KPPU Telusuri Dugaan Monopoli di Industri Logistik

Saat ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih terus melakukan penyelidikan perihal kasus monopoli di industri logistik.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Okt 2023, 16:30 WIB
Saat ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih terus melakukan penyelidikan perihal kasus monopoli di industri logistik.

Liputan6.com, Jakarta Saat ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih terus melakukan penyelidikan perihal kasus monopoli di industri logistik. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur membenarkan hal tersebut.

“Sebagai informasi, penyelidikan dugaan kasus monopoli industri logistik tersebut saat ini masih terus berlanjut. Untuk kelanjutannya Insya Allah nanti akan kami informasikan kembali,” ujar Deswin Nur dikutip Jumat (20/10/2023).

Perlu diketahui, KPPU mencurigai adanya dugaan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di industri logistik di Indonesia. Adapun penyelidikan di industri ekspedisi ini adalah inisiatif KPPU dan berdasarkan proses penyelidikan atas dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 yang melibatkan salah satu platform e-commerce, khususnya berkaitan dengan jasa logistik di Indonesia.

Pada September lalu, KPPU telah memanggil Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia untuk dimintai keterangan.

Dalam prosesnya, KPPU juga memanggil beberapa lainnya untuk dimintai keterangan.Secara terpisah, Sekretaris Asosiasi Logistik Digital Ekonomi Indonesia (ALDEI) Manorsa P. Tambunan menjelaskan bahwa kondisi industri logistik Indonesia tengah mengalami persaingan tidak sehat.

”Saat ini, pemain yang bermodal besar bisa langsung melakukan investasi kapasitas besar dan menjalankan strategi predatory pricing, untuk merebut pangsa pasar dan memperoleh cost competitiveness.

Industri Logistik Indonesia

Dan yang membuat miris, pemain besar di industri logistik Indonesia yang melakukan hal tersebut adalah perusahaan yang dimiliki asing. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam prospektus mereka saat mengajukan IPO di Hongkong tentang kepemilikan asing 100% di perusahaan mereka.

”Seperti diketahui, salah satu perusahaan logistik di Indonesia saat ini tengah dalam proses bookbuilding dan Perusahaan tersebut diperkirakan akan melakukan IPO di bursa Hong Kong pada 27 Oktober 2023," tutur dia.

Manorsa menambahkan, kepemilikan asing sebesar 100% ini bertentangan dan melanggar Perpres 49/2021 aktivitas kurir (KBLI 53201) di mana logistik merupakan bidang usaha dengan batasan modal asing maksimal 49%.

"Ini merupakan pelanggaran yang dilakukan secara terang terangan. Kami kuatir apabila hal ini dibiarkan pemerintah, dampak negatifnya tidak hanya dirasakan industri logistik. Akan tetapi bisa menjalar ke bidang lain karena rawan duplikasi praktik yang melanggar aturan seperti ini," tutupnya.


Asosiasi Pinjol Surati KPPU Soal Dugaan Kartel, Apa Jawabannya?

Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. Unsplash/Benjamin Dada

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S Djafar, mengaku sudah menyurati Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pasca pihaknya diduga melakukan kartel atau monopoli suku bunga pinjol, alias pinjaman online.

Namun, Entjik mengatakan pihaknya belum mendapat balasan dari KPPU terkait dugaan kartel pinjol tersebut.

"Kita sudah mengirim surat untuk ketemu dari AFPI ke KPPU, tapi belum ada jawaban. Ya kita lagi tunggu jawabannya, komunikasi itu pasti bisa," ujar Entjik saat ditemui di Jakarta, Kamis (12/10/2023).

Sebelumnya diceritakan, AFPI belum menerima surat resmi dari KPPU terkait penyelidikan dugaan kartel bunga pinjol. Dia pun membantah pengenaan suku bunga flat 0,8 persen per hari dari jumlah aktual pinjaman kepada konsumen.

"Sebenarnya kita memang masalah KPPU belum terima surat resmi. Kita baru baca press release. Yang dituduhkan, AFPI jadi kartel untuk bunga, disebutkan 0,8 (persen). Padahal sudah 2 tahun kita turunkan jadi 0,4 persen," jelasnya beberapa waktu lalu.

Diharapkan Entjik, pihaknya bisa bertemu dengan KPPU dalam waktu dekat untuk mendiskusikan terkait dugaan kartel tersebut. Ia pun membantah AFPI telah melakukan monopoli bunga pinjol kepada pihak konsumen.

"Kalau kartel kan monopoli bunga. Menurut saya kalau monopoli kita melakukan aturan batas minimum. Kalau batas maksimum (0,4 persen) bukan kartel, justru customer protection, untuk memproteksi customer, tidak boleh lebih dari sini. Yang diuntungkan konsumen. Itu yang ada di aturan kita," tegasnya.

"Kalau kita dituduhkan monopoli bunga, bukan begitu harusnya. Saya bukan bilang salah, ini pendapat saya, tapi bukan begitu," kata Entjik.

 


Customer Protection

Ilustrasi Pinjaman Online alias Pinjol. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Menurut dia, klaim monopoli bunga pinjol berlaku jika AFPI menetapkan batas minimum di angka 3-5 persen. Sementara yang dilakukan asosiasi adalah batas maksimum 0,4 persen per hari.

"Itu tujuannya customer protection, itu pendapat saya. Nanti kita akan tunggu surat resmi KPPU. Kami akan ketemu, meminta waktu kepada KPPU untuk ketemu. Kami sedang meminta waktu untuk ketemu dengan KPPU, supaya semua clear dan jelas," tuturnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, banyak platfrom pinjol anggota AFPI justru menetapkan batas bunga pinjaman harian di bawah 0,4 persen. Khususnya untuk pinjaman produktif bagi pelaku UMKM.

"Tapi pada praktiknya, banyak di bawah 0,4 persen per hari. Terutama yang produktif, UMKM, itu di sekitar 0,03-0,04 persen yang berlaku di fintech peer to peer lending yang berizin OJK," terangnya.

Ditegaskan Entjik, AFPI juga telah menetapkan code of conduct atau kode etik bagi para anggotanya. Apabila dilanggar, maka anggota bersangkutan akan disidang oleh komite etik.

"Kita punya komite etik yang independen yang bukan anggota asosiasi, tapi dari law firm. Ada 9 orang komite etik kita yang akan lakukan sidang atas pelanggaran ini. Jika terdapat bukti kalau melanggar, anggota akan dikenakan sanksi. Itu sudah pernah kita lakukan," pungkasnya.

 

Infografis Pinjol Menjamur, Utang Menumpuk (Ilustrasi: Abdillah/Liputan6.com)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya