Liputan6.com, Jakarta - Pakar Gizi Universitas Hasanuddin Prof. Abdul Razak Thaha mengungkapkan enam poin permasalahan dalam monitoring dan evaluasi pada program percepatan penurunan stunting di Indonesia.
Keenam poin permasalahan tersebut yakni:
Advertisement
Indikator Tidak Tepat
Penggunaan indikator yang tidak tepat dapat menyebabkan ketidakakuratan dalam keberhasilan program percepatan penurunan stunting.
Misalnya, menggunakan indikator berat badan sebagai pengukuran langsung penurunan stunting, padahal stunting terkait dengan tinggi badan anak.
Tidak hanya itu, sejak 2013 sampai sekarang, program yang diandalkan untuk mengatasi terjadinya anemia adalah program tablet tambah darah (TTD). Namun, walaupun berdasarkan profil kesehatan nasional tahun 2013-2016 cakupan TTD selalu 90 persen, nyatanya pada tahun 2018 anemia tidak turun.
"Sebaliknya, kasus anemia malah naik dari 30 persen menjadi 40 persen lebih. Artinya, satu dari dua ibu hamil di Indonesia mengalami anemia,” kata Abdul mengutip keterangan pers Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kamis (19/10/2023).
Keterbatasan Data
Masalah kedua yang menghambat program percepatan penurunan stunting adalah keterbatasan data dan sistem informasi.
Kurangnya Kapasitas Tim Monev
Ketiga adalah kurangnya kapasitas tim monitoring dan evaluasi (Monev).
Tim yang kurang berpengalaman atau tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang metode dan instrumen penelitian dapat memengaruhi validitas dan keandalan hasil evaluasi program stunting.
Tantangan Mengukur Dampak Jangka Panjang
Masalah keempat adalah tantangan dalam mengukur dampak jangka panjang, ini menjadi soal besar karena stunting merupakan kondisi yang membawa dampak jangka panjang.
"Mengukur dampak jangka panjang seperti ini bisa menjadi tantangan karena melibatkan banyak faktor yang kompleks seperti pola makan, sanitasi, pendidikan, dan faktor sosial ekonomi," ucap Abdul.
Kurangnya Pelibatan Pemangku Kepentingan
Masalah kelima menurut Abdul adalah kurangnya pelibatan pemangku kepentingan.
Melibatkan pemangku kepentingan seperti masyarakat setempat, pemerintah daerah, lembaga akademik, dan lain-lain dapat memberikan wawasan yang berharga dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang implementasi program.
Koordinasi dan Tata Kelola Lemah
Masalah terakhir yang dihadapi adalah adalah koordinasi dan tata kelola yang lemah.
"Kurangnya koordinasi antar sektor dan lembaga terkait dalam pelaksanaan program bisa menjadi kendala dalam monitoring dan evaluasi,” jelas Abdul.
Advertisement
Evaluasi Program PPS di Wilayah Perbatasan, Pesisir, dan Rawan Pangan
Keenam masalah ini disampaikan Abdul dalam acara evaluasi sekaligus finalisasi laporan program Percepatan Penurunan Stunting (PPS) Terpadu Berbasis Wilayah Perbatasan, Pesisir, dan Rawan Pangan (P2R).
Evaluasi sekaligus finalisasi laporan periode Juni hingga Juli 2023 itu meliputi tiga provinsi yang mewakili wilayah:
- Pesisir (Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat).
- Perbatasan (Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat).
- Rawan pangan (Kabupaten Rokan Hulu, Riau).
Evaluasi ini dilakukan guna mengevaluasi implementasi percepatan atau mengetahui gambaran implementasi percepatan penurunan stunting di daerah P2R. Serta mengetahui sejauh mana implementasinya.
Dengan evaluasi ini, maka dapat dihimpun umpan balik dan rekomendasi bagi upaya percepatan penurunan stunting di wilayah P2R agar menjadi lebih baik.
Monev Dibukukan pada November 2023
Menurut Program Officer Bidang Program dan Kegiatan Sekretariat PPS Lucy Widasari, laporan evaluasi ini akan diselesaikan dalam bentuk buku pada awal November 2023.
Lucy berharap dari hasil monitoring evaluasi ini bisa memperbaiki pelaksanaan program ke depannya.
"Hasil yang diharapkan adalah gambaran program dan kegiatan atau intervensi yang telah dilaksanakan secara maksimal dalam upaya perbaikan berkelanjutan. Kemudian mendapatkan solusi terbaik dari masalah dan kendala yang ada sehingga output yang dihasilkan akan terus bertahan dan berkembang lebih baik," ujar Lucy saat memaparkan draft laporan Monev tersebut pada Senin 16 Oktober 2023 di Park Hotel Cawang, Jakarta.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Irma Ardiana mengatakan, kegiatan ini memberi masukan yang luar biasa karena dalam pelaksanaan PPS banyak keterbatasan-keterbatasan.
"Namun kita juga memiliki komitmen untuk melakukan perbaikan, forum-forum seperti ini sangat penting menurut kami, dari pusat juga bisa membaca atau memahami konteks di daerah itu ternyata tidak semudah kita untuk merumuskan panduan merumuskan juknis dan seterusnya,” ujar Irma.
Advertisement