Kebijakan Suku Bunga The Fed Masih Bayangi Pasar Modal

Bank Indonesia melakukan langkah mengejutkan dengan menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kali sejak Januari menjadi 6 persen. Di sisi lain, the Fed berpotensi masih pertahankan kebijakan suku bunga tinggi.

oleh Agustina Melani diperbarui 22 Okt 2023, 11:30 WIB
Kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) masih menjadi fokus pasar. Di tengah sentimen itu, diversifikasi portofolio investasi tetap dapat dilakukan.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) masih menjadi fokus pasar. Di tengah sentimen itu, diversifikasi portofolio investasi tetap dapat dilakukan.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (22/10/2023), Bank Indonesia  melakukan langkah mengejutkan dengan menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kali sejak Januari menjadi 6 persen. Hal ini sebagai langkah menjaga rupiah.

Di sisi lain, saat ini suku bunga tinggi di Amerika Serikat membayangi. Ekonom telah prediksi puncak suku bunga tetapi sejauh ini meleset dari perkiraan. Perekonomian Amerika Serikat (AS) yang terus menunjukkan ketahanan yang mengejutkan dan mendorong bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) akan menaikkan suku bunga lebih tinggi dalam waktu lebih lama.

“Meskipun ini pasar cukup yakin dengan pertemuan FOMC mendatang pada 1 November 2023 akan terlihat suku bunga tetap stabil setelah pidato ketua The Fed baru-baru ini, pasar masih melihat angka lebih tinggi untuk suku bunga yang telah mencapai puncaknya,” tulis Ashmore.

Suku bunga AS diprediksi mulai longgar pada pertengahan 2024, tapi ketua The Fed Jerome Powell juga mengingatkan kemungkinan pengetatan lebih lanjut tetap terbuka jika pertumbuhan ekonomi tetap kuat.

Data yang dirilis baru-baru ini menunjukkan ekonomi bertahan dan menambah hambatan pada rencana the Fed untuk melonggarkan kebijakan suku bunga pada akhirnya. Klaim pengangguran menunjukkan keseluruhan lintasan penurunan pengangguran sejak Agustus dengan angka lebih rendah dari perkiraan.

Hal ini seiring angka data produksi industri YoY yang menunjukkan pertumbuhan, bukan kontraksi yang diharapkan. Langkah pre-emptive Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin membawa imbal hasil obligasi pemerintah tenor lebih panjang menjadi lebih tinggi. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun dan 5 masing-masing naik 7,115 persen dan 6,956 persen.

“Keputusan (Bank Indonesia menaikkan suku bunga-red) dibuat dengan harapan stabilisasi mata uang seiring dengan pengenalan instrumen baru yang dapat menarik lebih banyak dana asing,” tulis Ashmore.

 


Prediksi Suku Bunga Acuan BI

Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan penjelasan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019). RDG Bank Indonesia 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Adapun kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia tetap mungkin terjadi jika the Fed terus menaikkan suku bunganya. Ashmore menegaskan kembali pentingnya untuk tetap melakukan diversifikasi terutama dengan meningkatnya ketegangan geopolitik.

“Saham Indonesia tetap menarik dengan earning yield IHSG di 7,16 persen, masih di atas imbal hasil hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun. Kami merekomendasikan ASDN dan ADPN untuk saham, bersama ADON dan ADOUN untuk obligasi,” tulis Ashmore.

Pada 16-20 Agustus 2023, IHSG melemah 1,1 persen ke posisi 6.849 yang didorong sektor saham transportasi dan logistik, serta sektor teknologi yang berkontribusi masing-masing 5,53 persen dan 3,73 persen.

Pada pekan ini, indikator makro ekonomi didorong penguatan ekonomi AS seiring rilis data penjualan ritel yang tetap kuat dari yang diharapkan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi China lebih baik dari yang diharapkan.

“Tingkat inflasi di Inggris, Kanada dan Jepang tetap persisten tetapi lebih terkontrol. Fokus di global ketegangan geopolitik yang berlanjut antara Hamas dan Israel,” tulis Ashmore.


Kinerja IHSG pada 16-20 Oktober 2023

Suasana di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (2/11/2015). Pelemahan indeks BEI ini seiring dengan melemahnya laju bursa saham di kawasan Asia serta laporan kinerja emiten triwulan III yang melambat. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya diberitakan, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot pada perdagangan saham 16-20 Oktober 2023. IHSG melemah di tengah aksi jual saham oleh investor asing dan mayoritas sektor saham tertekan.

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (21/10/2023),  IHSG turun 1,12 persen ke posisi 6.849,16. Pada pekan lalu, IHSG ditutup di posisi 6.926,78, dan alami kenaikan 0,56 persen.

Sementara itu, kapitalisasi pasar bursa meningkat 0,55 persen ke posisi Rp 10.62 triliun dari pekan lalu Rp 10.56 triliun. Sementara itu rata-rata volume transaksi harian bursa selama sepekan menjadi 24,01 miliar saham dari 19,51 miliar saham pada pekan lalu.

Rata-rata nilai transaksi harian Bursa selama sepekan meningkat 16,82% menjadi sebesar Rp11,81 triliun dari Rp10,11 triliun pada sepekan yang lalu. Kemudian, peningkatan sebesar 12,27% terjadi pada rata-rata frekuensi transaksi harian Bursa selama sepekan, menjadi 1.344.504 kali transaksi dari 1.197.523 kali transaksi pada pekan lalu.

Sementara itu, investor asing melakukan aksi jual saham Rp 3,29 triliun pada 16-20 Oktober 2023. Sepanjang 2023, aksi jual saham oleh investor asing mencapai 8,49 triliun.

Pada pekan ini, mayoritas sektor saham tertekan kecuali sektor saham energi naik 0,43 persen, sektor saham kesehatan mendkai 2,91 persen dan sektor saham infrastruktur meroket 13,49 persen.

Sementara itu, sektor saham basic turun 1,18 persen, sektor saham industri terpangkas 2,05 persen, sektor saham nonsiklikal susut 0,68 persen. Lalu sektor saham siklikal terpangkas 2,9 persen, sektor saham keuangan terbenam 2,22 persen. Kemudian sektor saham properti terbenam 3,58 persen.

Selanjutnya sektor saham teknologi terpangkas 1,66 persen. Sektor saham transportasi dan logistik melemah 5,5 persen, dan mencetak koreksi terbesar.


Sentimen yang Pengaruhi IHSG

Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada pembukaan perdagangan pukul 09.00 WIB, IHSG masih naik, namun tak lama kemudian, IHSG melemah 2,3 poin atau 0,05 persen ke level 5.130, 18. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, IHSG melemah 1,12 persen dalam sepekan. Pergerakan IHSG didorong sentimen global seiring tensi geopolitik memanas ditambah dari Amerika Serikat, investor mencermati akan imbal hasil obligasi Amerika Serikat bertenor 10 tahun yang bergerak naik.

"Kebijakan the Fed yang cenderung hawkish setelah rilis data penjualan ritel yang membaik. Kemudian dari dalam negeri, ada pelemahan nilai tukar rupiah dan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga menjadi 6 persen," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.

Untuk pekan depan, Herdtiya menuturkan, IHSG berpotensi melemah dengan support 6.798 dan resistance 6.878. "Kami memperkirakan tensi geopolitik di Timur Tengah masih cenderung memanas, ditambah perekonomian Amerika Serikat yang masih menjadi cermatan para investor setelah ada sinyal hawkish dari the Fed. Serta ekonomi China yang nampaknya stagnan," kata dia.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya