Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan menaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6 persen. Putusan ini memutus stagnansi selama 8 bulan beruntun.
Lantas, apakah ini jadi pertanda suku bunga acuan Bank Indonesia bakal alami tren kenaikan hingga 2024?
Advertisement
Saat ditanya kemungkinan tersebut, ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah belum bisa memastikan. Pasalnya, ekonomi nasional dan global kini dilanda banyak ketidakpastian.
"Bergantung perkembangan kondisi global dan domestik ke depannya," kata Piter kepada Liputan6.com, Sabtu (21/10/2023).
Piter mewajari putusan Bank Indonesia, yang menurutnya sudah mempertimbangkan seluruh aspek yang terbaik. Khususnya dalam upaya meredam pelemahan nilai tukar rupiah.
"Tentu saja ada konsekuensinya. Pertumbuhan kredit akan tertahan demikian juga dgn pertumbuhan ekonomi. Tapi dampak keseluruhannya diyakini baik untuk perekonomian," imbuh dia.
Ancaman Gaza dan The Fed
Menurut dia, pelemahan kurs rupiah disebabkan banyak faktor. Tak terkecuali gejolak yang tengah terjadi di kawasan Timur Tengah antara Israel dan Palestina yang kian memanas.
"Utamanya karena menguatnya dolar di tengah gejolak global akibat adanya perang Hamas Israel. Sementara di sisi lain suku bunga The Fed masih tinggi dan diyakini masih akan naik. Semua ini jadi pertimbangannya BI," ujar Piter.
Secara terpisah, Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menilai, kenaikan suku bunga acuan BI ini jadi satu keputusan tepat di tengah maraknya ketidakpastian global yang terjadi saat ini. Menurut prediksinya, Bank Indonesia baru akan memangkas BI7DRR lagi pada akhir tahun depan.
"Kami masih memperkirakan BI juga akan mengambil kebijakan yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama pada tahun 2024, dan mulai menurunkan suku bunga pada kuartal IV 2024," ungkapnya kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu.
Suku Bunga BI Naik jadi 6% di Oktober 2023
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin menjadi 6 persen dari sebelumnya sebesar 5,75 persen.
"Rapat RDG Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers, Kamis (19/10/2023).
Sama halnya dengan BI7DRR, suku bunga Deposit Facility juga dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen dari sebelumnya 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75 persen dari sebelumnya 6,50 persen.
Perry menegaskan, kenaikan tersebut untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkat tingginya ktidakpastian global, sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor.
"Sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1 persen pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024," ujarnya.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar diperkuat dengan efektivitas implementasi kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan menurunkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial untuk mendorong kredit pembiayaan lebih lanjut bagi pertumbuhan ekonomi nasioanl.
Demikian pula, digitalisasi sistem pembayaran terus ditingkatkan untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Advertisement
Tak Sesuai Prediksi
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi Bank Indonesia akan menjaga suku bunga kebijakan guna menjaga stabilitas rupiah.
"Kami memperkirakan BI akan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) pada level 5,75 persen dalam RDG bulan Oktober 2023," kata Josua Pardede kepada Liputan6.com, Kamis (19/10/2023).
Menurutnya, meskipun tingkat inflasi telah berada dalam kisaran target 2-4 persen dan surplus perdagangan berlanjut, ia melihat bahwa BI masih perlu mempertahankan suku bunga BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.
Hal ini dikarena ketidakpastian mengenai arah Fed Funds Rate (FFR) masih menjadi risiko utama bagi pasar keuangan global, terutama setelah indikator ekonomi AS yang paling baru tetap solid dan konflik Israel-Hamas semakin memburuk, sehingga meningkatkan harga minyak global dan risiko inflasi (menaikkan risiko "higher-for-longer".
"Sebagaimana BI telah menyatakan bahwa mereka telah mengantisipasi the Fed akan menaikkan suku bunga acuannya hingga 5,75 persen (satu kenaikan lagi sebesar 25bps dalam sisa tahun 2023), kami melihat bahwa kondisi saat ini masih berada dalam toleransi BI," ujarnya.
Oleh karena itu, ia percaya BI masih akan lebih memilih untuk mempertahankan BI-7DRRR dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2023.