Liputan6.com, Jambi- Gedung Balai Adat Melayu Jambi "Sepucuk Nipah Serumpun Nibung" Kabupaten Tanjung Jabung Timur itu, telah bersolek. Di dalam gedung, bagian dindingnya kental dengan suasana adat. Ornamen tirai kuning dan merah menghiasi dindingnya. Ruang berunding dengan konsep lesehan dan duduk sama rata pun telah tertata rapi.
Sementara, di luar bagian tangga sebelah kiri menancap plang dengan tulisan Rumah Restorative Justice. Pada Kamis (19/10/2023) bertepatan dengan momen menjelang HUT Kabupaten Tanjung Jabung Timur, berkat atensi Bupati Romi Hariyanto menjadikan Gedung Balai Adat telah resmi bisa digunakan sebagai rumah induk keadilan restoratif di kabupaten paling timur di Provinsi Jambi itu.
Advertisement
Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur memilih Balai Adat "Sepucuk Nipah Serumpun Nibung" di area Bukit Menderang sebagai rumah keadilan restoratif. Rumah ini untuk meningkatkan sinergi di antara tokoh adat, masyarakat, pemerintah, dan penegak hukum dalam menyelesaikan suatu kasus tertentu.
"Kehadiran rumah keadilan restoratif ini semoga bisa memberi manfaat untuk masyarakat. Dan ini juga bisa menjadi ruang edukasi perihal hukum," kata Romi Hariyanto.
Tak hanya untuk pertemuan adat saja. Kini di Balai Adat itu bisa digunakan sebagai sarana penyuluhan hukum, koordinasi hukum bersama unsur pemerintah dan lembaga adat, maupun pendampingan atau konsultasi hukum.
Dalam peresmian serentak rumah keadilan restoratif sebanyak 128 titik yang tersebar di Provinsi Jambi, dipusatkan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Tak hanya rumah keadilan restoratif, Kejati Jambi juga turut meresmikan Balai Rehabilitasi NAPZA Adhayksa di RSUD Nurdin Hamzah Tanjab Timur.
Pada momen peresmian rumah keadilan restoratif itu juga ditandai dengan penyerahan warkat keputusan tindak pidana yang melibatkan dua pihak keluarga di Tanjab Timur berselirih. Perkara perselisihan itu tidak sampai ke ranah hukum, namun telah diselesaikan lewat mekanisme restorative justice.
Perkara yang diselesaikan melalui mekanisme restorative justice ini yakni terkait Pasal 80 ayat 1 UU 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan.
Setelah menempuh upaya mediasi dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, aparat penegak hukum melalui musayawarah dan pertimbangan, perkara ini layak diselesaikan secara kekeluargaan. Kedua belah pihak, baik pelaku dan orang tua korban kini telah sepakat berdamai.
Bupati Romi Hariyanto, Kajati Jambi Elan Suherlan, Kejari Jambi Bambang Supriyanto, Danrem 042/Gapu Brigjen TNI Supriono, dan tokoh lembaga adat dan tokoh masyarakat setempat turut menyaksikan penyerahan surat keputusan tentang penyelesaian perkara itu.
Romi mengatakan, dirinya menyambut baik kehadiran rumah keadilan restoratif ini. Kini menurutnya, masyarakat bisa menjadikan Balai Adat ini sebagai tempat penyelesaian tindak pidana ringan sebelum dibawa ke ranah penegakan hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
Sementara itu, di Kabupaten Tanjab Timur tahap pertama ini telah berdiri sembilan titik rumah keadian restoratif yang tersebar di sejumlah wilayah. Sedangkan rumah keadilan restoratif induk berada di Balai Adat "Sepucuk Nipah Serumpun Nibung" di areal perkantoran Bukit Menderang.
"Setiap masalah yang timbul bisa dibantu dengan cara yang baik (restoraive justice). Saya berterimakasih karena rumah keadilan restoratif ini sudah terlaksana dengan hari ini," kata Romi.
128 Rumah Keadilan Restoratif di Jambi
Bersamaan dengan peresmian rumah keadilan restoratif di Balai Adat Melayu Tanjung Jabung Timur, Kejaksaan Tinggi Jambi juga turut meresmikan sebanyak 128 rumah keadilan restoratif yang meliputi dan tersebar di 10 Kejaksaan Negeri di wilayah wilayah Provinsi Jambi.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi Elan Suherlan menjelaskan, rumah keadilan restoratif ini punya tujuan untuk menegakkan keadilan kepada masyarakat dilini yang paling bawah. Rumah ini juga menjadi ruang penyelesaian masalah dengan konsep perdamaian melalui jalan muasyawarah mufakat sebelum perkara masuk ke ranah hukum positif.
Elan mengatakan banyak perkara kecil ang terjadi dapat diselesaikan melalui Keadilan Restoratif Justice. Hal Ini sesuai dengan Perja Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Program (rumah keadilan restoratif) ini dibuat untuk mendorong peran masyarakat dalam penegakan hukum yang pelaksanaannya membutuhkan nilai-nilai keadilan dan kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di masyarakat setempat," kata Elan.
Dalam penerapan rumah keadilan restoratif ini nantinya akan dilakukan musyawarah oleh para pihak; korban, pelaku, tokoh adat, masyarakat danpihak yang terkait. Muasyawarah itu dilakukan untuk mencapai kesepakatan bersama.
"Mudah-mudahan lokasi Balai Adat ini bukan hanya sebagai rumah RJ saja, tapi juga untuk tempat berdiskusi atau musyawarah," ujar Erlan.
Kejati Jambi mencata total sebanyak 51 kasus telah menyelesaikan perkara melalui mekanisme keadilan restoratif sejak aturan berlaku. Sementara itu, pada 2023 tercatat sebanyak 25 kasus telah diselesaikan.
"Tahun ini target kita ada 50 kasus yang bisa diselesaikan lewat mekanisme restorative justice ini di seluruh Provinsi Jambi," kata Elan.
Elan menambahkan, jalan keluar yang dicapai dalam restorative justice bukan merupakan penghentian perkara. Dibutuhkan penyelesaian dengan bentuk lain yang sesuai dengan kebutuhan korban. Elan menegaskan, kepentingan korban sebagai fokus utamanya.
"Jadi tidak semua perkara itu bisa dilakukan dengan lewat jalur kadilan restoratif, tapi ada mekanismenya dan prosesnya sangat selektif," ucap Elan.
Advertisement