut mencatat bahwa demonstrasi besar telah meletus pasca perang Hamas Vs Israel.
Setelah ledakan besar di Rumah Sakit Al-Ahli Arabi Baptist pada Selasa yang diyakini telah menewaskan setidaknya 500 orang, protes pecah di banyak lokasi, termasuk Tepi Barat, Yordania, Irak, Iran dan Tunisia.
Menurut wartawan CNN di lapangan, di Lebanon sendiri, ratusan pengunjuk rasa berada di alun-alun yang menuju Kedutaan Besar AS di utara Beirut dan beberapa di antaranya berusaha menerobos penghalang keamanan.
"Warga negara AS harus menghindari demonstrasi dan berhati-hati jika berada di sekitar tempat pertemuan besar atau protes karena beberapa di antaranya telah berubah menjadi kekerasan," ungkap nasihat perjalanan AS.
"Para pengunjuk rasa telah memblokir jalan-jalan utama, termasuk jalan raya antara pusat Kota Beirut dan kawasan di mana Kedutaan Besar AS berada, dan antara Beirut dan Bandara Internasional Beirut Rafic Hariri."
Nasihat perjalanan AS turut memperingatkan bahwa warga negara AS yang memilih untuk melakukan perjalanan ke Lebanon harus menyadari bahwa petugas konsuler dari Kedutaan Besar AS tidak selalu dapat melakukan perjalanan untuk membantu mereka.
"Kementerian Luar Negeri menganggap ancaman terhadap pegawai pemerintah AS di Beirut cukup serius, sehingga mengharuskan mereka untuk tinggal dan bekerja di bawah pengamanan yang ketat. Kebijakan keamanan internal Kedutaan Besar AS dapat disesuaikan kapan saja dan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu," sebut keterangan Kemlu AS.
Pekan lalu, Kementerian Luar Negeri AS menaikkan peringatan perjalanan ke Israel ke "Level 3: Mempertimbangkan Kembali Perjalanan". Adapun peringatan untuk Gaza masih berada pada level yang paling parah, yaitu "Level 4: Jangan Berpergian".
Kekhawatiran Perang Meluas
Baku tembak di perbatasan Lebanon dengan Israel dilaporkan masih skala kecil, tidak sebanding dengan skala dan intensitas perang Hamas Vs Israel di wilayah selatan. Pertempuran masih terjadi dalam radius sekitar 4 kilometer, dari kedua sisi garis demarkasi, dengan setidaknya 13 orang tewas sejak Sabtu lalu.
Namun, kawasan pegunungan yang jarang penduduknya di Lebanon bisa menjadi landasan perang regional, yang melibatkan banyak sekali aktor termasuk Iran melalui Hezbollah dan AS. Hezbollah mendominasi Lebanon selatan.
Menteri Luar Negeri Iran Amir Abdollahian pada Senin menyuarakan kekhawatiran akan meluasnya pertempuran setelah berbicara dengan mitranya dari Tunisia, Malaysia, dan Pakistan.
"Menggarisbawahi perlunya segera menghentikan kejahatan dan pembunuhan Zionis di Gaza dan mengirimkan bantuan kemanusiaan," tulis Abdollahian di X alias Twitter.
"Saya menekankan bahwa waktu hampir habis untuk mencari solusi politik; kemungkinan penyebaran perang di front lain mendekati tahap yang tidak dapat dihindari."
Skenario meluasnya perang, semakin mendapat perhatian di dunia Arab dan muslim yang bergejolak ketika gambar-gambar korban warga sipil Palestina, termasuk lebih dari 500 anak-anak, muncul di berbagai layar televisi dan unggahan media sosial, mencerminkan jumlah korban warga sipil yang meningkat pesat pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam beberapa dekade.
AS sendiri telah mengerahkan dua kapal induk terbesarnya, yakni USS Gerald R. Ford dan USS Dwight D. Eisenhower, ke Mediterania timur. Ini merupakan pertanda buruk mengenai apa yang mungkin terjadi jika situasi di perbatasan Lebanon-Israel berubah menjadi perang skala penuh.
Kedua negara dinilai sedang mempersiapkan diri. Israel mengubah wilayah sepanjang 4 kilometer di dekat perbatasannya menjadi zona militer tertutup. Mereka mengevakuasi warga dari 28 komunitas dalam jarak 2 kilometer dari perbatasan Lebanon.
Di Lebanon, maskapai penerbangan nasional Middle East Airlines mengumumkan pihaknya memarkir lima pesawatnya di Istanbul sebagai tindakan pencegahan karena situasi keamanan.
Bandara internasional Beirut biasanya menjadi salah satu tempat pertama yang diserang Israel setelah pecahnya perang antara kedua negara. Swiss Air dan Lufthansa dikabarkan juga menangguhkan penerbangan ke Beirut.
Pada Selasa, Palang Merah Lebanon mengungkapkan bahwa setidaknya empat warga Lebanon tewas dalam baku tembak antara kedua negara. Sementara militer Israel mengatakan pula pada Selasa bahwa dua tentara cadangan dan seorang warga sipil terluka dalam serangan rudal anti-tank dari Lebanon.
Advertisement
Alasan Hezbollah
Dalam pernyataan Hezbollah pada Minggu (15/10), kelompok tersebut mengatakan serangan lintas batas yang mereka lakukan adalah sebagai tanggapan atas pembunuhan wartawan Reuters Issam Abdallah, yang merupakan penduduk asli Lebanon. Abdallah tewas dalam serangan Israel yang juga melukai sedikitnya enam jurnalis internasional pada Jumat (13/10) dan dua warga sipil lanjut usia pada Minggu.
Pemimpin Hezbollah Hassan Nasrallah telah berulang kali memunculkan skenario hipotetis, di mana pasukannya akan melakukan serangan ke Israel utara jika perang kembali meletus antara Lebanon dan Israel. Dia mengklaim bahwa kelompoknya memiliki lebih dari 100.000 pejuang dan cadangan.
Secara historis, para pejabat Israel dan AS enggan menolak klaim pemimpin paramiliter tersebut, yang mengawasi peningkatan jumlah dan kekuatan kelompok tersebut selama 32 tahun kepemimpinannya.
Namun Nasrallah, yang dikenal karena pidato-pidatonya yang berapi-api di televisi, tetap diam sejak serangan Hamas pada 7 Oktober. Dalam pidato yang disampaikannya beberapa bulan terakhir, Nasrallah memuji meningkatnya aliansi antara kelompoknya dan Hamas, meskipun mereka berada di pihak yang berlawanan dalam perang saudara di Suriah.
Dia juga mengindikasikan bahwa aturan interaksi yang longgar antara Hezbollah dan Israel akan segera berubah, dan kelompok yang berbasis di Lebanon kemungkinan akan melakukan intervensi atas nama Palestina.
Hal ini menyebabkan banyak pengamat berspekulasi bahwa Hezbollah mungkin memperluas perjuangannya melawan Israel jika terjadi invasi darat Israel ke Gaza.