Liputan6.com, Jakarta - Thomas Friedman, seorang komentator yang telah memenangkan penghargaan Pulitzer, membuat klaim kontroversial pada akhir tahun 1990-an bahwa dua negara yang punya gerai McDonald's tidak akan berperang. Teori ini kemudian diuji ketika ketegangan perang Israel-Hamas meningkat.
McDonald's mendapati dirinya terjebak di tengah konflik ini. Ketika cabang McDonald's di Israel mengumumkan dukungan bagi militer negara itu dengan menyediakan makanan gratis, cabang-cabang di negara-negara mayoritas Muslim bereaksi keras.
Advertisement
Melansir Al Jazeera, Jumat, 20 Oktober 2023, sejumlah cabang di negara-negara, seperti Arab Saudi, Oman, Kuwait, Uni Emirat Arab, Yordania, Mesir, Bahrain, dan Turki dengan cepat memutuskan mengambil jarak dari keputusan cabang Israel. Mereka menyatakan solidaritas terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Bahkan, cabang-cabang itu mengumpulkan dana signifikan untuk mendukung upaya bantuan kemanusiaan di wilayah tersebut. McDonald's Oman, misalnya, berkomitmen menyumbangkan 100 ribu dolar AS (sekitar Rp1,5 miliar) dan mengungkap pesan solidaritas melalui media sosial mereka.
"Mari kita semua menggabungkan upaya dan mendukung masyarakat di Gaza dengan segala yang kita bisa. Kami memohon pada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk melindungi negara kami tercinta dan seluruh negara Arab dan Muslim dari segala kejahatan dan kebencian," tulis McDonald's Oman di X, dulunya Twitter, Minggu, 15 Oktober 2023.
McDonald's Israel, menyusul reaksi keras dari masyarakat internasional, terutama dari negara-negara mayoritas Muslim, memilih mengubah akun Instagram-nya dalam pengaturan privat.
Adaptasi Lokal
McDonald's, yang didirikan pada 1940 di San Bernardino, California, dengan cepat berkembang jadi simbol budaya dan kuliner Amerika. Namun, saat menyebar ke seluruh dunia, mereka menemui berbagai adaptasi lokal, tidak hanya dalam menu, tapi juga cara berbisnis.
Faktanya, banyak restoran McDonald's di seluruh dunia dimiliki dan dioperasikan pengusaha lokal yang memahami dinamika dan budaya setempat. Rantai cepat saji itu bahkan sering kali dipandang sebagai barometer stabilitas ekonomi suatu negara.
Restoran tersebut sering kali ditarik ke dalam persengketaan geopolitik, terutama ketika berurusan dengan negara-negara yang berada dalam keadaan konflik atau ketegangan. Konsep "Teori Golden Arches tentang Pencegahan Konflik" sempat menarik banyak perhatian.
Itu merupakan pendekatan menarik untuk memahami dunia global yang semakin terintegrasi. Namun, sebagaimana dikemukakan dalam konflik terkini, teori ini memiliki keterbatasan. "Kita tentu saja berada di era setelah 'Teori Pencegahan Konflik Golden Arches,'" kata Paul Musgrave, seorang dosen ilmu politik di Universitas Massachusetts Amherst.
"Walau pada 2022, baik Rusia maupun Ukraina mempunyai gerai McDonald's, konflik antara mereka tetap terjadi. Saat ini, perselisihan yang melibatkan jaringan McDonald's menunjukkan refleksi dari ketegangan nyata di kawasan itu," ia menambahkan.
Advertisement
Merek Lain yang Terdampak
McDonald's bukanlah satu-satunya merek internasional yang ditarik ke dalam kontroversi terkait sikap pada konflik Israel-Palestina. Perusahaan multinasional Inggris, Unilever, dikecam para investor karena tidak menginformasikan bahwa anak usahanya, Ben and Jerry's, memilih menghentikan penjualan produknya di wilayah pendudukan Israel di kawasan tepi barat dan Yerusalem Timur pada 2021.
Di saat yang sama, beberapa konsumen memboikot toko pakaian Spanyol, Zara, setelah Joey Schwebel, menggelar acara dukungan untuk politisi sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir, di kediamannya. Selain itu, beberapa merek terkenal juga menghadapi kontroversi terkait isu hak asasi manusia di negara-negara lain, termasuk China.
Pada 2021, toko ritel Jepang, MUJI, menerima banyak kritikan setelah mereka mendukung penggunaan kapas dari Xinjiang, China, tempat dituduhkan terjadi eksploitasi etnis minoritas Muslim untuk kerja paksa oleh aktivis hak asasi manusia.
Musgrave menekankan, "harapan bahwa kapitalisme dan perdagangan dapat meredakan nasionalisme dan perasaan lain tampaknya memiliki kekurangannya." Keterlibatan berbagai waralaba McDonald's, sambungnya, dalam pendekatan yang kontras menunjukkan seberapa dalam politik dapat memengaruhi berbagai aspek.
MTV EMA 2023 Batal
Sementara itu, penghargaan musik MTV Europe Music Awards (EMA) 2023 dibatalkan akibat perang Israel-Hamas yang sedang berlangsung. MTV EMA 2023, yang semula dijadwalkan berlangsung pada 5 November 2023 di Paris, mengumumkan dalam sebuah pernyataan di X, dulunya Twitter, bahwa acara tersebut tidak akan dilanjutkan karena "volatilitas peristiwa dunia."
Selain, pihaknya juga mempertimbangkan keselamatan staf, kru, artis, penggemar, dan mitra yang "melakukan perjalanan dari seluruh penjuru dunia untuk menghidupkan pertunjukan ini."
"MTV EMA adalah perayaan tahunan musik global," sebut pihaknya. "Ketika kita menyaksikan peristiwa-peristiwa buruk yang terus terjadi di Israel dan Gaza, ini bukanlah momen untuk merayakannya secara global. Dengan ribuan nyawa yang hilang, ini adalah waktu berkabung."
MTV juga menulis, "Pemungutan suara tetap berlanjut dan artis pemenang akan menerima MTV EMA Awards mereka. Kami berharap dapat jadi tuan rumah MTV EMA lagi pada November 2024." Pihaknya telah mengumumkan daftar lengkap nominasi untuk acara penghargaan tahunan Eropa awal bulan ini.
Setelah menyapu bersih penghargaan tahun lalu, Taylor Swift tetap jadi pesaing teratas dengan tujuh nominasi MTV EMA tahun ini, diikuti Olivia Rodrigo dan SZA yang berbagi tempat kedua dengan masing-masing enam nominasi.
Advertisement