Liputan6.com, Jakarta - Menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 membuat Indonesia berada dalam kondisi vacuum of power. Kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan para pendiri bangsa untuk merumuskan kemerdekaan Indonesia.
Pada 17 Agustus 1945 tepatnya pukul 10.00 WIB Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Teks proklamasi kemerdekaan dibacakan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.
Namun, perjuangan kemerdekaan Indonesia belum berakhir. Faktanya, penjajah kembali ingin menguasai Indonesia dan tidak mengakui kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Baca Juga
Advertisement
Di awal kemerdekaan, tentara Sekutu (Inggris) yang diboncengi Netherlands Indies Civil Administration (NICA) datang kembali untuk menduduki Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II. Kemarahan masyarakat Indonesia pun tak terelakkan.
Kalangan pesantren yang terdiri dari kiai dan santri merupakan kelompok yang merasa resah dengan kedatangan penjajah pasca-kemerdekaan Indonesia. Kalangan pesantren merasa kedatangan tentara asing itu akan menimbulkan peperangan yang tak bisa dihindarkan.
Benar saja, peperangan banyak terjadi pasca-kemerdekaan. Salah satu pertempuran besar terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur yang kemudian tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Pertemuan Kiai se-Jawa dan Madura
Kedatangan penjajah pasca-kemerdekaan membuat pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari menggerakkan seluruh elemen bangsa khususnya kalangan pesantren untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Mbah Hasyim mengumpulkan seluruh kiai se-Jawa dan Madura pada 21-22 Oktober 1945 di Surabaya, Jawa Timur. Atas arahan KH Hasyim Asy’ari, pertemuan yang dipimpin KH Wahab Hasbullah itu menghasilkan keputusan penting yang kemudian mengubah sejarah bangsa ini.
Keputusan tersebut dikenal dengan nama Resolusi Jihad. Poin penting dari Resolusi Jihad adalah perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan melawan penjajah adalah jihad (perang suci), hukumnya menjadi wajib bagi umat Islam.
Advertisement
Isi Resolusi Jihad
Mengutip tulisan Lathiful Khuluq berjudul “Fajar Kebangunan Ulama, Biografi Kiyai Hasyim Asy'ari” yang diterbitkan LKiS pada 2000 via merdeka.com, Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari berisi lima butir.
Pertama, kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus wajib dipertahankan. Kedua, Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong.
Ketiga, musuh Republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu Inggris pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia.
Keempat, umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali.
Kelima, kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilo meter, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk material terhadap mereka yang berjuang.
Dampak Resolusi Jihad
Resolusi Jihad tersebut kemudian disebarkan ke seluruh Nahdliyin dan umat Islam di seluruh pelosok Jawa dan Madura. Seruan jihad terhadap penjajah itu disambut para santri di berbagai daerah. Apalagi yang mencetuskannya adalah Mbah Hasyim yang merupakan ulama besar dan berpengaruh di Jawa kala itu.
Resolusi Jihad berdampak besar khususnya di Jawa Timur. Maklumat jihad yang dicetuskan pendiri Nahdlatul Ulama itu mendorong keterlibatan santri dan Nahdliyin untuk ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Resolusi Jihad bagaikan bahan bakar yang mengobarkan semangat para pejuang. Sejak dikeluarkannya Resolusi Jihad para pejuang dengan gagah berani bersatu padu berjuang mengusir penjajah.
Resolusi Jihad merupakan bukti kontribusi Nahdlatul Ulama, kiai, dan santri dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kini peristiwa sejarah tersebut selalu dikenang setidaknya setahun sekali pada peringatan Hari Santri 22 Oktober.
Advertisement
Hari Santri
Hari Santri diperingati setiap tanggal 22 Oktober setelah keluar Keppres Nomor 22 Tahun 2015. Penetapan Hari Santri dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Masjid Istiqlal, Jakarta pada 2015 lalu.
Penetapan Hari Santri ini merupakan bukti bahwa pemerintah mengakui keterlibatan ulama dan santri dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
“Sejarah mencatat, para santri telah mewakafkan hidupnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan tersebut,” kata Jokowi, Kamis (22/10/2015) lalu.
Hari Santri semula akan ditetapkan pada 1 Muharram berdasarkan penanggalan Hijriah. Namun setelah ada masukan dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) akhirnya Hari Santri diperingati setiap 22 Oktober.