Kebanyakan Turis, Jepang Setuju Harga Tiket Kereta Naik

Pemerintah Jepang ingin menghindari "overtourism".

oleh Tommy K. Rony diperbarui 24 Okt 2023, 21:18 WIB
Foto diambil pada 31 Agustus 2023 ini memperlihatkan pengunjung mendaki lereng Gunung Fuji, puncak tertinggi di Jepang dengan ketinggian 3.776 meter. Dengan jutaan pengunjung setiap tahunnya, Gunung Fuji bukan lagi tempat ziarah yang damai seperti dulu. (Mathias CENA/AFP)

Liputan6.com, Tokyo - Pemerintah Jepang mendukung naiknya harga kereta di musim liburan dan akhir pekan karena khawatir masalah turs yang melojak (overtourism). Ini karena wisata di Jepang kembali populer sejak pencabutan aturan COVID-19.

Pemerintah Jepang berusaha agar operator kereta bisa segera menaikkan ongkos tiket. Proses review pun akan dimudahkan, asalkan penambahan ongkosnya tidak untuk menaikkan pendapatan.

"Di beberapa area dan selama periode tertentu, ada dampak kepada kehidupan warga lokal karena kedatangan para turis, seperti yang berperilaku buruk," ujar PM Jepang Fumio Kishida, dilansir Kyodo News, Selasa (24/10/2023).

Masalah lainnya adalah lalu lintas yang buruk akibat wisata, polusi, dan buang sampah sembarangan.

Pada daerah Biei di Hokkaido, para turis masuk ke peternakan pribadi untuk berfoto pemandangan. Di Prefektur Kanagawa, para turis juga mengerumuni sebuah penyebarangan yang dibuat populer karena manga "Slam Dunk".

Sebelumnya ada juga kabar bahwa Gunung Fuji terkena dampak dari kebayakan turis, sehingga dikkawatirkan memicu dampak negatif ke lingkungan.

Pengunjung dari luar negeri ke Jepang juga naik. Tercatat, ada 2,18 juta orang yang datang ke Negeri Sakura pada September 2023.


Ilmuwan Jepang Temukan Mikroplastik dalam Awan di Puncak Gunung Fuji

Seorang pria mencapai puncak Gunung Fuji, barat Tokyo pada 18 Juli 2021. Mendaki Gunung Fuji bukanlah hal yang mudah, tetapi pemandangan matahari terbit di atas lautan awan adalah hadiah terindah bagi yang mencapai puncak tertinggi di Jepang. (Charly TRIBALLEAU/AFP)

Sebelumnya dilaporkan, para peneliti di Jepang telah menemukan bahwa ada mikroplastik di dalam awan. Mikroplastik ini diyakini mempengaruhi cuaca, meskipun cara kerjanya masih belum benar-benar dipahami.

Melansir dari phys.org, Selasa (10/10/2023), dalam penelitian yang diterbitkan dalam Environmental Chemistry Letters, para peneliti mendaki Gunung Fuji dan Gunung Oyama untuk mengambil air dari kabut yang menyelimuti puncaknya. Kemudian, mereka menggunakan metode pencitraan canggih untuk mempelajari sifat-sifat fisik dan kimianya.

 Tim peneliti berhasil mengidentifikasi sembilan jenis polimer dan satu jenis karet dalam mikroplastik yang melayang di udara, dengan ukuran bervariasi dari 7,1 hingga 94,6 mikrometer.

Setiap liter air awan mengandung antara 6,7 hingga 13,9 potongan plastik.

Lebih menariknya lagi, polimer yang menyukai air, atau disebut juga "hidrofilik," ditemukan dalam jumlah banyak. Hal ini menunjukkan bahwa partikel-partikel ini memiliki peran penting dalam membentuk awan dengan cepat dan memengaruhi sistem iklim.

"Jika masalah pencemaran udara oleh plastik tidak ditangani secara proaktif, risiko perubahan iklim dan ekologis bisa menjadi kenyataan, menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dikembalikan dan serius di masa depan," penulis utama Hiroshi Okochi dari Waseda University memperingatkan.

Okochi menambahkan bahwa saat mikroplastik mencapai lapisan atas atmosfer dan terkena radiasi ultraviolet dari sinar matahari, mereka mengalami degradasi, yang kemudian berperan dalam produksi gas rumah kaca.


Dampak Mikroplastik Terhadap Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Gunung Fuji terlihat dari pinggiran kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, Jepang, pada Kamis (22/4/021). Gunung Fuji, yang terletak di perbatasan antara Prefektur Yamanashi dan Prefektur Shizuoka, adalah gunung tertinggi di Jepang (3776 meter). (Behrouz MEHRI / AFP)

Mikroplastik adalah butiran plastik dengan ukuran kurang dari 5 milimeter, berasal dari beragam sumber seperti limbah industri, tekstil, ban mobil buatan, produk perawatan pribadi, dan sebagainya.

Fragmen-fragmen kecil ini telah ditemui di dalam tubuh ikan di titik terdalam laut, tersebar di lapisan es laut di kawasan Arktik, dan meliputi permukaan salju di Pegunungan Pyrenees yang membentang di antara Prancis dan Spanyol.

Akan tetapi, mekanisme pengangkutan mikroplastik masih belum sepenuhnya jelas, terutama dalam penelitian tentang pengangkutan mikroplastik melalui udara yang masih terbatas.

Para peneliti juga menulis dalam makalah mereka bahwa: "Sejauh pengetahuan kami, ini adalah laporan pertama mengenai mikroplastik di udara yang terdeteksi dalam air awan."

Bukti yang telah muncul menunjukkan bahwa mikroplastik dapat berdampak pada kesehatan jantung, paru-paru, dan bahkan berpotensi menyebabkan kanker. Tentunya, ada dampak serius dari mikroplastik terhadap lingkungan.

Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan. Source: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya