Liputan6.com, Jakarta Hasil riset Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) menunjukkan bahwa ada tiga tantangan utama transformasi ekonomi hijau di Indonesia, yaitu regulasi yang belum memberikan kepastian hukum, kelembagaan yang masih tumpang tindih, dan alokasi pendanaan hijau yang belum menjadi prioritas dalam APBN ditambah dengan sistem evaluasi finansial yang belum transparan.
Analis Ekonomi Politik LAB 45, Rionanda Dhamma Putra menyatakan bahwa kajian yang dilakukan berfokus kepada alasan di balik tantangan tersebut dan cara yang dapat ditempuh untuk diatasinya, termasuk bentuk konkret dari proyek yang dapat dilakukan untuk mempercepat jalan Indonesia menuju ekonomi hijau.
Advertisement
“Indonesia perlu bergerak dari posisi pendanaan tidak optimal dan regulasi-kelembagaan yang tidak efektif pada tahun 2022 menuju posisi pendanaan optimal dan regulasi-kelembagaan efektif pada tahun 2045. Kita hanya punya waktu hingga tahun 2030 untuk melakukan gerakan itu,” ungkapnya dikutip Minggu (22/10/2023).
Di sisi rekomendasi kebijakan, riset LAB 45 memberikan masukan berupa pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Ekonomi Hijau, penataan kembali sektor-sektor prioritas, pengalihan subsidi BBM menuju mobilitas umum, dan penentuan megaproyek Hijau secara spesifik dengan memberikan Pumped Hydro Energy Storage (PHES) sebagai contoh.
Kemudian, Curriculum Mentor and Advisor Think Policy, Nariswari Nurjaman menambahkan mengenai bagaimana pengukuran kinerja ekonomi yang ada saat ini, seperti pertumbuhan PDB belum memasukkan elemen kerusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam.
Inilah yang membuat perombakan headline figures yang dipakai untuk menilai kinerja perekonomian diperlukan untuk memasukkan kesadaran akan keberlanjutan di masyarakat.
“PDB Indonesia terlihat besar saat ini, namun belum dapat mencerminkan komitmen nasional dalam menjaga lingkungan, sehingga perlu bagi kita untuk mengubah paradigma kita dalam mengukur kinerja ekonomi demi menyusun strategi yang lebih komprehensif untuk menyongsong transisi ekonomi hijau,” jelas Nariswari.
Indonesia Emas 2045
Sementara itu, Ketua Career Development and Alumni Centre (CDAC) UMSU, Sukma Lesmana menjelaskan bagaimana tren akuntansi kontemporer memasukkan aspek Environmental, Social, and Corporate Governance (ESG) ke dalam pelaporan keuangan. Dia memaparkan bahwa tren ESG yang ada saat ini memungkinkan transformasi ekonomi hijau untuk berlangsung secara kolaboratif di antara sektor publik dengan sektor swasta.
“Keberadaan ESG membuat praktik akuntansi saat ini memberikan bobot yang makin besar akan pelaporan dan penghitungan dampak lingkungan dari operasional sebuah perusahaan,” katanya pada kesempatan tersebut.
Maka dari itu, seminar ini menyajikan perspektif dari ilmu ekonomi, akuntansi, dan kebijakan publik mengenai bagaimana Indonesia dapat meniti jalan transformasi ekonomi hijau untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Advertisement
Cerita Ganjar Pranowo Kembangkan Ekonomi Hijau dan Transisi Energi di Jawa Tengah
Sebelumnya, calon presiden (capres) Ganjar Pranowo menceritakan pengalaman menerapkan ekonomi hijau atau berkelanjutan saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah. Hal itu disampaikan Ganjar Pranowo saat acara Deklarasi Ganjar-Mahfud Untuk Indonesia pada Rabu malam, 18 Oktober 2023.
Ganjar menuturkan, saat bicara ekonomi hijau maka ekonomi bersih. Demikian juga saat bicara energi sehingga transisi energi bersih. Ganjar menceritakan pengalaman terkait transisi energi ketika menjabat Gubernur Jawa Tengah.
"Kami mendorong desa-desa mandiri energi. Caranya tak terlalu sulit, ada waste energi yang kita fasilitasi, kita damping, latih mereka agar menggali potensi lokal,” ujar Ganjar ditulis Jumat (20/10/2023).
Selain itu, Ganjar mendorong instansi pemerintah agar pelan-pelan mulai memakai solar panel. Tak hanya itu, pihaknya juga melihat potensi energi lokal yang menjadi salah satu sumber energi alternatif, salah satunya gas rawa. Timbunan gas rawa tersebut dikelola dan disalurkan ke desa-desa di Sragen, Banjarnegara, Karanganyar.
"Pernah dengar gas rawa?Gas rawa, tumpukan sampah yang mungkin jutaan tahun. Maka orang desa ngebor tiba-tiba keluar air tapi bisa nyala, kemudian masyarakat bilang sakti benar, air bisa nyala, itu ada timbunan gas,” ujar dia.
Pihaknya juga mengelola sumber daya air sebagai sumber energi alternatif bahkan menghasilkan uang. "Air yang kita miliki banyak sekali dari gunung mengalir begitu saja. Insinyur bisa “jebak” air, bisa terjun dengan rekayasa kecil sehingga bisa terjun jadi energi,” kata Ganjar.
Transisi Energi
Ganjar menceritakan, kalau sejumlah pondok pesantren mengelola hal itu menjadi pembangkit listrik tenaga hidro dan hasilkan uang. Ganjar menuturkan, pembangkit listrik tersebut tidak hanya menghasilkan uang tetapi energi ramah lingkungan sehingga ekonomi sirkular dapat berjalan.
“Banyak pengalaman, kami dorong kompetisi itu stimulan agar bisa berinovasi. Desa mau dan mempraktikkan baik. Yang jadi cerita Kabupaten Banyumas mencoba nol kan sebuah proses pengolahan sampah yang selesai di lingkungannya. Mereka buat aplikasi, cara mengolah, masing-masing terpisah. Ada di re-use, recyle, ada dimanfaatkan di tempat lain. Bupatinya pergi ke PBB, Jepang dapatkan banyak grand karena cerita sukses (ini-red)” kata dia.
Ia menilai, transisi energi mesti dibesarkan dengan teknologi tepat guna sehingga dapat dipraktikkan.
Advertisement