Liputan6.com, Vatikan - Paus Fransiskus berbicara menyerukan perdamaian di Gaza. Pada Minggu (22/10/2023), Paus mengutarakan pandangannya kepada Presiden Amerika Serikat Joe Biden.
Situs Vatican News melaporkan bahwa Paus Fransiskus dan Joe Biden bercakap-cakap sekitar 20 menit dan mereka membahas situasi-situasi konflik di dunia dan perlunya mencari jalan perdamaian.
Advertisement
Berdasarkan rilis dari situs White House, Presiden Biden mengecam "serangan barbar" Hamas terhadap rakyat sipil Israel, sekaligus menegaskan perlunya perlindungan ke rakyat sipil di Gaza.
Presiden Biden dan Paus Fransiskus juga membahas pencegahan eskalasi di kawasan dan upaya agar ada perdamaian yang kuat di Timur Tengah.
Sebelum berbincang dengan Presiden Joe Biden, Paus Fransiskus juga sempat meminta adanya perdamaian dalam ceramahnya.
"Saya sangat prihatin dan berduka," ujar Paus Fransiskus. "Saya berdoa dan saya dekat bersama semua yang menderita, para tawanan, orang-orang yang terluka, para korban dan para keluarga mereka."
Paus Fransiskus turut menyorot serangan terhadap rumah sakit Anglikan dan paroki Ortodoks Yunani di Gaza.
Ia meminta agar jalur bantuan kemanusiaan agar dibuka. Israel memang memblokir Gaza sehingga menyulitkan bantuan masuk. Selain itu, Pontifex meminta supaya semua tawanan yang diculik Hamas agar dibebaskan.
"Saya memperbarui permintaan saya agar ruang-ruang dibuka, bagi bantuan kemanusiaan untuk terus tiba, dan agar para tawanan dibebaskan," ujarnya.
Tak lupa, Paus Fransiskus mengingatkan soal Ukraina yang masih menjadi korban serangan Rusia.
"Perang selalu merupakan sebuah kekalahan, ini merupakan kehancuran persaudaraan manusia. Saudara-saudara, berhenti! Berhenti!" ujar Paus Fransiskus seperti dilansir Vatican News.
Indonesia Kecam Keras Tindakan Kekerasan di Gaza, Terus Berupaya Evakuasi WNI
Sebelumnya dilaporkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengecam keras tindak kekerasan yang terjadi di Gaza, Palestina pada Kamis (19/10). Ia mengatakan bahwa imbas perang Israel vs Hamas telah menyebabkan penderitaan dan jatuhnya korban sipil.
"Indonesia mengecam keras tindak kekerasan yang terjadi di Gaza karena telah mengakibatkan penderitaan dan semakin banyaknya korban sipil, termasuk perempuan dan anak,” ungkap Presiden dalam pernyataannya pada saat melakukan kunjungan kerja di Riyadh, Arab Saudi, mengutip situs Kemlu RI, Sabtu (21/10/2023).
Selain itu, Jokowi juga menyatakan Indonesia mengutuk serangan Israel terhadap Rumah Sakit Baptis Al-Ahli yang merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional. Ia pun memerintahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk hadir dalam pertemuan luar biasa para Menteri Luar Negeri OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) di Jeddah dan terus mengupayakan evakuasi WNI yang saat ini masih terkendala kondisi lapangan.
"Indonesia tidak akan tinggal diam melihat korban sipil terus berjatuhan, melihat ketidakadilan terhadap rakyat Palestina yang terus terjadi. Indonesia bersama-sama dengan OKI mengirimkan pesan kuat kepada dunia untuk menghentikan eskalasi, untuk menghentikan penggunaan kekerasan, untuk fokus pada masalah kemanusiaan, dan menyelesaikan akar permasalahan, yaitu pendudukan Israel atas Palestina," tegasnya.
Presiden Jokowi lalu mengajak para pemimpin dunia membangun solidaritas global untuk menyelesaikan masalah Palestina secara adil, dan menerapkan parameter internasional yang telah disepakati.
"Ini akan terus Indonesia suarakan di berbagai kesempatan dan forum internasional, termasuk saat bilateral dengan Perdana Menteri Arab Saudi dan di KTT ASEAN-GCC esok hari," pungkas Jokowi.
Advertisement
Kemlu RI: 4 WNI yang Dievakuasi dari Tepi Barat Selamat Tiba di Jakarta, 136 Orang Memilih Tinggal
Adapun sebelumnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu RI) dan KBRI Amman melakukan evakuasi empat WNI dari wilayah Tepi Barat dan sekitarnya. Mereka telah tiba di Jakarta, Indonesia dengan selamat pada Minggu (15/10/2023).
Menurut informasi dari Kemlu RI, proses evakuasi dilakukan sejak tanggal 13 Oktober melalui jalur darat dari Safe House di Yerusalem melalui Jordan River Border menuju Amman.
"Saat ini tercatat sebanyak 136 WNI masih berada di wilayah Tepi Barat dan sekitarnya. Mereka memilih untuk tetap tinggal di lokasi masing-masing," Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Judha Nugraha.
Sementara itu, sambung Judha, pemerintah masih terus upayakan evakuasi 10 WNI dari wilayah Jalur Gaza.
"Kerawanan situasi keamanan membuat proses evakuasi WNI dari Jalur Gaza harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan dengan koordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait," ujar Judha.
Hingga saat ini, tegas Judha, tidak ada WNI yang menjadi korban perang Israel dan Hamas.
Sebelumnya diberitakan, Kemlu RI melaporkan bahwa empat WNI yang dievakuasi dari Israel telah tiba di Yordania pada Jumat 13 Oktober.
"Empat WNI tersebut saat ini telah aman dan selamat berada di wilayah Jordania setelah melakukan perjalanan darat sekitar dua jam melalui perbatasan Yordania River Crossing/Sheikh Hussein."
"Kemlu dan bersama Perwakilan RI masih terus mengupayakan evakuasi 10 WNI di Gaza."
Krisis Kemanusiaan di Gaza
Krisis kemanusiaan dengan cepat terjadi di Gaza. Pasalnya, banyak warga yang terjebak, banyak akses yang terputus dari makanan dan listrik. Ditambah lagi mereka harus menghadapi serangan udara Israel sebagai tanggapan atas serangan mematikan Hamas.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan permintaannya terutama pada pihak-pihak di Timur Tengah untuk mencegah meluasnya konflik.
Hal ini ia sampaikan bertepatan dengan konflik Israel-Palestina, dikutip dari laman VOA Indonesia.
“Saya prihatin akan baku tembak baru-baru ini di sepanjang Garis Biru dan laporan serangan baru-baru ini dari Lebanon selatan,” kata Guterres kepada wartawan di markas besar PBB. Garis Biru adalah garis demarkasi antara Israel dan Lebanon, yang dijaga oleh pasukan penjaga perdamaian PBB.
“Saya mengimbau semua pihak – dan mereka yang memiliki pengaruh terhadap partai-partai di sana, untuk menghindari eskalasi dan penyebaran yang lebih luas,” tambahnya.
Kelompok militan Lebanon yang didukung Iran, Hizbullah, menguasai wilayah Lebanon selatan. Terdapat kekhawatiran bahwa mereka akan terlibat dalam konflik untuk mendukung Hamas. Pada tahun 2006, Israel dan Hizbullah terlibat perang berdarah selama 33 hari di Lebanon.
Advertisement