Liputan6.com, Jakarta - Primary Percutaneous Coronary Intervention atau Primary PCI menjadi tindakan yang efektif cegah kematian akibat serangan jantung jika dilakukan sesegera mungkin.
Primary PCI adalah prosedur intervensi non-bedah dengan memasukkan selang kecil yang fleksibel (kateter) melalui pembuluh pergelangan tangan ataupun pangkal paha. Kateter diarahkan menuju arteri koroner yang tersumbat dan membuka sumbatan tersebut dengan balon maupun stent (ring jantung).
Advertisement
Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Heartology Cardiovascular Hospital, Jajang Sinardja, pada masa awal penemuan Primary PCI tahun 1980-an, tindakan ini hanya menggunakan kateter dengan balon. Tujuannya membuka kembali arteri koroner yang tersumbat akibat penumpukan plak (lemak jahat).
“Yang pertama kali mengenalkan balon untuk PCI itu orang-orang Jerman tahun 77. Dicoba sendiri ke tubuhnya, dicoba ke anjing. Bayangkan bikin balon lentur yang bisa masuk ke pembuluh darah,” kata Jajang menjawab pertanyaan Health Liputan6.com dalam temu media di Heartology Cardiovascular Hospital, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2023).
Balon ini harus lentur tapi harus pula cukup kuat untuk membuka penyumbatan di arteri koroner. Pada 1980-an, dokter dari Mid America Heart Institute, Kansas City, Geoffrey Hartzler mulai menggunakan balon tersebut untuk tindakan Primary PCI.
“Baru tahun 90-an ke atas orang-orang melihat, kalau menggunakan balon saja maka sumbatan yang telah dikembangkan dengan balon tidak ada yang mengganjal sehingga berpotensi tersumbat kembali.”
“Sekitar 30 hingga 40 persen pasien yang arteri koronernya sudah dikembangkan dengan balon, pembuluh darahnya kembali kuncup,” jelas Jajang.
Awal Penggunaan Ring
Melihat hal tersebut, diciptakan lah alat untuk mengganjal pembuluh darah agar tetap terbuka. Alat ini disebut ring atau stent.
“Pada masa awal, ring yang ada memang kuat tapi tidak fleksibel. Terbuat dari bahan stainless steel atau baja. Namun, tidak semua pembuluh darah bentuknya rata, ada juga yang meliuk-liuk. Ring ini tidak bisa mengikuti liukan dan bisa patah. Zaman tahun 90 ada laporan yang menyatakan ring patah.”
Maka dari itu, dikembangkan lah ring yang fleksibel tapi tetap kuat. Ring ini bisa mengikuti bentuk pembuluh darah tanpa patah.
“Awal-awal, ring-nya enggak ada obatnya, ring-nya polos. Ini memang ring bagus, tapi jika tidak ada obatnya maka plak bisa kembali tumbuh,” ucap Jajang.
Advertisement
Pengembangan Ring Berlapis Obat
Guna mencegah plak dalam pembuluh darah kembali tumbuh setelah dipasang ring, maka pada akhir 2000-an dikembangkan alat baru yakni ring berlapis obat atau drug-eluting stent.
“Jadi ring-nya dikasih obat untuk menjaga plak tidak tumbuh lagi. Nah, ini menjadi ring terbaru, sisanya cuma pengembangan, misalnya dari obatnya atau ring-nya semakin tipis.”
Jajang juga menjelaskan, satu ring dengan kualitas baik memiliki harga sekitar Rp30 Juta. Dan pemasangan ring dalam pembuluh darah tidak perlu diganti-ganti secara berkala. Dengan kata lain, ring tersebut akan ada di dalam tubuh selamanya.
Tentang Serangan Jantung
Ring berlapis obat kini banyak digunakan dalam Primary PCI untuk mengatasi serangan jantung. Sebelumnya, Jajang menjelaskan bahwa serangan jantung terjadi akibat aliran darah di arteri koroner yang terganggu.
Akibatnya, otot jantung mengalami infark miokard, yakni kematian otot jantung yang menyebabkan jantung tidak dapat bekerja dan memompa darah sebagaimana mestinya.
Serangan jantung bersifat mendadak dan dapat berakibat fatal bila tidak didiagnosis dan ditangani dalam waktu singkat.
“Serangan jantung merupakan kasus emergensi yang harus segera ditangani oleh tim medis dan dokter spesialis jantung. Fasilitas diagnostik dan cath lab yang lengkap, cepat dan akurat akan sangat mempengaruhi prognosis atau harapan hidup pasien,” pungkas Jajang.
Advertisement